Kisah Tan Malaka dipenjara di Hong Kong ditertawai intel Belanda
Merdeka.com - Tan Malaka diusir Belanda dari tanah air pada 1922. Sejak saat itu, Tan Malaka mengembara ke sejumlah negara di berbagai belahan dunia, salah satunya di Hongkong.
Selama dalam pengembaraannya, Tan Malaka selalu menggunakan nama dan identitas palsu. Di Kowloon, Hongkong, Tan Malaka menggunakan nama samaran Ong Soong Lee.
Tan kabur ke Kowloon saat angkatan bersenjata Kwangtung, Cap Kau Loo Kun atau Tentara Ke-19, terlibat bentrok dengan tentara Jepang di Shanghai pada 1932.
-
Bagaimana suara 'neraka' itu muncul? Namun, suara-suara yang diduga berasal dari neraka yang ditemukan di bagian terdalam Bumi hanyalah mitos urban yang dibuat untuk menghasilkan kehebohan di sekitar lubang tersebut.
-
Apa suara bawah laut yang paling keras? Suara bawah laut paling keras yang pernah tercatat terdengar di lokasi paling terpencil di bumi dan membuat para ahli bingung.
-
Dimana suara bawah laut paling keras tercatat? Suara paling keras yang pernah terekam di bawah air berasal dari Point Nemo di Samudra Pasifik Selatan, yang dianggap sebagai tempat paling terpencil di Bumi.
-
Dimana Kubur Kalang berada? Kukur Kalang ditemukan di Desa Kawengan, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro.
-
Apa dampak suara keras? Kerusakan ini menyebabkan gangguan pendengaran akibat kebisingan yang terus menerus. Suara yang berbahaya bagi telinga berada di atas 85 desibel berbobot A (dBA).
-
Apa yang dimaksud dengan siksa kubur? Doa ini tidak hanya dipandang sebagai upaya untuk memohon perlindungan dari azab yang mengerikan di alam kubur, tetapi juga sebagai ekspresi dari keyakinan akan kekuasaan dan rahmat Allah.
Sialnya, di Koowlon, Tan Malaka ditangkap oleh dua orang polisi rahasia Inggris. Tan Malaka ditangkap usai turun dari kapal ferry yang menyeberangkannya dari Hongkong. Di Hongkong, Tan Malaka bertemu dengan kawannya, Dawood.
Dalam buku 'Dari Penjara ke Penjara' diceritakan, Tan Malaka ditangkap oleh dua orang polisi Inggris. Seorang Tionghoa dan seorang Benggali tinggi besar.
"Dengan segala muslihat saya berusaha melepaskan diri dari mata mereka, tetapi karena keadaan Kota Kowloon, di tengah-tengah malam hari pula, tiadalah berhasil usaha itu. Saya tetap diikuti," kata Tan Malaka.
Di kantor polisi Kowloon, Ong Soong Lee alias Tan Malaka diinterograsi anggota I.S. (Badan Penyelidik) Inggris yang datang langsung dari Singapura, Pritvy Chan. Selama interograsi, Tan Malaka mendapat perlakuan kasar dari badan penyelidik Bengali tersebut.
Namun, akhirnya Privity Chan meminta maaf setelah Tan Malaka menunjukkan paspornya. Privity Chan ternyata salah menduga, Tan Malaka bukanlah seorang Filipina yang dicarinya yang tak lain adalah Dawood. Privity Chan menyesal telah menangkap Tan Malaka.
Tan Malaka lantas dipindahkan ke kantor pusat kepolisian di Hongkong. Dia kembali dihujani pertanyaan. Kali ini Kepala Inspektur Polisi Hongkong Murphy yang menginterograsi langsung.
"Sesampainya di kantor pusat Hongkong, oleh Kepala Inspektur Polisi, Murphy, saya dihujani dengan pertanyaan yang mengenai kepolisian dan gerakan kemerdekaan," kata Tan Malaka.
Singkat cerita, pada suatu hari di bulan Desember 1932, Tan Malaka pemerintah Hindia Belanda mengirimkan wakilnya bernama Viesbeen untuk menginterview Tan Malaka. Meski sempat menolak, Tan akhirnya mau diinterview Viesbeen. Hal itu terjadi atas permintaan Murphy. Sebab, Viesbeen tak percaya Tan menolak keinginannya.
Murphy memberi jaminan kepada Tan Malaka bebas menjawab atau tak menjawab pertanyaan Viesbeen. Saat interview, Tan ditunjukkan foto dirinya bersama serdadu dan Kikoq di desa Sion Ching. Foto itu diperoleh dari Subakat saat ditangkap di Bangkok.
Dalam interview inilah Tan berujar sebuah kalimat yang hingga kini sangat terkenal.
"Ingatlah bahwa dari dalam kubur suara saya akan lebih keras dari pada di atas bumi," kata Tan Malaka.
Murphy lantas meminta sekretarisnya untuk mencatat perkataan Tan itu. Tak hanya itu, Tan Malaka juga memberi peringatan kepada pemerintah Hindia Belanda.
"Topan di depan, jangan kehilangan kepala," kata Tan Malaka.
Maksud dari perkataan Tan itu adalah, jangan kehilangan akal dan jangan kehilangan kepala karena dipotong. Namun perkataan Tan itu justru ditertawai oleh Viesbeen. Padahal perkataan Tan itu terbukti pada 1942, saat Belanda menyerah kepada Jepang. Saat itu Belanda tak hanya kehilangan akal tapi juga kehilangan kepala.
"Sayang Viesbeen sebelumnya 'nujum' itu terlaksana, sudah mati. Kabar ini kebetulan saya baca dalam salah satu surat kabar," kata Tan Malaka.
Setelah interview itu, Viesbeen mendesak Hongkong untuk menyerahkan Tan Malaka ke Belanda. Tapi hal itu ditolak oleh pemerintah Inggris. Sebab, mereka telah dua kali berjanji kepada Tan akan memegang teguh undang-undangnya yakni akan melindungi pelarian politik yang berada di wilayah kekuasaannya.
Setelah lima bulan ditahan, Tan Malaka akhirnya dibebaskan dan diizinkan keluar dari Hong Kong. Hal itu terjadi akibat desakan dari salah seorang anggota parlemen Inggris asal partai komunis yang dikirimi surat oleh Tan secara diam-diam.
Tan dibolehkan keluar Hong Kong dan pergi kemana dia suka. Tapi dia tidak diizinkan pergi ke Filipina karena Amerika Serikat tak menghendakinya. Begitu juga Inggris dan Belanda. Tan bingung harus pergi kemana. Semua negara yang ditujunya dikuasai oleh penjajah yang menolaknya karena dinilai berbahaya. Akhirnya Tan memutuskan pergi menuju Shanghai.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaPerlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaPenamaan "Dreded" konon berasal dari bunyi senapan Belanda yang ditembakan secara membabi buta.
Baca SelengkapnyaSaat itu, salah satu Oditur Militer II-07 Jakarta, Letkol Chk U.J Supena melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Khaidar.
Baca SelengkapnyaPanglima Perang dari Riau ini terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Sumatera Barat di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Baca SelengkapnyaKediaman salah satu tokoh revolusioner Indonesia yang tersohor ini sebagai salah satu saksi bisu ketika masa hidupnya.
Baca SelengkapnyaSosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan.
Baca SelengkapnyaKompleks makam yang disebut dengan Kerkhof Peucut ini menjadi daya tarik wisata yang ada di Provinsi Aceh.
Baca Selengkapnya