Koalisi Pers Sumsel Desak MA Cabut Aturan Soal Protokol Persidangan
Merdeka.com - Koalisi Pers Sumatera Selatan (KPSS) mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan. Perma tersebut dinilai membatasi kerja dan jurnalis dan kebebasan pers.
Tuntutan ini disampaikan melalui petisi yang diterbitkan KPSS. Koalisi tersebut baru saja dideklarasikan bersama oleh delapan organisasi pers. Yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palembang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumsel, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sumsel, Serikat Perusahan Pers (SPS) Sumsel, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumsel, dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumsel.
Ketua AJI Palembang Prawira Maulana menilai Perma tersebut tidak berpihak kepada sistem kerja jurnalis di lapangan. Di dalam Pasal 4 Ayat 6 Perma terdapat aturan 'pengambilan foto, rekaman audio dan atau rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan.
-
Siapa yang dilarang MK terlibat dalam sengketa Pilpres? Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menegaskan, sidang perdana sengketa pilpres 2024 yang akan digelar perdana esom hari hanya dihadiri depalan hakim MK tanpa Anwar Usman.
-
Bagaimana Polresta Pekanbaru kawal surat suara? Personel Polresta Pekanbaru mengawal ketat pendistribusian logistik berupa surat suara Pemilu 2024. Logistik itu dipastikan aman hingga sampai ke gudang logistik KPU Pekanbaru, Jalan Kaharuddin Nasution.
-
Siapa yang kawal ketat surat suara Pekanbaru? Kapolresta Pekanbaru, Kombes Pol Jeki Rahmat Mustika mengatakan, proses pengawalan dilakukan dari Pelabuhan Indonesia (Pelindo), Perawang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Minggu (14/1).
-
Apa yang diputuskan MK terkait sengketa Pileg PSI? Posisinya digantikan sementara Hakim Guntur Hamzah.'Kenapa ini didahulukan, karena menyangkut pihak terkait PSI maka ada hakim konstitusi yang mestinya di panel tiga untuk perkara ini tidak bisa menghadiri, oleh karena itu sementara digantikan panelnya oleh Yang Mulia Prof Guntur Hamzah,' kata Hakim Arief Hidayat di Gedung MK, Senin (29/4).
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
-
Apa yang diminta Komnas HAM dari Polda Jabar? 'Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,' kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
"Aturan ini harus ditentang dan dicabut. Kami desak MA melakukannya," ungkap Prawira, Jumat (8/1).
Dikatakan, Perma akan mengkebiri salah satu fungsi pers sebagai kontrol sosial dan membuka praktik kriminalisasi bagi jurnalis yang melanggar aturan dengan dalih menghina peradilan. Padahal kebebasan pers dijamin dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang di dalamnya tertulis 'untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat 3).
"Kami itu delapan organisasi pers bersepakat membentuk KPSS dan mengeluarkan petisi bersama menolak Perma Nomor 5 Tahun 2020," tegasnya.
Adapun petisi tersebut berisi enam tuntutan. Yakni pertama MA untuk segera mencabut rekaman audio dan rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua hakim. Peraturan MA ini dinilai tidak sejalan dengan UU Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Kedua, meminta MA tidak terus membuat ketentuan yang bisa membatasi jurnalis bekerja karena itu sama saja dengan menghambat kebebasan pers. Ketiga, meminta Pengadilan Negeri Klas 1 Palembang dan pengadilan yang lainnya di Sumsel untuk menyampaikan petisi ini ke MA agar aturan segera dicabut. Keempat mendesak Dewan Pers untuk menyiapkan langkah-langkah agar Pasal 4 ayat 6 Perma Nomor 5 Tahun 2020 segera dicabut karena mengganggu kinerja-kinerja pers di seluruh Indonesia.
Kelima, menyerukan agar masyarakat pers di daerah lainnya menyuarakan penolakan serupa tentang Pasal 4 ayat 6 Perma Tahun 2020. Dan keenam mengimbau para jurnalis untuk tetap tertib dan profesional saat meliput di ruang sidang.
"Kami harap jurnalis di Indonesia bersikap yang sama karena Perma tersebut mengkebiri kebebasan pers," tegasnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polemik RUU Penyiaran terus bergulir, ragam penolakan masih terus berdatangan
Baca SelengkapnyaDraf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.
Baca SelengkapnyaRUU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalism platform digital.
Baca SelengkapnyaAnggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers
Baca SelengkapnyaBeberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Baca SelengkapnyaNinik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.
Baca SelengkapnyaCALS mendesak elite-elite politik untuk tidak mengakali aturan main pilkada, khususnya dengan cara-cara mempersempit ruang untuk berkompetisi.
Baca SelengkapnyaGugatan perdata lima eks staf khusus Gubernur Sulawesi Selatan terhadap dua media dan jurnalis di Makassar sebesar Rp700 miliar ditolak hakim PN Makassar.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran tidak boleh mengganggu kemerdekaan pers.
Baca SelengkapnyaAda tiga rekomendasi yang diberikan untuk pemerintah dalam pembentukan komite publisher rights.
Baca SelengkapnyaSebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Baca Selengkapnya