Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kisah Jalan Medan Merdeka yang membakar semangat Soekarno

Kisah Jalan Medan Merdeka yang membakar semangat Soekarno Soekarno. ©2012 Merdeka.com/dok

Merdeka.com - Pada akhir abad ke-18 Pemerintahan Kolonial Belanda memindahkan pusat pemerintahannya dari Batavia lama (kini kawasan Kota Tua) ke Weltevreden (kini Jakarta Pusat). Mereka juga membangun beberapa bangunan penting termasuk fasilitas lapangan.

Saat itu ada dua lapangan utama di Weltevreden yakni Buffelsveld (Lapangan Kerbau) dan Waterloopein (kini jadi Lapangan Banteng). Lapangan Waterloopein dibangun oleh Daendels dan menjadi lapangan utama yang digunakan untuk parade dan upacara.

Saat itu lapangan Waterloopein dijadikan warga kota sebagai tempat berkumpul pada sore hari untuk bersosialisasi dan berkuda. Sementara itu Buffelsveld atau lapangan kerbau pada 1809 diganti nama jadi Champs de Mars oleh Daendels yang sangat dipengaruhi Perancis, dan digunakan sebagai lapangan untuk latihan militer.

Pada masa pemerintahan Inggris di Hindia di bawah pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles, lapangan ini diubah namanya menjadi Koningsplein (Lapangan Raja) sejak Gubernur Jenderal mulai menghuni istana barunya di dekat lapangan itu. Kini istana itu menjadi Istana Merdeka.

Pemerintah kolonial membangun berbagai fasilitas olahraga seperti jalur atletik dan stadion di Koningsplein. Penduduk pribumi menamai lapangan itu lapangan Gambir. Konon di lapangan itu banyak terdapat pohon gambir.

Lapangan Gambir menjadi lokasi Pasar Gambir, sebuah Pasar Malam besar yaitu pekan raya yang dimulai untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina pada 1906. Sejak tahun 1921 Pasar Gambir menjadi perhelatan tahunan dan menjadi pendahulu dari Pekan Raya Jakarta.

Pada masa penjajahan Jepang, lapangan ini diganti namanya menjadi Lapangan Ikada, yang merupakan singkatan dari Ikatan Atletik Djakarta.

Awalnya pembacaan naskah proklamasi akan diselenggarakan di Lapangan Ikada, namun karena kondisi saat itu tidak memungkinkan, maka pembacaan proklamasi dialihkan ke sebuah rumah di Jalan Pegangsaan (kini Jalan Proklamasi lokasi menjadi Tugu Proklamasi).

Pada 19 September 1945, Soekarno menyampaikan pidatonya di Lapangan Ikada. Pidatonya yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia dan menentang kolonialisme, imperialisme, dan penjajahan ini disampaikan di depan Rapat Akbar yang dihadiri banyak massa.

Semangat Soekarno membara saat berpidato di lapangan Ikada saat itu. Antusiasme massa dan semangat patriotik mereka membuat gaung kemerdekaan menyebar ke seantero negeri.

Soekarno lalu mengganti nama Lapangan Ikada menjadi Medan Merdeka. Karena di lapangan itulah kemerdekaan dipekikan dan disambut ribuan warga pribumi yang memadati lapangan Ikada.

Dan sejak itulah lapangan tersebut dinamai Medan Merdeka. Sedangkan jalan di empat sisi lapangan dinamai masing-masing Jalan Medan Merdeka Utara, Barat, Selatan dan Timur.

Soekarno lalu meminta agar dibuat sebuah monumen nasional yang bisa menjadi simbol kebanggaan bangsa Indonesia. Sokarno menginginkan rakyat Indonesia yang baru saja merdeka memiliki sesuatu simbol yang menjadi kebanggaan bangsa, sebuah monumen untuk memperingati perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Maka ia memprakarsai pembangunan Monumen Nasional (Monas) pada 1961.

Namun, nama jalan yang pernah membakar semangat itu kini akan diganti. Empat sisi Jalan Medan Merdeka akan diganti menjadi nama-nama pahlawan termasuk Soekarno.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan mengajukan penggantian nama jalan di kawasan Istana Negara kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini merupakan usulan dari Panitia 17.

"Nanti Panitia 17 menyampaikan kepada Gubernur. Kemudian, Gubernur membuat surat dan menyampaikannya kepada Presiden RI," kata Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), di Padang, Sabtu (31/8).

Menurut dia, Tim panitia 17 mengusulkan Jalan Medan Merdeka Utara diubah menjadi Jalan Soekarno, "Jalan Medan Merdeka Selatan diusulkan menjadi Jalan Hatta, Jalan Merdeka Timur menjadi Jalan Soeharto, dan Jalan Merdeka Barat diubah menjadi Jalan Ali Sadikin," ujar dia.

Namun, yang telah disepakati panitia untuk diajukan kepada Presiden, hanya dua yakni Jalan Merdeka Utara menjadi Jalan Soekarno dan Jalan Merdeka Selatan diubah menjadi Jalan Hatta Sedangkan, dua nama jalan sisanya masih kontroversi beberapa pihak.

"Mengenai nama Bang Ali Sadikin dan Pak Soeharto masih kontroversial. Kita fokus dulu pada Bung Karno dan Pak Hatta," kata Jokowi.

Dia mengatakan, saat ini penggunaan nama Soekarno-Hatta sebagai nama jalan di Jakarta masih dibahas Panitia 17. "Rencananya pada awal September 2013, perubahan nama jalan ini akan disosialisasikan ke masyarakat luas," kata dia.

Menurut dia, kalau nama-nama jalan itu diubah, dampaknya akan berupa penyesuaian kode pos, kop surat dan lain-lain.

"Ini akan berpengaruh. Itu konsekuensinya, namun yang jelas pemerintah akan menyosialisasikan nama-nama jalan baru itu," ungkap dia.

Target pada tanggal 10 November, tambah Jokowi, Jalan Merdeka Utara dan Jalan Merdeka Selatan diresmikan menjadi Jalan Bung Karno (di Merdeka Utara) dan Bung Hatta (di Merdeka Selatan).

Dia menambahkan, rencana penggantian nama-nama jalan tersebut dengan pertimbangan untuk menghargai jasa-jasa para pahlawan nasional, serta bertujuan sebagai sarana rekonsiliasi.

"Kita ingin membangun sebuah rekonsiliasi melalui nama-nama pahlawan itu. Saya setuju. Sekarang, rencana ini masih dimatangkan," kata dia.

Namun hingga kini usulan tersebut masih menimbulkan pro dan kontra.

*Dari berbagai sumber* (mdk/did)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Membaca Filosofi Jembatan Semanggi yang Melegenda di Jakarta, Hasil Pemikiran Soekarno dari Sebuah Daun
Membaca Filosofi Jembatan Semanggi yang Melegenda di Jakarta, Hasil Pemikiran Soekarno dari Sebuah Daun

Soekarno menciptakan jembatan tersebut karena terinspirasi oleh sebuah daun dengan nama sama. Dari daun itu, ia melihat pola kesamaan yang ada di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Ternyata Begini Pembangunan Jakarta di Tahun 1940-an, Sudah Pakai Alat Berat Raksasa
Ternyata Begini Pembangunan Jakarta di Tahun 1940-an, Sudah Pakai Alat Berat Raksasa

Saat itu pembangunan dilakukan untuk menunjang Jakarta sebagai ibu kota negara. Kota satelit kemudian dirancang, salah satunya Kebayoran Baru dengan alat modern

Baca Selengkapnya
Saat Sukarno Kesal Karena Diculik Para Pemuda ke Rengasdengklok
Saat Sukarno Kesal Karena Diculik Para Pemuda ke Rengasdengklok

Apa tujuan para pemuda menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok?

Baca Selengkapnya
Fakta Menarik Jembatan Ampera Palembang, Dibangun dari Hasil Rampasan Perang Jepang
Fakta Menarik Jembatan Ampera Palembang, Dibangun dari Hasil Rampasan Perang Jepang

Pembangunan jembatan ini sebagai wujud rasa hormat atas jasa Presiden Soekarno saat itu.

Baca Selengkapnya
Begini Sejarah Lengkap Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta, Digagas Era Soekarno dan Soeharto
Begini Sejarah Lengkap Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta, Digagas Era Soekarno dan Soeharto

Rencana untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta tersebut urung terwujud di era Presiden Soekarno.

Baca Selengkapnya
Nama Jakarta Berkali-kali Berubah Sebelum Jadi DKJ, Ini Sejarahnya
Nama Jakarta Berkali-kali Berubah Sebelum Jadi DKJ, Ini Sejarahnya

Jakarta sudah beberapa kali mengalami perubahan nama.

Baca Selengkapnya
Megawati Pernah Tanya ke Jokowi: Kenapa Musti Indonesia Maju? Mbok ya Indonesia Raya
Megawati Pernah Tanya ke Jokowi: Kenapa Musti Indonesia Maju? Mbok ya Indonesia Raya

Megawati pernah bertanya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal kalimat Indonesia Maju yang digunakan sebagai tagline di pemerintahannya saat ini.

Baca Selengkapnya
Desa Kelahiran Presiden Soeharto Terdampak Pembangunan Tol Jogja-Bandara YIA, Begini Kondisinya Sekarang
Desa Kelahiran Presiden Soeharto Terdampak Pembangunan Tol Jogja-Bandara YIA, Begini Kondisinya Sekarang

Patok-patok proyek tol sudah dipasang di sekeliling desa

Baca Selengkapnya