Kisah pilu bayi pengidap penyakit langka, BPJS ditolak karena telat daftar satu jam
Merdeka.com - Muhammad Alhafizi, bayi berusia 4 bulan yang menderita penyakit langka berupa kulit terkelupas dan memerah ini masih belum sembuh. Ia sempat dirawat di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru selama 8 hari, kartu BPJS yang baru selesai dibuatnya saat membawa sang anak ke Rumah Sakit ditolak petugas administrasi.
Kini, bayi malang itu membutuhkan uluran tangan dan belas kasih dari masyarakat. Sebab, Musdianto (36) sang ayah tidak memiliki pekerjaan tetap. Sehari-hari dia bekerja serabutan dan melakukan pekerjaan jika ada orang yang membutuhkan tenaganya.
Pada Minggu (27/8) sore, merdeka.com mendatangi kediaman bayi tersebut di Desa Lubuk Sakat Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Kondisi rumah Musdianto terlihat sederhana. Tampak sejumlah anak-anak yang datang bersama orangtuanya memberikan uang koin hasil celengan (tabungan) mereka.
-
Bagaimana kondisi bayi tersebut? Dengan suhu badan yang rendah mencapai 35,7 derajat Celsius saat tiba di rumah sakit, si kecil yang mengalami hipotermia dihangatkan dan diberikan pertolongan pertama secara intensif.
-
Apa yang terjadi pada bayi tersebut? 'Tapi bayi itu selamat. Dia sehat,' ungkap Nana Mirdad seraya membagikan cuplikan-cuplikan video penanganan sang bayi oleh tenaga medis di UGD.
-
Siapa yang kesulitan mendapatkan pekerjaan? Indira adalah bagian dari kelompok generasi terbesar di Indonesia, Generasi Z, yang mencakup lebih dari 74 juta orang, atau 27,9 persen dari populasi Indonesia, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012.
-
Apa yang dilakukan Burhan untuk bayi-bayi terlantar? Ia mendirikan Yayasan Rumah Bayi Bali Indonesia pada 28 Mei 2019. Dan baru beroperasi menerima bayi terlantar pada tahun 2022 karena sempat terkendala Pandemi Covid-19.
-
Siapa aja yang susah cari kerja? Salah satu kendala yang banyak dialami pencari kerja adalah kemampuan bahasa Inggris
-
Siapa yang membantu merawat bayi di masyarakat Sunda? indung beurang adalah ibu yang membantu merawat bayi seperti sanak saudara
"Iya ini anak-anak kami bawa ke sini, mau memberikan uang tabungan mereka berupa uang koin. Anak-anak merasa iba melihat bayi ini, tadi disobek kaleng celengan (tabungan)," ujar Elis (39), ibu dari Fiqih, warga Pekanbaru.
Saat ini, bayi Alhafizi atau disapa Fizi masih memerlukan proses perobatan rutin ke RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru. Setelah keluar dari Rumah Sakit tersebut pada Kamis (24/8) lalu, Fizi mulai berangsur sembuh. Namun, baru sehari di rumah, kulitnya kembali mengelupas dan memerah.
"Pihak RSUD bilang, anak saya harus dibawa ke sana lagi, untuk diobati. Karena ini belum sembuh total, mudah-mudahan BPJS-nya tidak ditolak lagi," kata Musdianto.
Sebab, saat keluar dari RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru tersebut, petugas Administrasinya menolak kartu BPJS Musdianto hanya gara-gara terlambat satu jam menyerahkannya.
Alhafizi dimasukkan dalam kategori pasien umum.
Sehingga, Musdianto, ayah bayi tersebut diminta biaya Rp 11 juta agar diperbolehkan pulang setelah perawatan anaknya selesai.
rumah bayi idap penyakit langka di pekanbaru ©2017 Merdeka.com/abdullah sani
"Saya tunjukkan kartu BPJS itu ke bagian Administrasi RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru namun mereka bilang tidak berlaku. Karena saya telat satu jam, harusnya jam 3 sore kemarin, tapi saya serahkan jam 4," ucap Musdiyano.
Musdianto sempat bermohon agar RSUD Arifin Ahmad memberikan keringanan dengan menerima kartu BPJS yang baru dibuatnya saat bayi dirawat ke rumah sakit. Ketika itu, jarum jam menunjukkan pukul 16.00 Wib.
"Bagian pendaftaran itu bilang ke saya, orang bagian administrasinya sudah pulang jam 3 sore. Seharusnya saya datang sebelum jam itu kata mereka, tapi saya waktu itu masih kalut menjaga anak saya, makanya telat satu jam. Ya tidak diterima BPJS saya," keluhnya.
Akhirnya, Musdianto dan istrinya diminta untuk meninggalkan Kartu Tanda Penduduk di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, sebagai jaminan agar kembali lagi untuk membayar biaya rumah sakit.
"Kata pihak rumah sakit, anak saya termasuk pasien umum, jadi harus bayar Rp 11 juta. Karena belum ada uang jadi pulang saja dulu kata pihak RS, tapi KTP saya ditahan," kata Musdianto.
Selanjutnya, sejumlah pejabat Dinas Kesehatan Provinsi Riau mendatangi kediaman Musdianto untuk memberikan KTP tersebut. Itu dilakukan setelah sejumlah media ramai memberitakan pihak RSUD Arifin Ahmad yang menahan KTP Musdianto dan istrinya.
"Saat pertama kali anak saya masuk rumah sakit, banyak kawan-kawan wartawan datang. Melihat dan meliput penyakit anak saya ini, lalu pejabat berdatangan, ada Pak Gubernur Riau (Arsyadjuliandi Rahman)," jelas Musdianto.
Namun, meski kedatangan Gubernur Riau membuat Musdianto senang, pihak rumah sakit tidak merespon perintah kepala daerah tersebut. Andi Rahman, sapaan akrab gubernur sempat memerintahkan agar Kepala RSUD Arifin Ahmad, Nuzelly, memperhatikan bayi itu beserta proses administrasinya.
"Ya pak Gubernur datang hanya lihat-lihat saja (tidak membantu dana). Pak Gubernur sempat bilang ke direktur Rumah Sakit, untuk membantu saya. Tapi tetap saja diminta biaya rumah sakit Rp 11 juta," ucap Musdianto.
Setelah ramai diberitakan media massa, manajemen RSUD Arifin Achmad Pekanbaru akhirnya menyatakan semua biaya yang menjadi beban pasien atas nama M Alhafizi menjadi tanggungjawab Pemerintah Provinsi Riau.
"Biaya pengobatan Alhafizi sebesar Rp 11 juta ditangani lewat skema Jamkesda (Jaminan kesehatan daerah). Jadi rumah sakit tidak akan lagi menagih ke keluarga pasien M Alhafizi," Direktur RSUD Arifin Achmad, Dr Nuzelly Husnedi dalam siaran persnya yang diterima merdeka.com, Minggu (27/8).
Terkait ini, Nuzelly menegaskan pembiayaan bayi ini bukan ditanggung BPJS. Melainkan menjadi beban Pemerintah Provinsi Riau melalui skema pembiayaan Jamkesda tersebut. Sebelumnya, Musdianto (36), ayah bayi tersebut menyatakan BPJS yang dimilikinya ditolak RSUD karena terlambat satu jam.
Namun, Nuzelly berkilah, RSUD Arifin Achmad tidak pernah menolak pasien untuk menjalani perawatan di rumah sakit pemerintah ini. Nuzelly menambahkan, secara klinis respon perbaikan penyakitnya cukup baik dan relatif cepat.
Dia pun mengingatkan kepada Musdianto, agar tidak lupa menjalankan anjuran dokter yang merawat bahwa pasien perlu kontrol kembali untuk melihat perkembangan penyakitnya.
"Pasalnya penyakit ini berhubungan dengan genetika yang pada kondisi tertentu bisa muncul kembali. Jadi perlu kontrol teratur agar tidak terulang keterlambatan seperti sebelumnya. Kalau kontrol lagi dan perlu perawatan intensif menginap juga gratis karena pasien sudah mengantongi kartu KIS atau JKN dari BPJS," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Mimi Nazir mengatakan, dia sudah menyambangi kediaman bayi Alhafazi di Kecamatan Perhentian Raja, Kampar pada Sabtu, (26/8) untuk mengembalikan Kartu Tanda Penduduk Musdianto dan istrinya Dewi Lestari (34).
Sebab sebelumnya, KTP suami istri itu ditahan RSUD Arifin Ahmad lantaran tidak sanggup membayar biaya sebesar Rp 11 juta. BPJS yang mereka miliki ditolak rumah sakit, lantaran telat 1 jam dan petugas bagian administrasinya beralasan sudah terlalu sore.
"Kami sudah menyerahkan KTP orangtua dari Alhafizi yang sebelumnya ditinggalkan di RSUD sebagai jaminan. Kami kembalikan KTP tersebut kepada orangtuanya agar tidak menjadi beban karena segala pembiayaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi," ujar Mimi.
Baca juga:
Balita Hafiz idap penyakit langka, kulitnya melepuh dan mengelupas
Kena penyakit langka, rambut bocah ini tak bisa disisir
Bocah menderita kelainan kelamin di Sumsel jalani operasi perdana
Kisah Citra & Gita hidup tersiksa malah akan digugat pengurus panti
Ironisnya apartemen peti mati kaum kelas bawah Hong Kong
Derita Anik wanita paruh baya tinggal di tempat pembuangan sampah (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hanya dapat 15 ribu rupiah sehari dan harus nafkahi lima orang anak, perjuangan pria ini bikin haru.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan pemuda Garut yang terlantar di Bali.
Baca SelengkapnyaSeorang pria dengan akun @ipan.ib mengunggah kegiatannya setelah sahur.
Baca SelengkapnyaViral momen polisi cegar difabel yatim piatu jalan kaki dari Bojonegoro ke Jember. Kisahnya bikin haru.
Baca SelengkapnyaWawan menceritakan kronologi berawal saat dirinya mendapatkan orderan makanan di RSUP Tadjuddin Chalid.
Baca SelengkapnyaSeorang bayi bernama Aditya harus mengalami masalah kesehatan yang hampir merenggut nyawanya.
Baca SelengkapnyaIa memperlihatkan video saat anaknya sedang diperiksa dokter di rumah sakit.
Baca SelengkapnyaKisah pemuda yatim piatu ditolong polisi baik dan diberi pekerjaan.
Baca Selengkapnya"Kemarin habis kecelakaan, tangan belum begitu kuat buat bawa motor, bapak selalu jemput aku bahkan 1 jam sebelum pulang kantor."
Baca SelengkapnyaKondisi dua balita yang ayahnya simpan jasad bayi dalam freezer.
Baca SelengkapnyaKisah haru pengamen yang bekerja untuk beli kantung BAB untuk bayinya yang baru saja lahir tanpa anus.
Baca SelengkapnyaSeorang pemulung asal Palembang harus hidup di jalan padahal memiliki keluarga yang kaya raya.
Baca Selengkapnya