Kisah warga Belanda terobsesi meneliti Tan Malaka seumur hidup
Merdeka.com - Masyarakat Indonesia mungkin tak terlalu akrab dengan nama pahlawan nasional, Ibrahim Datuk Tan Malaka . Padahal, pria kelahiran Suliki, Sumatera Barat, 1894 itu memiliki jasa yang besar bagi revolusi kemerdekaan Indonesia.
Di era Orde Baru, nama Tan Malaka dihilangkan dari sejarah perjalanan bangsa. Siswa di sekolah tak pernah diajarkan dan dikenalkan pada sosok mantan ketua PKI itu.
Bahkan buku-buku tentang Tan Malaka dibredel tak boleh beredar. Paham komunis yang dianut oleh Bapak Republik Indonesia itu membuat pemerintahan Presiden Soeharto saat berkuasa alergi.
-
Dimana Tan Malaka lahir? Lahir di Pandam Gadang, Gunung Omeh, Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, ia merupakan tokoh pertama penggagas wacana Republik Indonesia.
-
Bagaimana Tan Malaka berpendapat tentang Revolusi Indonesia? 'Revolusi Indonesia sebagian kecil menentang sisa-sisa feodalisme dan sebagian yang terbesar menentang imperialisme Barat yang lalim ditambah lagi oleh dorongan kebencian bangsa Timur terhadap bangsa Barat yang menggencet dan menghinakan mereka'.
-
Siapa Bapak Persandian Republik Indonesia? Mayjen TNI (Purn) dr. Roebiono Kertopati lahir pada 11 Maret 1914 di Ciamis, Jawa Barat dan wafaf di usia 70 tahun pada 23 Juni 1984.
-
Kenapa Rumah Tan Malaka jadi museum? Rumah ini terakhir dihuni pada tahun 1999 sebelum akhirnya keluarga besar dari Tan Malaka memutuskan untuk menyulap rumah tersebut menjadi bagian dari museum kecil yang dibuka untuk masyarakat umum.
-
Apa rumah masa kecil Tan Malaka? Berbentuk Rumah Gadang Mengutip dari beberapa sumber, rumah masa kecil Tan Malaka ini berdiri gagah jauh dari permukiman warga di Limapuluh Kota tersebut berbentuk Rumah Gadang atau rumah tradisional masyarakat Minangkabau.
-
Siapa Bapak Permuseuman Indonesia? Bicara tentang museum di Indonesia maka akan bicara mengenai sosok Mohammad Amir Sutarga. Dia didaulat sebagai Bapak Permuseuman Indonesia.
Di tengah-tengah rakyat Indonesia dibuat lupa dan tidak tahu soal Tan Malaka , seorang peneliti asal Belanda bernama Harry A Poeze justru tertarik terhadap sosok pria Minang itu. Poeze menceritakan kepada merdeka.com soal awal mula dia 'jatuh cinta' kepada sosok Tan Malaka .
Poeze mengaku pertama kali meneliti Tan Malaka pada 1971. Saat itu, Poeze tengah mengerjakan tugas akhir kuliah atau skripsi. Dia lantas memilih Tan Malaka sebagai skripsinya.
"Saya pertama kali meneliti Tan Malaka tahun 1971. Waktu itu saya masih mahasiswa harus menulis skripsi di Amsterdam," kata Poeze saat berkunjung ke kantor redaksi merdeka.com, Jalan Tebet Barat IV, Jakarta Selatan, Rabu (29/1).
Awalnya, Poeze tertarik kepada sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda, khususnya gerakan perlawanan dari kaum kiri. Poeze lantas membaca berbagai buku sejarah yang berisi perlawanan dari para tokoh kiri Indonesia.
"Dan saya baca Tan Malaka tapi banyak riwayatnya yang belum terungkap," katanya.
Dari situ Poeze lantas memantapkan niatnya untuk tak berhenti meneliti sosok, kiprah dan perjuangan Tan Malaka . Setelah bekerja, di Volkenkunde (KITLV), lembaga penelitian yang mempelajari kondisi berbagai daerah bekas koloni Belanda, Poeze tak berhenti melakukan riset tentang Tan Malaka .
"KITLV bahkan memberikan saya waktu untuk melakukan penelitian tentang Tan Malaka ," katanya.
Selama puluhan tahun melakukan penelitian, Poeze telah berulang kali keluar masuk Indonesia dan negara-negara yang pernah didatangi oleh Tan Malaka . Penelitiannya itu bukan tanpa halangan. Dia mengaku pernah dipersulit oleh pemerintah Orde Baru.
Namun, dia akhirnya menggunakan taktik agar mudah masuk ke Indonesia untuk melakukan penelitian. "Waktu itu saya bilang alasan saya datang untuk melakukan penelitian soal revolusi Indonesia. Jadi saya bisa dapat izin masuk ke Indonesia. Kalau saya bilang saya mau meneliti Tan Malaka pasti sulit," katanya.
Kini setelah 40 tahun meneliti, buku-buku soal perjalanan Tan Malaka yang telah ditulisnya banyak diajukan acuan para anak negeri yang ingin mengetahui perjuangan Tan Malaka . Poeze pun mengakui Tan Malaka adalah sosok yang revolusioner dan jarang ditemukan.
"Tan Malaka punya pemikiran asli, misalnya Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). (Madilog ditulis Tan Malaka) Saat dia dalam keadaan sulit, dia tak punya sumber, tapi dia berhasil membuat buku," katanya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan.
Baca SelengkapnyaSelama berkecimpung di ranah perpolitikan, Djohan dikenal dengan pergerakan bawah tanahnya.
Baca SelengkapnyaTan Malaka adalah seorang tokoh sejarah yang memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaMeski namanya sangat kental dengan Belanda, namun sosoknya menjadi pionir dalam menciptakan ejaan Bahasa Indonesia yang kita sekarang gunakan ini.
Baca SelengkapnyaBerkat kecerdasannya, sejak usia muda dirinya sudah dipercaya untuk memegang wilayah utara Makassar.
Baca SelengkapnyaVan Mook menganggap bahwa koloni Hindia Timur Belanda, khususnya Pulau Jawa, sebagai bagian terpisah dari negeri Belanda
Baca SelengkapnyaKediaman salah satu tokoh revolusioner Indonesia yang tersohor ini sebagai salah satu saksi bisu ketika masa hidupnya.
Baca SelengkapnyaHari ini adalah 128 tahun wafatnya Teuku Nyak Makam yang patut dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Baca SelengkapnyaKecintaannya dalam mengkaji hukum adat hingga hukum tata negara di Hindia Belanda membuat dirinya dijuluki sebagai "Bapak Hukum Adat".
Baca SelengkapnyaDalam setiap ceramah dan khotbahnya, ia selalu menentang kebijakan politik Belanda.
Baca SelengkapnyaTokoh berkebangsaan Jerman ini pernah melakukan perjalanan ke Asia Tenggara dengan karyanya yang berjudul The People of East.
Baca SelengkapnyaPria yang membelot dari tanah kelahirannya ini memilih untuk menjadi Warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu tokoh aktivis HAM pada zamannya.
Baca Selengkapnya