Kisah tragis Flor, TKW Filipina digantung Singapura jadi pahlawan
Merdeka.com - Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana mati pengedar narkoba asal Filipina lolos dari eksekusi regu tembak Brimob di Nusakambangan pada detik-detik terakhir, Selasa (29/4). Pemerintah Filipina meminta penundaan eksekusi karena kasus human trafficking yang membuat Mary Jane terseret kasus narkoba sedang diusut.
Nasib Mary Jane masih lebih beruntung dari TKW Filipina yang dihukum gantung di Singapura, Flor Contemplacion, karena kasus pembunuhan. Kisah Flor Contemplacion membuat haru biru rakyat Filipina dan membuat hubungan diplomatik kedua negara membeku beberapa saat.
Flor merupakan pembantu rumah tangga yang bekerja di Singapura. Kisah tragisnya bermula saat polisi Singapura menemukan mayat TKW Filipina bernama Delia Maga dan anak majikannya Nicholas Huang (3) tewas pada 4 Mei 1991.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
-
Bagaimana hukum Famato Harimao dibuat? Ada hukum lama yang diperbarui namun jika perlu dilakukan pergantian, maka hukum tersebut segera diganti.
-
Kenapa Si Impeh dihukum? Ia membunuh seorang anak perempuan dan orang tuanya yang juga keturunan Tionghoa karena tidak diberikan cerutu.
-
Apa pasal yang dikenakan pada pelaku? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
Hasil pemeriksaan polisi, Delia tewas karena dicekik, sementara Nicholas tewas akibat tenggelam. Ayah Nicholas tidak dapat mengidentifikasi siapa pelaku pembunuhan. Namun polisi menelusuri buku diary Delia dan menemukan nama Flor Contemplacion.
Saat diinterogasi, Flor mengakui telah membunuh Delia dan Nicholas. Dalam proses penyidikan, Flor tidak pernah menarik pengakuannya itu, dan perwakilan Kedubes Filipina yang mendampingi menyatakan pengakuan Flor kredibel. Flor pun dijatuhi hukuman mati.
Selama persidangan, tidak pernah ada bukti medis yang dimunculkan baik oleh jaksa maupun pembela. Padahal, saat hari kejadian pembunuhan, Flor mengaku mengalami gejala aneh dengan tubuhnya.
Kesaksian muncul dari sesama TKW Filipina bernama Virginia Parumog yang mengatakan, saat peristiwa pembunuhan terjadi dia berada di rumah sakit yang sama dengan Flor. Virginia pun menyatakan jika Nicholas tewas tenggelam karena tidak sengaja dan Delia justru dibunuh oleh majikannya sendiri yang marah. Kesaksian lain pun mengatakan, selama pemeriksaan, Flor mengalami penyiksaan untuk mengakui telah membunuh Delia dan Nicholas.
Atas sejumlah kesaksian itu, persidangan kembali digelar. Tim pengacara Flor menyertakan bukti medis untuk membuktikan kliennya tidak bersalah. Menurut tim pengacara, Flor mengalami partial complex seizure atau sejenis sakit epilepsi saat pembunuhan terjadi. Sementara jaksa penuntut menyatakan sakit yang diderita Flor hanyalah migrain ringan. Bukti yang diajukan tim pengacara Flor ditolak hakim dan bandingnya ditolak. Hukuman mati tetap dijatuhkan terhadap Flor.
Yang menyedihkan, selama proses penyidikan hingga persidangan, Flor tidak mendapat pendampingan yang layak dari pihak Kedubes Filipina di Singapura. Mereka baru sibuk tampil membantu sepekan jelang eksekusi Flor.
Flor akhirnya dihukum gantung di Penjara Wanita dan Pusat Rehabilitasi Ketergantungan Obat Changi pada pada 17 Maret 1995 meski Presiden Filipina Fidel Ramos memohon pengampunan kepada pemerintah Singapura.
Eksekusi ini membuat rakyat Filipina marah. Peti mati berisi jenazah Flor disambut secara kenegaraan oleh Ibu Negara Lady Amelita Ramos di Bandara Ninoy Aquino, Manila. Presiden Ramos menyebut Flor sebagai pahlawan dan berjanji menanggung seluruh biaya hidup anak-anak Flor. Kecaman pun datang dari pimpinan gereja Katolik Filipina atas hukuman mati itu. Bahkan, Brigade Alex Boncayao, salah satu kelompok teroris mengancam akan menembak mati pejabat Singapura dan Filipina.
Topik pilihan: Eksekusi Mary Jane Ditunda | Hukuman Mati WN Brasil
Saat jenazah Flor Contemplacion dan Delia Maga sudah berada Filipina, otoritas setempat melakukan otopsi ulang. Hasilnya ditemukan jika Delia mengalami retak di tengkorak dan tenggorokannya nyaris putus akibat cekikan. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan, sangat jarang seorang wanita bisa memiliki tenaga sekuat itu untuk mencekik.
Rakyat Filipina yakin, Flor tidak bersalah, atau setidaknya di dalam keadaan tidak waras saat pembunuhan terjadi. Mereka menyalahkan pemerintah Singapura yang tidak memiliki rasa simpati dan pemerintah Filipina yang tidak melakukan upaya maksimal untuk menyelamatkan nyawa Flor.
Beberapa tahun setelah eksekusi Flor, hubungan diplomatik kedua negara mengalami krisis. Presiden Ramos menarik dubes dari Singapura dan sejumlah kerjasama bilateral dibatalkan.
Kisah Flor Contemplacion, menjadi gambaran nasib para buruh migran Filipina yang mengalami kekerasan, eksploitasi hingga perlakuan tidak manusiawi. Di tahun 1995, kisah Flor diangkat menjadi sebuah film berjudul 'The Flor Contemplacion Story'.
(dari berbagai sumber)
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pulau Kemaro, Fakta dan kisah legenda percintaan sejati antara Putri Raja Palembang dengan Anak Raja Cina.
Baca SelengkapnyaHampir sebulan meninggal, jenazahnya belum bisa dibawa ke Tanah Air dan biaya pemulangan mencapai Rp120 juta.
Baca SelengkapnyaMomen haru upacara persemayaman Kopda Hendrianto. Isak tangis keluarga kehilangan Kopda Hendrianto.
Baca SelengkapnyaPesona perempuan Batak ini dikagumi banyak orang. Dia selalu dipuji cantik dan natural.
Baca SelengkapnyaKekasih Brigadir J terlihat mengunjungi makam sang pujaan hati.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM menilai Mary Jane (MJ) merupakan korban dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Baca SelengkapnyaBabak baru para terpidana kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat kembali bergulir.
Baca SelengkapnyaBerikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaSetelah korban bekerja sebulan, ia menerima upah yang tak sesuai dengan kesepakatan awal.
Baca SelengkapnyaEkspresi sedih dan bingung terlihat jelas di wajah perempuan berjilbab kuning itu.
Baca SelengkapnyaKisah cinta dua anak muda yang berjuang ini terhalang agresi militer Belanda I.
Baca SelengkapnyaKorban dipukul menggunakan gagang cangkul hingga akhirnya terkapar. Kemudian dimasukkan ke dalam karung dan dibuang ke TPA.
Baca Selengkapnya