Kisah pilu pelajar SD di pedalaman Borneo
Merdeka.com - Dalam keterbatasan anak-anak ini masih punya mimpi. Keadaan tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap bersekolah. Meski sampai detik ini perhatian masih sangat minim diberikan.
Seragam bocah-bocah ini lusuh. Warnanya sudah menguning. Tak lagi putih seperti dipakai pelajar di kota-kota besar. Coba tengok ke bawah. Celana sudah tak bisa dikancing. Kaki mereka dekil, hanya sandal butut sebagai pelindung. Boro-boro berpikir beli sepatu.
Sekarang lihat yang mereka tenteng. Hanya kantong kresek. Anak-anak ini tak memiliki tas. Alat tulis, buku pun harus berbagi satu sama lain saat belajar.
-
Mengapa sepatu bocah itu tetap utuh? Kondisinya masih utuh karena tertimbun garam. Garam memiliki kemampuan higroskopi yaitu mampu menyerap molekul air, sehingga ketika air bertemu dengan kulit, garap akan menyerap kelembaban pada kulit tersebut dan mengeringkannya secara efektif.
-
Kenapa baju seragam anak-anak Pasha & Adelia kusut? Pakaiannya kok pada kusut ya, padahal enggak pakai ikat pinggang.
-
Siapa yang pakai kerudung SMP? “Belum beli. Jadi pakai kerudung SMP dulu dan sekolah membolehkan,“ kata Echa Putra Azzahra, salah seorang siswi yang memakai kerudung SMP.
-
Bagaimana sepatu anak laki-laki bisa jadi stylish? Artikel ini akan menjelaskan 10 rekomendasi sepatu anak laki-laki yang tidak hanya menggambarkan gaya yang keren tetapi juga bersahabat dengan kantong.
-
Kenapa sepatu anak perempuan untuk sekolah harus hitam? Khususnya untuk anak-anak sekolah, penting untuk mematuhi kebijakan yang berlaku di sekolah mereka. Umumnya, sekolah-sekolah di Indonesia mengharuskan siswa-siswinya menggunakan sepatu berwarna hitam yang sederhana, seperti model velcro, slip on, atau sepatu dengan tali.
-
Kapan sepatu anak laki-laki dibutuhkan? Dengan desain serbaguna, sepatu ini cocok digunakan anak di berbagai situasi, mulai dari kegiatan sekolah, olahraga, hingga saat bersantai.
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
Mau tahu bagaimana pelajar ini sampai sekolah? Dengan berjalan kaki. Jarak tempuhnya tentu berbeda-beda. Terjauh ada yang sampai 45 menit. Bayangkan anak sekecil itu harus menembus hutan di pedalaman dengan jalan berbukit. Belum lagi medan berlumpur.
Kisah pilu ini diceritakan oleh seorang guru. Namanya Anggit Purwoto. Sudah tujuh bulan Anggit mengabdi dari satu tahun masa tugas. Dia ikut program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM3T) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
SDN 04 terletak di Desa Sungkung, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Berbatasan dengan Malaysia. Butuh waktu kurang lebih dua hari dari Bengkayang ke desa dengan jalur darat. Jika cuaca buruk tentu sampainya lebih lama lagi.
"Saya sampaikan ke anak-anak untuk fokus belajar jangan pedulikan kondisi. Tetap semangat menatap masa depan. Mereka punya mimpi," kata Anggit saat berbincang dengan merdeka.com, Minggu (2/4).
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
Di desa itu ada 4 SD, 1 SMP dan 1 SMA. Semuanya berada dalam satu kompleks. Jaraknya tidak terlalu jauh. Untuk SD jam masuk sekolah pukul 07.00 WIB sampai 11.00 WIB. Kadang banyak siswa sampai di sekolah sudah kelelahan.
Anggit sendiri sebenarnya ditugaskan mengajar di SMA bersama dua rekannya. Dua lainnya di SMP. Disayangkan Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang tak menempatkan para sarjana pendidikan ini di tingkat sekolah dasar.
Tak ada guru tetap di sana. Sering kali kelas kosong. Biasanya, kata Anggit, kebanyakan guru mengajar selama dua minggu dalam sebulan. Sisanya libur. Kondisinya ini tak dipersoalkan karena rata-rata guru dari kota dan sudah berkeluarga.
"Makanya saya berinisiatif, sukarela mengajar di SD," kata jebolan Universitas Muhammadiyah Purwokerto itu. Pria 23 tahun ini mengajar IPA, menulis, baca, hitung dan bernyanyi.
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
Menurut Anggit, tak hanya siswa, kondisi bangunan sekolah juga memprihatinkan. Namun yang paling dibutuhkan adalah seragam layak dan alat tulis. Total ada 135 pelajar, 59 laki dan 66 perempuan.
"Kondisinya sangat membutuhkan. Ketika pelajaran tidak punya pensil karena kebutuhan pokok mahal," ungkapnya.
Waktu belajar siswa juga terbatas. Ketika langit gelap sudah tak ada lagi penerangan. Listrik belum masuk. Panel surya menjadi solusi. Tapi tidak bisa menjangkau seluruh kebutuhan.
Dia berharap pemerintah daerah sampai pusat tergerak. Anak-anak ini adalah generasi penerus bangsa. Mereka punya hak untuk memperoleh pendidikan layak.
"Perhatikan pendidikan di pedalaman. Ibaratnya 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia' benar ada. Tidak hanya di satu pulau saja," harap Anggit. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tidak ada bangku membuat para siswa harus duduk di lantai dan menunduk saat menulis materi pelajaran.
Baca SelengkapnyaBanyak dari siswa baru yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah yang tidak mampu membeli seragam baru.
Baca SelengkapnyaBegini penampakan bangunan SMA di Alor yang sangat menyedihkan dan penuh keterbatasan.
Baca SelengkapnyaBeda zaman beda gaya, begini potret anak SD, SMP, SMA era 80-90an. Jadul abis!
Baca SelengkapnyaTerungkap siswa tersebut bernama Muh Firdaus (7) dari SD Inpres Desa Kuo, Kecamatan Pangale, Kabupaten Mamuju Tengah.
Baca SelengkapnyaBanyak cerita lucu yang melibatkan selebriti Indonesia dan keluarga mereka, salah satunya adalah kisah anak dari Hesti Purwadinata.
Baca SelengkapnyaViral perjuangan siswa di Samosir harus berjalan kaki menuju sekolah dalam keadaan hari masih gelap.
Baca SelengkapnyaKarena kekurangan ruangan kelas sehingga harus digunakan bangunan yang tidak layak tersebut
Baca SelengkapnyaKondisi Sungai Ciliwung mengalami penyusutan drastis akibat musim kemarau yang dipengaruhi fenomena El Nino.
Baca SelengkapnyaAnak-anak terpaksa digendong warga agar sepatu dan baju mereka tidak basah saat melintasi sungai Regoyo.
Baca SelengkapnyaDiduga, gedung ambruk karena usia bangunan yang sudah tua.
Baca SelengkapnyaSiswa SD Negeri Bugel Kulon Progo harus rela mengungsi ke rumah warga karena sekolahnya terdampak pembangunan JJLS.
Baca Selengkapnya