Kisah pasutri lansia bertahan hidup pasca benca di Jembrana
Merdeka.com - Bencana banjir bandang yang melanda wilayah Kabupaten Jembrana, tidak membuat Made Suangga (70) dan istrinya Nyoman Narsih (60) bergeser dari gubuk reyotnya.
Lansia yang tinggal di Banjar Rangdu, Desa Pohsanten, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, ini memilih bertahan lantaran gubuknya masih dirasa aman dari bahaya banjir.
Ditemui di gubuknya, Nyoman Narsih mengaku rumah gubuknya itu sudah nyaris roboh sejak setahun belakangan ini lantaran tidak memiliki uang untuk memperbaikinya.
-
Mengapa sulit untuk bertahan hidup di bawah reruntuhan? Sebagian besar operasi penyelamatan dilakukan dalam 24 jam pertama pasca-bencana. Setelah itu, peluang bertahan hidup semakin menurun.
-
Kenapa warga Kampung Teko tetap tinggal di kampung yang tenggelam? Masyarakat di kampung apung disebut tak ingin meninggalkan daerah tersebut karena merupakan tanah kelahiran. Selain itu, alasan lainnya adalah daerah tersebut merupakan tempat mencari nafkah sehingga sulit jika harus pindah ke tempat baru.
-
Kenapa rumah tua itu terbengkalai? Kini rumah tua itu tak ada yang menempati dan terbengkalai.
-
Bagaimana kondisi rumah setelah ambruk? Tampak rumah yang langsung ambruk tak tersisa. Kondisinya pun begitu parah.
-
Bagaimana kondisi sumur tua di rumah itu? Diameter sumur tua itu mencapai 2 meter.
-
Kenapa rumah itu ambruk? Ternyata bangunan tersebut bukan rumah hunian, melainkan kandang hewan yang sudah tak digunakan.
"Gubuk kami memang sudah sangat lama dan sudah lapuk. Kami tidak mampu memperbaiki. Hanya ini yang kami punya, kami pilih bertahan," katanya.
Di tengah kekurangan yang dialami, mereka masih mengasuh dua cucunya. Mereka dititipi dua cucunya karena orang tuanya atau anak pertama Dadong Narsih bekerja jadi buruh di Denpasar.
Sang kakek kini dalam kondisi sakit-sakitan sehingga tumpuan hidup pada si nenek yang bekerja mencari kayu bakar dan kadang mengupas kelapa dengan upah tidak menentu sesuai kemampuan mengupas kelapa.
Rata-rata Ia mendapatkan penghasilan Rp 30 ribu sehari dan itu juga tidak cukup membiayai hidup sehari-hari bersama dua cucunya.
"Kami mencoba bertahan semoga saja tidak semakin roboh. Entahlah, jika roboh dimana kami tinggal bersama cucu," katanya.
Terkait kondisi warga Jembrana tersebut, Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan dikonfirmasi wartawan mengatakan akan mengecek informasi tersebut.
(mdk/hrs)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ada banyak cara bagi seseorang untuk hidup tenang dan bahagia. Misalnya saja seperti yang dilakukan oleh pasangan lansia di Kampung Curug.
Baca SelengkapnyaMirisnya, keduanya tinggal di rumah tua peninggalan sang bekas pejabat desa. Kini, kediaman itu pun nampak kian termakan usia.
Baca SelengkapnyaSudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Baca SelengkapnyaKakek Sanusi kini hanya mengandalkan pemberian tetangga untuk sekedar makan dan bertahan hidup.
Baca SelengkapnyaPasangan tersebut tinggal di rumah yang terbuat dari tiang kayu dan berdinding bambu dengan kondisi yang sudah rapuh.
Baca SelengkapnyaDi tengah-tengah masyarakat yang hidup berkecukupan, ada sebuah perkampungan dengan kondisi begitu miris.
Baca SelengkapnyaSetiap hari, sang istri mengasuh anaknya sambil bersabar menunggu suami pulang berburu ke hutan untuk makan sore ini.
Baca SelengkapnyaSang istri hanya terbaring di lantai dan suaminya duduk dengan badan kurus.
Baca SelengkapnyaUntuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.
Baca SelengkapnyaWalaupun tinggal di tengah hutan, mereka mengaku sudah biasa merasakan kondisi seperti itu.
Baca SelengkapnyaUntuk bisa sampai ke warung itu, pengunjung butuh berjalan kaki selama satu jam melewati jalan menanjak yang curam dan dipenuhi batu.
Baca SelengkapnyaYadi dan Onih jadi salah satu warga Kota Sukabumi yang hidup dalam garis kemiskinan dan membutuhkan bantuan.
Baca Selengkapnya