Kisah kramat ulama Madura di penjara Nelson Mandela
Merdeka.com - Nun jauh di ujung Afrika terdapat sebuah makam yang dikeramatkan, tepatnya berada di Pulau Robben, setengah jam perjalanan laut dari Cape Town. Di pulau inilah, dari total 27 tahun dibui, Nelson Mandela menghabiskan 18 tahun dalam tahanan.
Makam itu disebut oleh orang Afrika Selatan sebagai Kramat, sama dengan sebutan makam versi orang Indonesia. Tidak salah karena sosok yang dimakamkan di tempat tersebut adalah ulama besar asal Indonesia. Dia dikenal masyarakat setempat sebagai Sayed Abdurrahman Moturo, salah satu Pangeran dari Pulau Madura.
Moturo adalah salah satu imam pertama di Cape Town. Dia dibawa ke Cape Town sebagai tahanan politik VOC dengan kapal laut pada sekitar tahun 1740-an. Sayed Abdurrahman Moturo meninggal pada 1754 sementara Kramat di penjara Robben dibangun pada 1969.
-
Siapa yang meninggal di dalam makam tersebut? Menurut makalah yang diterbitkan dalam The Journal of Archaeological Science Reports, kerangka yang ditemukan di dalam kuburan itu hampir dipastikan seorang perempuan.
-
Siapa yang dimakamkan? Berdasarkan bukti kontekstual, dapat diasumsikan orang tersebut adalah seorang pejuang laki-laki, menurut Zagórska-Telega.
-
Siapa yang dimakamkan di makam tersebut? Dilansir AOL, puncak dari penggalian sejauh ini adalah sebuah makam yang ditemukan pada tahun 2018 yang diyakini para ahli sebagai milik seorang pangeran Picene.
-
Siapa yang dimakamkan di makam ini? Namun, berita menggembirakan datang dari arkeolog Republik Ceko yang berhasil menemukan kembali makam Ptahshepses setelah bertahun-tahun pencarian.
-
Siapa yang dimakamkan di sana? Salah satu sosok penting yang dimakamkan di sini ialah Habib Idrus Al Habsyi.
Konon, di sekitar lokasi tidak hanya ada makam ulama dari Madura. Banyak juga tahanan politik VOC yang dimakamkan di Pulau Robben, kebanyakan dari Indonesia. Mereka juga disebut-sebut dengan tahanan politik pertama yang mendiami Pulau Robben, jauh sebelum pejuang anti-apartheid seperti Mandela dijebloskan ke penjara pulau itu.
Pada saat itu, posisinya yang strategis sebagai jalur pelayaran menjadikan Cape Town pusat pertemuan budaya Afrika, Eropa dan Asia.
Kota ini dikembangkan oleh Jan van Riebeeck yang tinggal di Cape Town sejak 6 April 1652. Riebeeck adalah pejabat VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), perusahaan multinasional pertama di dunia. Orang Jawa lebih mengenal sebagai kumpeni. VOC adalah kongsi dagang yang berkuasa di Nusantara sejak 1602 hingga dibubarkan tahun 1800. Untuk kemudian, kekuasaannya diteruskan pemerintahan kolonial Belanda hingga tahun 1942.
Dalam perjalanan dari Belanda menuju Nusantara, Riebeck mengarungi Samudera Atlantik, hingga melintas di Cape Town. Posisi yang strategis membuat Cape Town menjadi transit bagi armada-armada VOC yang hendak berlayar ke India, maupun Timur Jauh.
Kedatangan Riebeeck pada 6 April 1652 memunculkan permukiman orang-orang Eropa pertama di Cape Town. Pengaruh VOC pula yang membuat Cape Town, lekat dengan Nusantara.
Cape Town seringkali menjadi lokasi pembuangan bagi para musuh VOC. Salah satu yang melegenda adalah Syekh Yusuf, bangsawan Makassar yang mengenalkan Islam ke Afrika Selatan. Begitu dihormatinya Syekh Yusuf, hingga dia mendapat anugerah pahlawan nasional Afrika Selatan.
Pada perjalanan ke arah timur dari pusat kota Cape Town menuju Sommerset West, terdapat sebuah perempatan, yang jika berbelok ke kanan memasuki Desa Macassar. Di sini pulalah terletak makam Syekh Yusuf, sering disebut orang setempat sebagai Kramat. Kramat Syekh Yusuf ini menjadi salah satu lokasi ziarah paling penting di Afrika Selatan.
Syekh Yusuf dan pengikutnya inilah yang menurunkan generasi melayu Cape Town atau Cape Malay. Komunitasnya masih bisa ditemui di Bokaap, tak jauh dari Long Street, Jalan Jaksa-nya Cape Town. Di Bokaap ini berdiri salah satu masjid tertua di Afrika Selatan.
Para keturunan Syekh Yusuf, konon sudah mencapai keturunan kesembilan, banyak dijumpai di Cape Town. Dengan sambutan ramah, mereka akan senang jika bertemu wisatawan asal Indonesia. Mereka mengerti kata-kata seperti "apa kabar" atau "terima kasih." Dan, mereka akan dengan senang hati mengantar siapapun yang ingin berkunjung ke makam Syekh Yusuf. Termasuk yang ingin datang ke Pulau Robben berziarah ke Kramat Moturo.
(mdk/tts)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat setempat menganggap sosoknya seperti "damar" atau lentera yang menerangi dalam gelap
Baca SelengkapnyaTak hanya soal keindahan alamnya, ternyata Karimunjawa juga punya berbagai peninggalan sejarah.
Baca SelengkapnyaKyai Makmur ditembak Belanda karena tidak mau diajak bekerja sama.
Baca SelengkapnyaHingga kini, makamnya selalu bersih dan rapi karena banyak diziarahi warga lokal
Baca SelengkapnyaDatuk Mujib, seorang guru spiritual Presiden Soekarno yang merupakan keturunan Raja Bone Sulawesi Selatan.
Baca SelengkapnyaKarena fokus ke ajaran Nasrani, sosoknya pernah dikhawatirkan murtad oleh kalangan ulama di masa silam.
Baca SelengkapnyaMomen eks Wakapolri lakukan ziarah ke makam ayah menjelang Ramadan 1445 Hijriyah.
Baca SelengkapnyaMakam itu merupakan persemayaman Raja Amangkurat I yang merupakan anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo
Baca SelengkapnyaSebagian masyarakat yakin makam Sunan Kalijaga ada di Kadilangu Demak, tapi ada juga yang yakin makam sesungguhnya Sunan Kalijaga ada di Tuban.
Baca SelengkapnyaGanjar mengaku terkesan dengan nilai-nilai yang diberikan Abuya KH Muhammad Syakrim untuk diterapkan masyarakat.
Baca SelengkapnyaTempat itu biasa digunakan orang untuk bersemedi dan menenangkan diri.
Baca SelengkapnyaPangeran keturunan Majapahit ini lebih senang dekat dengan warga biasa. Bahkan, ia menyembunyikan identitasnya sebagai bangsawan di hadapan warga.
Baca Selengkapnya