Kisah Tan Malaka 20 hari digempur ombak Selat Malaka
Merdeka.com - Tan Malaka memutuskan meninggalkan Singapura pada 1942 setelah tentara fasis Jepang berhasil merebut Singapura dari tentara Inggris. Tan Malaka yang menjadi buruan agen negara imperialis itu memutuskan pergi ke Penang dan kemudian ke tanah air yang sudah 20 tahun ditinggalkannya karena diusir oleh penjajah Belanda.
Namun, perjalanannya dari Penang menuju Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, pada pertengahan bulan Mei 1942, tidaklah mudah. Bapak Republik Indonesia itu bahkan menceritakan pengalaman tegangnya menyeberangi lautan hanya dengan menumpangi tongkang dalam biografinya 'Dari Penjara ke Penjara Jilid II.'
Jangan bayangkan tongkang yang dinaiki oleh Tan adalah kapal besar. Kapal yang dikemudikan oleh orang Tionghoa itu hanya sebuah kapal kecil.
-
Apa itu Bakar Tongkang? Ritual ini seiring berjalannya waktu berubah menjadi sebuah festival yang dihadiri oleh masyarakat lokal maupun para wisatawan dari dalam dan luar negeri. Momen festival Bakar Tongkang sangatlah ditunggu-tunggu, pasalnya seluruh masyarakat akan tumpah ruah di satu tempat sambil membawa kapal tongkang dalam berbagai ukuran, lalu dibakar.
-
Kenapa kapal terlihat melayang? Sering kali, ilusi Fatamorgana menghasilkan gambar yang terbalik yang menampilkan penampakan aneh saat berada di laut.
-
Kenapa kapal itu tenggelam? Namun saat berada di 52 NM dari Pelabuhan Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar, kapal tersebut dihantam cuaca buruk. 'Kapal yang berpenumpang 37 orang dan bermuatan ikan ini dikabarkan terbalik saat mengalami cuaca buruk di Perairan Selayar,' ujarnya melalui keterangan tertulisnya, Selasa (12/3).
-
Kenapa kapal Kanaan itu tenggelam? 'Kapal tersebut tampaknya tenggelam dalam kondisi kritis. Kemungkinan karena badai atau upaya serangan pembajakan di Akhir Zaman Perunggu.'
-
Apa rumah masa kecil Tan Malaka? Berbentuk Rumah Gadang Mengutip dari beberapa sumber, rumah masa kecil Tan Malaka ini berdiri gagah jauh dari permukiman warga di Limapuluh Kota tersebut berbentuk Rumah Gadang atau rumah tradisional masyarakat Minangkabau.
-
Dimana kapal melayang terlihat? Sebuah kapal muatan barang besar bernama Achilleas terlihat melayang di lepas pantai Yunani ketika melakukan pelayaran di antara pulau Yunani.
Jika dalam kondisi normal, tongkang biasanya dinaiki sebanyak 20 orang. Namun kala itu tongkang memuat 40 orang. Tan tak ingat persis nama tongkang yang ditumpanginya. Ia hanya ingat namanya Tongkang Hongkang.
Tan benar-benar merasakan bagaimana penuhnya tongkang tersebut. Semua saling berdempet-dempetan karena di kapal tersebut benar-benar penuh.
Setelah naik, Tan bersama penumpang lainnya langsung berburu tempat di bawah geladak atau dek. Saking banyaknya orang, hawa di bawah dek sangat panas. Keringat Tan pun bercucuran. Di bawah dek gelap jika malam hari.
"Lantaran banyaknya manusia, kami merasa senang karena dapat menyeberang menuju ke tempat yang baru," kata Tan.
Tan begitu gembira setelah sebelumnya malang melintang di Singapura hingga menyeberang ke Penang. Di tongkang, Tan bertemu banyak penumpang dari berbagai negara. Ada Indonesia, Tionghoa, dan Hindu atau India. Dalam kapal, Tan banyak bertanya, mengapa orang India enggan berdekatan dengan orang India sendiri. Alasannya, mereka bukan 'bangsanya'.
Tan tak langsung percaya begitu saja. Ia kemudian menyelidiki sendiri. Ternyata, di sana terdapat lebih 3.000 kasta berbeda. Di situlah baru diketahui terjadinya perbedaan. Tapi bagi Tan, perbedaan itu bukan karena kasta.
"Perpecahan itu bukan disebabkan oleh perbedaan kasta, melainkan oleh perbedaan agama Hindu dan Islam," ujarnya.
Ada juga penumpang lain tak mau berdekatan, padahal warna kulit dan bentuk muka mirip. Tan menyebutnya bagaikan kucing dan tikus, saling bermusuhan.
Terlepas dari itu semua, Tan melihat ada rasa persaudaraan saat tongkang diterjang topan. Mereka bahu-membahu menurunkan layar agar kapal tidak terguling. Selat Malaka yang dilalui kapal kecil itu bukanlah laut tenang.
"Apalagi kalau menghadapi angin topan dan bahaya, manusia itu merapatkan diri satu dengan yang lainnya," katanya.
Perjalanan Tan selama 20 hari terombang-ambing ombak laut memberikan banyak pelajaran. Salah satunya muncul rasa persaudaraan dan saling membantu. Mereka semua merapatkan barisan ketika ada persoalan seperti saat topan mengombang-ambingkan Tongkang Hongkang.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut video pelaut Indonesia yang membongkar kejanggalan pelayaran Rohingya ke Tanah Air.
Baca SelengkapnyaKapal yang memuat 40 ton beras dan 30 tabung elpiji tenggelam usai dihantam ombak saat berada di Perairan Selayar.
Baca SelengkapnyaMenurut tutur pitutur sejarah, kapal-kapal buatan Dasun terkenal akan kualitasnya. Bahkan, kemampuan berlayar bisa hingga lintas benua di Brazil.
Baca SelengkapnyaBegini penampakan bagian dalam kapal pengungsi Rohingya di pesisir pantai Aceh.
Baca SelengkapnyaCerita rakyat pendek bisa Anda berikan kepada si kecil sebagai dongeng pengantar tidur.
Baca SelengkapnyaKapal yang ditangkap berkapasitas di bawah lima Gross tonnage (GT) dan alat tangkap yang digunakan pancing.
Baca SelengkapnyaSebanyak 11 anak buah kapal (ABK) akhirnya ditemukan selamat setelah sempat terombang-ambing di Selat Malaka. Mereka ditemukan nelayan yang melintas.
Baca SelengkapnyaDaya tampung ojek perahu yang tenggelam idealnya ditumpangi 14-15 orang. Tetapi pada saat kejadian peristiwa diisi 40 lebih orang penumpang.
Baca SelengkapnyaKonon pulau ini tidak ditemukan, namun akibat sebuah peristiwa yang luar biasa, Pulau Si Kantan ini muncul.
Baca SelengkapnyaSeorang kru yang selamat mengaku sempat melihat temannya meninggal dunia di tengah lautan
Baca SelengkapnyaUpaya pencurian itu terjadi saat kapal lego jangkar di perairan Dumai
Baca SelengkapnyaPenampilan kuli panggul itu berjubah dan mengenakan sorban berwarna merah putih.
Baca Selengkapnya