Kisah tragis Tan Malaka, gagal ziarah makam orangtua sampai mati
Merdeka.com - Di balik sosoknya yang tegar, berani dan tak pernah gentar melawan negara imperialis, Tan Malaka nyatanya hanyalah manusia biasa yang juga bisa sedih. Salah satunya jika menyangkut orang tua.
Enam tahun lamanya Tan Malaka tak bisa bertemu ayah bundanya karena harus sekolah guru di Belanda dari 1913 sampai 1919. Tan baru bisa menemui kedua orang tuanya saat kembali ke Indonesia dan bekerja di perkebunan di Deli.
Namun, setelah itu Tan kembali jauh dari orang tuanya. Tan memutuskan keluar dari pekerjaannya itu dan pergi ke Pulau Jawa. Aktivitas politik Tan sebagai ketua PKI di Semarang dan dalam kegiatan mogok buruh saat itu mengakibatkan Tan Malaka dipenjara dan dibuang ke Belanda oleh penjajah Belanda pada 1922.
-
Dimana Tan Malaka lahir? Lahir di Pandam Gadang, Gunung Omeh, Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, ia merupakan tokoh pertama penggagas wacana Republik Indonesia.
-
Apa rumah masa kecil Tan Malaka? Berbentuk Rumah Gadang Mengutip dari beberapa sumber, rumah masa kecil Tan Malaka ini berdiri gagah jauh dari permukiman warga di Limapuluh Kota tersebut berbentuk Rumah Gadang atau rumah tradisional masyarakat Minangkabau.
-
Siapa yang merasakan kehilangan Bapak? Kepergianmu membuatku kehilangan bagian terpenting dari hidupku.
-
Mengapa Orang Talak Mamak terancam? Kini rumah mereka mulau 'tergusur' dengan adanya aktivitas penebangan liar. Perusahaan-perusahaan logging yang menggunduli hutan, lalu adanya perkebunan sawit menjadi mimpi buruk dan ancaman nyata bagi masyarakat Suku Talak Mamak.
-
Dimana Orang Talak Mamak tinggal? Melansir dari beberapa sumber, Suku Talang Mamak ini menghuni di empat kecamatan di Kabupaten, mulai dari Batang Gangsal, Cenaku, Kelayang, dan juga Rengat Barat.
-
Kapan kehilangan Bapak membuat dunia terasa sunyi? Rasanya dunia ini begitu sunyi semenjak kepergianmu.
Hal itu tentu akan semakin membuatnya jauh dari orang tua yang dicintainya. Kapal yang membawa Tan ke lokasi pembuangan pun diberangkatkan dari Batavia. Kapal itu akan singgah di beberapa tempat, salah satunya di Padang.
Tan pun gelisah. Bapak Republik Indonesia itu takut jika ayah dan bundanya akan datang untuk memberi 'selamat tinggal' kepadanya.
"Benar, adik saya di Semarang lekas saya suruh pulang ke kampung sebelum saya berangkat. Saya pesankan supaya ayah bunda jangan dibiarkan pergi ke pelabuhan Padang," kata Tan Malaka dalam biografinya 'Dari Penjara ke Penjara Jilid I'.
Meski ayah dan bundanya taat beribadah dan memiliki iman yang teguh, Tan tidak yakin keduanya akan tabah melihat anaknya yang akan dibuang ke lokasi yang jauh entah sampai kapan. Apalagi, sang bunda selama ini kerap sedih karena sering ditinggal oleh dua anak laki-lakinya.
"... Apalagi ditinggalkan, mungkin buat selama-lamanya, karena di sampingnya tak ada teman perempuan yang paling dekat, ialah anak kandung (anak perempuan)," kata Tan Malaka .
Kabar duka pun datang saat Tan Malaka berada di Canton pada 1925. Salah seorang sahabat mengabarkan kepada Tan sang ayah telah berpulang menghadap ilahi.
Kemudian setelah bebas dari penahanan polisi Inggris di Hongkong, Tan Malaka kembali mendapat kabar duka. Sang bunda dikabarkan telah meninggal dunia pada Februari 1933.
"Saya cuma menghibur diri saya bahwa ketika kembali dari Eropa (1919) setibanya di Deli saya segera berangkat ke kampung menemui ayah bunda," kata Tan Malaka .
Kesedihan Tan Malaka sedikit terobati atas kabar yang diperolehnya bahwa ayah dan bundanya mengerti, menerima dan setuju atas perjuangan yang dilakukannya. Dari kabar yang diterimanya itu bahkan menyebut, ayah bundanya bangga Tan Malaka ikut berkorban untuk bangsa dan rakyat Indonesia.
"Buat ibu bapak yang bukan moderen ini memangnya sudah suatu kemajuan," kata Tan.
Namun, Tan tetap sedih karena meski sejak 1942 sudah bisa menginjakkan kakinya di tanah air, dia belum juga bisa melakukan kewajibannya yakni mengunjungi makam kedua orangtuanya itu. Hal itu lantaran berbagai rintangan dan halangan yang dialaminya.
Tan juga sedih belum bisa mewujudkan semua keingin ayah bunda saat masih hidup. Tan sadar kewajiban yang belum bisa dipenuhinya itu serasa 'duri dalam daging'.
"Teristimewa pula karena saya insaf dan selalu merasa sayang, sebab gerak-gerik, saya dari kecil sampai mereka meninggal, memang banyak menyusahkan mereka," kata Tan.
Hingga akhir hayatnya, 21 Februari 1949, Tan Malaka diyakini belum bisa menuntaskan kewajibannya untuk mengunjungi makam ayah bunda. Tan keburu ditembak pasukan Letnan Dua Sukotjo di Kediri, Jawa Timur, saat tengah menggelorakan perlawanan terhadap Belanda yang saat itu kembali menginvasi Indonesia yang sudah merdeka.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ayah Medina Zein meninggal dunia akibat stroke. Ia tak bisa hadiri pemakaman sang ayah karena tengah alami hukuman penjara.
Baca SelengkapnyaBerikut kisah pria kasih kejutan setelah 4 tahun kerja di Jepang.
Baca SelengkapnyaPulau Kemaro, Fakta dan kisah legenda percintaan sejati antara Putri Raja Palembang dengan Anak Raja Cina.
Baca SelengkapnyaPanglima Perang dari Riau ini terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Sumatera Barat di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Baca SelengkapnyaLantaran konflik warisan, dia mengaku telah dicoret dari Kartu Keluarga (KK). Bahkan, dia telah memiliki akta kematian kendati masih hidup.
Baca SelengkapnyaSeorang lansia ditelantarkan anaknya di panti jompo viral di media sosial.
Baca SelengkapnyaDinda merasa begitu kehilangan akan sosok sang ibundanya yang sudah pergi untuk selama-lamanya.
Baca SelengkapnyaPenjaga makam yang sudah puluhan tahun menjaga makam itu tidak pernah mendapat bayaran
Baca SelengkapnyaDengan tekad yang kuat dan penuh keberanian untuk menentang dan melawan pihak kolonial, Depati Amir mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Bangka.
Baca SelengkapnyaPemberian rumah sebagai bentuk terima kasih kakek kepada temannya karena sudah mengurusnya.
Baca SelengkapnyaTampak laki-laki berbaju cokelat tersebut terduduk dengan mata sayu ketika mendapat panggilan dari keluarganya.
Baca Selengkapnya