Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kisah Sultan Hamid II, pemberontakan menteri pembuat garuda

Kisah Sultan Hamid II, pemberontakan menteri pembuat garuda Sultan Hamid II. ©2013 Merdeka.com

Merdeka.com - Sultan Hamid II adalah seorang menteri di Kabinet Indonesia Serikat (RIS). Dia berjasa menciptakan lambang Garuda Pancasila yang menjadi lambang negara Indonesia. Kenapa Sultan Hamid II akhirnya memberontak?

Banyak yang menilai Sultan Hamid II tidak puas dengan jabatan yang diberikan Soekarno. Dia hanya menteri tanpa portofolio yang bertugas menyiapkan acara kenegaraan dan lambang negara.

Hamid yang mantan opsir Belanda ini ingin menjadi menteri pertahanan Republik Indonesia Serikat. Hamid adalah perwira lulusan Akademi Militer Belanda di Breda. Dia kemudian diangkat menjadi jenderal mayor, pangkat tertinggi bagi perwira pribumi di Tentara Hindia Belanda atau Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL). Dia memang mengakui sangat tertarik dengan bidang kemiliteran.

Bandingkan dengan Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang yang berasal dari Akademi Militer Belanda di Bandung. Atau Nasution yang lulusan Sekolah Perwira Cadangan Tentara Belanda. Sebagai lulusan Breda dan mantan tentara Hindia Belanda, tentu Hamid merasa layak menduduki posisi menteri pertahanan saat itu.

Dalam pledoinya di muka persidangan, Sultan Hamid II mengaku awalnya memang berharap untuk menduduki posisi menteri pertahanan. Namun dia menambahkan bisa menerima alasan dirinya tidak dipilih karena latar belakangnya sebagai perwira KNIL yang tak diterima oleh pihak Republik.

Diakui Hamid justru masalah yang mengusiknya adalah soal pemerintah RIS yang dinilainya tidak menepati janji saat berniat menggabungkan TNI dan KNIL dalam tentara Republik Indonesia Serikat. Opsir TNI diberi jabatan komando, sementara mantan tentara Belanda atau KNIL hanya mendapat tugas di belakang meja.

Begitu juga dengan rencana pengiriman TNI ke Kalimantan Barat yang dinilainya tidak tepat. Masalah peleburan TNI dan KNIL ini memang menimbulkan pemberontakan di sejumlah daerah karena ketidakpuasan sejumlah pihak.

Saat ditawari Westerling bergabung, Sultan Hamid II yang awalnya ragu kemudian setuju. Westerling kemudian membentuk Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Anggotanya berasal dari Pasukan KNIL yang tak mau bergabung dengan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).

APRA pimpinan Westerling menyerang Bandung. Mereka membunuh dengan kejam para prajurit Siliwangi. Namun aksi ini tak berlangsung lama. Dalam waktu singkat, gerakan APRA bisa ditumpas oleh TNI. Niat mereka untuk melakukan kudeta ke Jakarta gagal karena suplai senjata yang mereka tunggu tak kunjung datang. Perlawanan ini dipatahkan di Cianjur dan Cikampek oleh TNI.

Maka Westerling dan Hamid menyusun rencana untuk menyerang sidang Kabinet RI di Jl Pejambon, Jakarta Pusat, tanggal 24 Januari 1950. Target yang akan dibunuh adalah Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekjen Kementerian Pertahanan Ali Budiarjo dan Kepala Staf Angkatan Perang, TB Simatupang.

Penyerangan direncanakan pukul 19.00 WIB. Westerling bersama satu truk pasukannya telah siap. Namun saat dia hendak menyerang, ternyata Sidang Kabinet sudah bubar sekitar pukul 18.35 WIB. Sultan HB IX, Ali Budiarjo dan TB Simatupang serta semua pejabat penting RI sudah meninggalkan Jalan Pejambon.

Rencana pembunuhan ini gagal. Westerling kemudian melarikan diri. Sementara Sultan Hamid II berhasil ditangkap di Hotel Des Indes beberapa waktu kemudian.

Sultan Hamid II sendiri membantah terlibat atau ikut campur dalam aksi militer APRA di Bandung. Dengan tegas dia menyebut aksi ini inisiatif Westerling.

Rencana membunuh Sultan HB IX adalah akhir petualangan Westerling di Indonesia. Dia kemudian dilarikan dengan pesawat Angkatan Laut Belanda ke Singapura, lalu ke Eropa dan akhirnya sampai ke Belanda.

Sementara Sultan Hamid II diadili tahun 1953. Pembelaan dirinya ditolak. Pengadilan mengganjarnya dengan hukuman 10 tahun penjara dengan tudingan makar. Hukuman ini dipotong masa tahanan tiga tahun.

Dalam penutup pledoinya, Sultan Hamid II menerima siap menerima putusan hakim dan mengaku siap memberikan sumbangsihnya untuk negara apabila kelak dibutuhkan.

"Saya akhiri pembelaan saya dengan menyatakan, bahwa saya tetap merasa berbahagia sebagai putera Indonesia, yang telah mendapat kehormatan sebesar-besarnya untuk dapat turut serta di dalam perjuangan mencapai kemerdekaan bagi nusa dan bangsa.

Bagaimanapun bunyinya putusan Mahkamah Agung nanti, apakah saya akan bebas ataupun akan dijatuhi hukuman, tenaga saya tetap saya sediakan, apabila kelak negara membutuhkannya. Dengan uraian-uraian di atas, nasib saya sekarang saya serahkan kepada Mahkamah Agung dengan penuh kepercayaan."

Sementara jasanya menciptakan Burung Garuda tak tertulis dalam buku sejarah selama puluhan tahun. (mdk/did)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Divonis Lima Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta
Mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Divonis Lima Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta

Majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan.

Baca Selengkapnya
Eks Dirut Garuda Indonesia Dituntut 8 Tahun Atas Pengadaan Pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600
Eks Dirut Garuda Indonesia Dituntut 8 Tahun Atas Pengadaan Pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600

Jaksa juga mengenakan biaya pengganti kepada Emirsyah sebesar USD 86.367.019.

Baca Selengkapnya
Kasus Korupsi BTS Bakti Kominfo, Galumbang Menak Dituntut 15 Tahun Penjara
Kasus Korupsi BTS Bakti Kominfo, Galumbang Menak Dituntut 15 Tahun Penjara

Selain tindak pidana, jaksa juga menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Ruang Sidang Gaduh Usai Haris Azhar Dituntut Empat Tahun Penjara Kasus 'Lord Luhut'
VIDEO: Ruang Sidang Gaduh Usai Haris Azhar Dituntut Empat Tahun Penjara Kasus 'Lord Luhut'

Usai pembacaan tuntutan, pendukung Haris Azhar maupun Fathia berteriak gaduh.

Baca Selengkapnya
Muhammad Hatta, Mantan Anak Buah SYL di Kementan Tetap Divonis 4 Tahun Penjara
Muhammad Hatta, Mantan Anak Buah SYL di Kementan Tetap Divonis 4 Tahun Penjara

Pengadilan tinggi menyatakan pidana yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama kepada Muhammad Hatta telah sesuai.

Baca Selengkapnya
Menteri Soebandrio, Batal Dieksekusi Mati Usai G30S/PKI Karena Ditolong Ratu Elizabeth dan Presiden AS
Menteri Soebandrio, Batal Dieksekusi Mati Usai G30S/PKI Karena Ditolong Ratu Elizabeth dan Presiden AS

Soebandrio akan ditembak mati empat hari setelah Letkol Untung, pimpinan G30S/PKI dieksekusi.

Baca Selengkapnya
Cerita Buya Hamka di Penjara pada Masa Sukarno
Cerita Buya Hamka di Penjara pada Masa Sukarno

Buya Hamka merupakan seorang ulama, aktivis politik, dan sastrawan.

Baca Selengkapnya
Putusan Kasasi MA Surya Darmadi: Penjara Tambah 1 Tahun, Uang Pengganti Dikurangi Rp40 Triliun
Putusan Kasasi MA Surya Darmadi: Penjara Tambah 1 Tahun, Uang Pengganti Dikurangi Rp40 Triliun

Jaksa menyebut, Surya Darmadi memperkaya diri sendiri sebesar Rp7.593.068.204.327 atau Rp7,59 triliun dan US$7.885.857,36.

Baca Selengkapnya
Hukuman Diperberat, SYL Tunggu Bukti Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Baru Ambil Langkah Hukum
Hukuman Diperberat, SYL Tunggu Bukti Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Baru Ambil Langkah Hukum

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru memperberat pidana penjara Syahrul Yasin Limpo dari semula 10 tahun menjadi 12 tahun.

Baca Selengkapnya
Pakar Hukum soal PK Mardani H Maming Dikabulkan: MA Tidak Sesangar Dulu
Pakar Hukum soal PK Mardani H Maming Dikabulkan: MA Tidak Sesangar Dulu

Dalam putusannya, MA mengabulkan permohonan PK, namun tetap menyatakan Mardani H Maming bersalah dan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.

Baca Selengkapnya
Selain Vonis Diperberat, SYL Juga Wajib Bayar Uang Pengganti Rp44 Miliar
Selain Vonis Diperberat, SYL Juga Wajib Bayar Uang Pengganti Rp44 Miliar

SYL terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Baca Selengkapnya
Dinilai Sopan Selama Sidang, Emirsyah Satar Divonis 5 tahun Penjara, Lebih Rendah dari Tuntutan JPU
Dinilai Sopan Selama Sidang, Emirsyah Satar Divonis 5 tahun Penjara, Lebih Rendah dari Tuntutan JPU

Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.

Baca Selengkapnya