Kisah pilu dua bocah, ditinggal ibu dan diasuh tante gangguan jiwa
Merdeka.com - Kisah dua bocah yakni Marcel (3) dan kakaknya Soni (14), menyita perhatian masyarakat. Keduanya tinggal dalam rumah yang kondisinya memprihatinkan di Perumahan Bugel Mas Indah, Blok D2, RT 005/05, Kelurahan Bugel, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang.
Sehari-hari, Soni harus menjaga dan menghidupi adiknya. Kedua bocah ini tidak lagi tinggal dengan ibunya, Mariska, yang meninggalkan mereka setelah menikah lagi dengan lelaki lain. Sementara ayahnya sudah meninggal dunia dua tahun lalu akibat komplikasi penyakit. Yang membuat pilu, Soni dan Marcel tinggal dengan tantenya, Desi (31) yang diduga memiliki gangguan kejiwaan.
"Informasi yang kami terima, anak anak itu tinggal bersama dengan tantenya. Tapi tantenya diindikasi sedikit mengalami gangguan jiwa," ujar Kepala Dinas Sosial Kota Tangerang Rahmat Hadis, Rabu (4/1).
-
Kenapa anak ini harus kerja? Di usianya masih masih belia, RA yang duduk di kelas 6 Sekolah Dasar (SD) ini harus merasakan kerasnya hidup. Ia harus menjadi tulang punggung keluarga dan merawat orang tuanya.
-
Dimana anak ini bekerja? Tiga anak berdiri di persimpangan sudut Jalan Taman Siswa, Yogyakarta.
-
Siapa yang memberikan santunan? 'Hari ini saya sudah berikan santunan kepada ahli waris dan kami juga memberikan kepada korban yang suaminya meningal dunia untuk dimasukkan ke dalam daftar nama penerima bantuan sosial,' tuturnya saat meninjau langsung lokasi kejadian pada Kamis, (14/3) malam.
-
Bagaimana anak ini mencari uang? Mampu mengumpulkan uang hingga Rp150 ribu untuk digunakan membantu orang tua yang berprofesi sebagai nelayan.
-
Siapa yang sering merasakan beban tanggung jawab anak sulung? Sebagai anak pertama, mereka sering diberikan tanggung jawab lebih besar, seperti menjaga adik-adik, membantu pekerjaan rumah, atau menjadi perantara antara orang tua dan adik-adik.
-
Apa sifat anak sulung yang membuat mereka sulit beradaptasi? Anak sulung cenderung kurang fleksibel. Karena kebiasaan mereka yang mandiri dan perfeksionis, mereka cenderung sulit beradaptasi dengan perubahan atau kehilangan kendali atas situasi tertentu.
Soni terpaksa putus sekolah demi menjaga dan mencari nafkah untuk Marsel, adiknya yang paling kecil. Marsel merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Dua adiknya yang lain dibawa ibunya, Mariska. Dengan tegar Soni menceritakan kisah hidupnya bersama sang adik yang masih balita. Dia rela kerja dengan bayaran tak seberapa demi hidup sang adik.
"Ibu pergi sudah setahun. Tapi masih suka datang, cuma jarang jarang. Saya kerja di warung kopi, sehari dapat Rp 10.000. Ada tante juga di rumah," ucap Soni pelan.
Jauh di dalam lubuk hatinya, Soni mengharapkan kehadiran sang ibu. Soni sangat berharap sang ibu membawanya dan Marcel untuk tinggal bersama-sama. Soni tak tahu alasan ibunya meninggalkannya dan Marcel. "Pengen ibu datang jemput dan hidup bareng-bareng," katanya lirih.
Kisah pilu kedua bocah ini datang dari tetangga mereka, Teti. Sejak balita, Marcel kerap mengalami kekerasan oleh tantenya. "Tantenya stres sudah lama, suka ngamuk-ngamuk sendiri. Marcel pernah diangkat-angkat kakinya, dipelintir-pelintir, dibawa dan digeletakkan begitu saja di jalan," katanya.
Karena diperlakukan demikian, kondisi fisik Marcel mengalami gangguan. Dia tidak bisa jalan dan bicara. Dia cuma bisa memberikan isyarat lewat tangan jika menginginkan sesuatu.
"Kalau jalan, dia harus merangkak. Kakinya agak bengkok, mungkin karena pernah dipelintir," tambah Teti.
Untuk bertahan hidup, kedua bocah ini mengandalkan bantuan tetangga. Kadang warga memberi makan dan memandikannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan tantenya. Sebab, tantenya kerap mengamuk tanpa alasan jelas.
"Ya kalau makan dia suka ke rumah tetangga. Kadang suka sedih, melihat pakaiannya kotor, tidak mandi berhari-hari. Biaya listrik dan air juga ditanggung warga lewat khas RT," katanya.
Warga bukannya tidak bertindak dengan kondisi kedua bocah yang memprihatinkan. Salah satu tetangga, Agus mengatakan, hal ini pernah dilaporkan ke Kelurahan dan Dinas Sosial. Marcel sempat dibawa pegawai dinas sosial dan dirawat di rumah sakit. Namun dikembalikan lagi ke rumah.
"Sudah berkali-kali dilaporin, cuma dirawat sebentar. Tidak ada kelanjutannya. Malah dibalikin lagi, sudah tahu kondisinya begini," katanya.
Kini, keduanya sudah dibawa Dinas Sosial ke rumah singgah. Untuk sementara, keduanya diasuh dan tinggal di sana. Hidup mereka kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ditinggal orangtua, dua bocah ini harus tinggal sebatang kara. Aksi kakak rawat adik seadanya begitu menyayat hati.
Baca SelengkapnyaBerikut kisah Ayu gadis 11 tahun yang rela jualan gorengan di sekolah demi hidupi Ibu ODGJ dan sang nenek.
Baca SelengkapnyaDua kakak beradik itu pun bertahan hidup dengan memprihatinkan.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, keluarga korban dua balita ini berada di Solo dan satu lagi di Papua.
Baca SelengkapnyaBocah Papua harus rela tinggal berdua dengan adiknya selama berbulan-bulan karena orang tua mereka bekerja mencari kayu gaharu di tengah hutan.
Baca SelengkapnyaSang ibunda sempat pamit untuk pergi bekerja. Ibunya juga berjanji akan segera pulang jika pekerjaannya telah selesai.
Baca SelengkapnyaSepeninggal ayah berpulang, keduanya terpaksa menjadi tulang punggung.
Baca SelengkapnyaKisah seorang wanita lansia asal Purworejo benar-benar membuat siapapun yang membaca akan mengelus dada.
Baca SelengkapnyaSetelah tak ada kabar, keluarga melapor ke polisi. Mereka mengirim pesan singkat agar orangtua tidak mencari karena mengaku sudah bahagia.
Baca SelengkapnyaSementara diketahui balita MFW dan RC sudah dititipkan ke pelaku ADT dan TAS sejak sebulan terakhir.
Baca SelengkapnyaSariyani (62) hidup dengan begitu pilu. Di usianya yang kini telah senja, dia tak lagi hidup bersama sang suami sejak belasan tahun yang lalu.
Baca SelengkapnyaKisah pilu nenek berusia 66 tahun hidupi dua cucu seorang diri.
Baca Selengkapnya