Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kisah kakek nenek tak pernah menyerah berjuang demi sesuap nasi

Kisah kakek nenek tak pernah menyerah berjuang demi sesuap nasi Mbah Tumirah. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Meski usia sudah tak lagi muda, banyak kakek dan nenek tetap harus berjuang demi sesuap nasi di tengah getirnya kehidupan. Panas terik dan hujan badai tak menyurutkan langkah mereka untuk mencari rezeki. Tak kenal lelah, mereka merajut hidup dalam sebuah usaha yang ikhlas dan jujur.

Kulit keriput, rambut memutih tak membuat kakek dan nenek menyerah dari kerasnya kehidupan. Seleksi alam mengharuskan mereka terpaksa bekerja di hari tua sebelum ajal menjemput.

Mbah Tumirah misalnya. Nenek usia 109 tahun ini masih harus bekerja menjual kacang kering di stasiun Tugu Yogyakarta. Meski kondisi tubuh sudah tak lagi sehat, Tumirah tetap harus berjualan mencari receh demi menyambung hidup.

"Saya enggak mau merepotkan orang, kalau masih bisa cari makan sendiri ya lebih baik berusaha," katanya saat ditemui merdeka.com, Sabtu (16/5) siang.

Rupanya tak hanya Tumirah yang hidupnya tak beruntung seperti kakek nenek lainnya. Banyak orangtua yang sudah dalam kondisi renta faktanya masih harus bekerja demi sesuap nasi.

Berikut kisah kakek nenek yang masih harus bekerja di usia yang sudah tidak muda lagi, dihimpun merdeka.com, Minggu (17/5):

Nenek 109 tahun jualan kacang di Stasiun Tugu Yogyakarta

Mbah Tumirah (109) warga Sosrowijayan, Gedongtengen, Kota Yogyakarta tidak seperti nenek-nenek pada umurnya yang bisa menikmati hari tuanya. Mbah Tumirah dengan kondisi tubuhnya yang semakin melemah masih terus berjuang demi sesuap nasi."Saya enggak mau merepotkan orang, kalau masih bisa cari makan sendiri ya lebih baik berusaha," katanya saat ditemui merdeka.com, Sabtu (16/5) siang.Satu jam berlalu, belum ada satu pun pembeli yang menyambanginya. Para pengunjung stasiun berlalu-lalang begitu saja tanpa memperhatikannya."Memang susah, jarang ada yang beli kalau jam segini, lima ratus rupiah pun belum ada ini," ujarnya.Berjualan kacang kering sudah dijalaninya sejak setahun ini. Sebenarnya sudah dilarang oleh cucunya, namun dia bersikeras berjualan daripada di rumah tidak ada kegiatan dan hanya membuat susah cucunya.Kacang kering yang dijualnya pun hasil olahan sendiri. Bermodal tungku arang dan wajan besar, dia memulai usaha jualan kacang kering."Kacangnya ini diantar dari Temanggung, masih mentah itu. Di sini saya masak, pakai anglo (tungku), wajan diisi pasir, terus kacangnya digongso," terangnya.Pagi sekitar pukul 06.00 WIB, dia dibantu cucu dan cicitnya mulai memasak kacang kering. Siang harinya dia mulai membungkus kacang-kacang dalam plastik lalu diikat dengan karet gelang."Sebungkusnya Rp 5.000, kalau beli banyak ya saya beri bonus, kalau magrib pulang, berapa pun yang laku," tuturnya.Penghasilannya pun tak menentu. Apalagi jika sedang sepi, kadang kacangnya hanya terjual beberapa bungkus saja. Meski demikian dia mengaku tetap bersyukur, sebab dia beranggapan setiap rejeki yang diberikan Allah akan selalu mendatangkan berkah."Sehari dapatnya berapa? Ya cukup untuk makan, kalau kurang dicukup-cukupkan. Ngucap syukur, berapa saja yang laku itu rejeki dari Allah," ungkapnya.

Perjuangan hidup Kakek Rosul, 71 tahun masih jual pulpen di jalanan

Meski usianya sudah uzur, Muhammad Rosul (71) tetap bekerja untuk kelangsungan hidupnya dan keluarga.Sehari-hari, kakek Rosul bekerja sebagai pedagang pulpen di bawah lampu lalu lintas kolong flyover MT Haryono. Dia bekerja dari pagi hingga sore hari.Dari profesinya sebagai pedagang pulpen, kakek Rosul mengaku pendapatannya tak menentu. "Cukup untuk makan saja mas," katanya saat ditemui merdeka.com, Kamis (26/2).Setiap harinya ada puluhan pulpen yang dibawa dan ditaruh di plastik. Bila dagangan tak habis, dia kembali menenteng plastik berisi pulpen itu ke rumah."Saya biasa jalan pagi sampai sebelum Ashar saya pulang," ucapnya yang mengenakan kain sarung kotak-kotak, berpeci dan mengenakan koko cokelat.Sehari-hari, dia tinggal di sebuah kontrakan di Kramat Sentiong, Senen, Jakarta Pusat. Di rumah kontrakannya, dia bersama istri yang sudah sepuh dengan seorang anaknya. Istri sudah mampu bekerja, sedangkan anaknya cuma pengangguran."Ya jadinya mau enggak mau saya harus kerja. Saya jual ke pengendara yang lagi berhenti di lampu merah," keluhnya.Di usia senjanya, Kakek Rosul mengaku terkadang kondisi badannya sering tak fit. Bila sudah begitu, dia memutuskan tak bekerja."Dulu saya jatuh pas berdagang, punggung saya sakit, makanya saya pulang," jelasnya.

Kisah pak tua jujur si penjual amplop

Cuaca hari itu sedang terik. Darta (78), bapak tua dengan gembolan keresek besar mencoba mencari tempat untuk menjajakan jualannya. Mengenakan baju putih dan penutup kepala merah kusam, Darta membuka lapak tepat di seberang pintu utama kampus Institut Teknologi Bandung (ITB).Darta adalah penjual amplop. Jika kebetulan melintas di sekitar Masjid Salman ITB, ada sosok kakek renta yang sangat setia dengan 'profesinya'. 12 Tahun sudah bapak tiga anak ini menjual lembaran demi lembaran kertas segi empat, yang kini sebenarnya sudah tergerus zaman."Ini amplop cep (panggilan buat orang yang lebih muda)," kepada merdeka.com, saat menanyakan barang apa saja yang dijual.Dia menjual amplop ukuran kecil 5x3 cm dan besar 10x9 cm. Kertas amplop berisi 10 itu dibungkus ke dalam plastik. "Yang besar Rp 1.000 isinya 10, kalau yang kecil Rp 2.000 isinya 20," terangnya.Sungguh terkaget mendengar harga yang ditawarkan. Mengapa kakek menjual semurah itu? "Saya masih dapat untung kok," jawab kakek.Kata dia, dalam satu bungkus plastik yang berisikan 10 amplop, bisa meraup untung Rp 200. begitu juga dengan yang amplop kecil berisi 20.Berarti kakek hanya ambil untung Rp 200 saja? "Iya bapak beli Rp 800, jual Rp 1.000 Itu juga patut disyukuri. Bapak masih bisa makan, dan yang pasti bapak sehat," ucap kakek yang enggan menaikkan harga amplopnya lantaran takut tidak laku.Mengharukan memang mendengar jawaban jujur Darta. Keuntungan yang tidak seberapa, tapi dirinya berjuang untuk hidup. Istrinya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sedangkan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing."Dari pada saya mengemis, lebih baik saya berjualan, bapak masih kuat kok," jawab Darta dengan senyum.Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu. Kini serba praktis. Amplop pun kini bukan jadi pilihan utama bagi kebanyakan orang.Cukup ternganga memang, ketika di sekitaran Jalan Ganeca, Bandung orang menjajakan dengan barang serba bernilai, Darta hanyalah menjual kertas amplop.

Semangat kerja kakek Sanim, jualan pisang dan tidur di musala

Sanim (76) terlihat masih semangat bekerja saat menjajakan dagangannya di Jembatan Halte Busway Cawang Otista, Jakarta Timur. Sanim tak mau menganggur meski usianya sudah tak muda lagi.Kakek 5 anak ini mengaku sudah memiliki 11 cucu dan 3 cicit. Meski sudah di larang untuk berdagang, ia tidak ingin menghabiskan masa tuanya di rumah. "Ngapain di rumah bosan enggak bisa saya mah diem gitu," kata Sanim kepada merdeka.com, Kamis (26/2).Meninggalkan istri dan anak di Bogor, Sanim memilih berjualan pisang di jembatan Busway Otista. Berbagai jenis pisang ia jual, mulai dari pisang tanduk, dan pisang raja.Setiap harinya, Sanim tidur di musala Polsek Jatinegara. Sepekan sekali pulang untuk menemui istri dan mengirim beberapa uang. "Kalau tidur ya numpang di musala polsek. Enggak apa-apa sama polisi mah, karena saya salat juga, engga numpang tidur," ujarnya.Pagi hari, dia berjalan dari Polsek Jatinegara ke Pasar Tebet untuk menjual pisangnya. Siang harinya ia berdagang di jembatan Busway Otista.Dia mengaku berdagang sejak tahun 1961 di Jakarta. Awal berdagang ia menjual berbagai macam buah di daerah Matraman, namun karena sudah tua ia menjual pisang saja."Dulu zaman muda saya mah kuat bawa 2 kwintal, sekarang mah ya paling 30 kg saja" ceritanya sambilnya merapikan pisangnya.Harga satu sisir pisang dia jual dengan harga Rp 15 ribu. Dalam sehari hari, ia mengaku bisa mendapatkan Rp 50 ribu. Uang ini dijadikan modal untuk mengambil pisang diPasar Induk."Biasa panjer Rp 100 ribu, entar kalau abis saya bayar terus ambil lagi pisangnya" katanya.Kakek tamatan sekolah rakyat ini mengaku tidak ingin santai di rumah. "Anak sekarang mah taunya di rumah saja pacaran kalah sama saya yang tamatan sekolah rakyat masih semangat cari uang" ceritanya sambil tertawa.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Viral Kisah Pilu Nenek Hidupi 2 Cucu, Banting Tulang Jualan Keripik hingga Bantu Setrika
Viral Kisah Pilu Nenek Hidupi 2 Cucu, Banting Tulang Jualan Keripik hingga Bantu Setrika

Kisah pilu nenek berusia 66 tahun hidupi dua cucu seorang diri.

Baca Selengkapnya
Dibesarkan oleh Sang Nenek, Tiga Bersaudara ini Berhasil jadi Orang Sukses, Si Bungsu Kini jadi TNI
Dibesarkan oleh Sang Nenek, Tiga Bersaudara ini Berhasil jadi Orang Sukses, Si Bungsu Kini jadi TNI

Berikut kisah tiga bersaudara yang dibesarkan oleh sang nenek dan kini jadi orang sukses.

Baca Selengkapnya
Viral Kisah Sukses 10 Bersaudara Anak Petani Sederhana
Viral Kisah Sukses 10 Bersaudara Anak Petani Sederhana

Viral Kisah Inspiratif Suksesnya 10 Bersaudara Anak Petani Sederhana

Baca Selengkapnya
Kisah Sulitnya Rakyat Kecil Mencari Rezeki, Kakek Lansia Harus Menahan Lapar & Minum Air Keran karena Dagangan Tak Laku
Kisah Sulitnya Rakyat Kecil Mencari Rezeki, Kakek Lansia Harus Menahan Lapar & Minum Air Keran karena Dagangan Tak Laku

Dagangannya kerap tak laku. Hal ini membuatnya terpaksa harus melewati masa sulitnya di masa tua.

Baca Selengkapnya
Kisah Mbah Soiman, Nenek yang Hidup Sebatang Kara di Desa Terpencil Ponorogo
Kisah Mbah Soiman, Nenek yang Hidup Sebatang Kara di Desa Terpencil Ponorogo

Walau usianya telah renta, namun Mbah Soiman masih bekerja keras di ladang

Baca Selengkapnya
Nasib Pilu Kakak Beradik Tinggal Sebatang Kara Ditinggal Ortu, Hidup Berdua di Gubuk Tak Layak Huni
Nasib Pilu Kakak Beradik Tinggal Sebatang Kara Ditinggal Ortu, Hidup Berdua di Gubuk Tak Layak Huni

Dua kakak beradik itu pun bertahan hidup dengan memprihatinkan.

Baca Selengkapnya
Viral Pasangan Lansia Penjual Sinom yang Lama Tak Dijenguk Anak Cucu, Kisahnya Bikin Pilu
Viral Pasangan Lansia Penjual Sinom yang Lama Tak Dijenguk Anak Cucu, Kisahnya Bikin Pilu

Rupanya, anak dan cucunya sudah setahun tidak mengunjunginya dan membuat warganet merasa pilu.

Baca Selengkapnya
Sedih Lihat Kakek 80 Tahun Masih Keliling Jualan Bantal Kapuk, Punya Anak Sudah Besar Bukannya Memberi Malah Minta Uang
Sedih Lihat Kakek 80 Tahun Masih Keliling Jualan Bantal Kapuk, Punya Anak Sudah Besar Bukannya Memberi Malah Minta Uang

Diakuinya, sang putra tak mau bekerja hingga masih meminta uang.

Baca Selengkapnya
Pasutri Kakek Nenek Keliling Jualan Kandang Selama 10 Tahun, Diangkat Berdua Penghasilannya Miris
Pasutri Kakek Nenek Keliling Jualan Kandang Selama 10 Tahun, Diangkat Berdua Penghasilannya Miris

Pasutri kakek nenek berjualan kandang tetap semangat walau mendapat penghasilan yang terhitung miris.

Baca Selengkapnya
Potret Haru Bocah SD Kakak Adik Jualan Entok Demi Berobat Sang Ibu yang Kritis karena Gagal Ginjal
Potret Haru Bocah SD Kakak Adik Jualan Entok Demi Berobat Sang Ibu yang Kritis karena Gagal Ginjal

Di usianya yang masih kecil, keduanya terpaksa berjualan entok di jalanan.

Baca Selengkapnya
Belajar dari Syarif, Guru Ngaji Difabel di Lebak yang Semangat Berbagi Ilmu Agama di Tengah Keterbatasan
Belajar dari Syarif, Guru Ngaji Difabel di Lebak yang Semangat Berbagi Ilmu Agama di Tengah Keterbatasan

Sosoknya benar-benar sabar menjalani kehidupan. Syarif pun tetap semangat mengajar ngaji anak-anak di kampungnya, meski kondisi tubuhnya kekurangan.

Baca Selengkapnya