Komisi VIII DPR Minta Kasus Dugaan Pencabulan 3 Anak di Luwu Timur Diusut Tuntas
Merdeka.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily meminta kasus perkosaan dan kekerasan seksual yang diduga dialami oleh tiga kakak beradik berusia di bawah 10 tahun untuk diusut tuntas. Pelaku disebut ayah kandungnya sendiri yang tinggal di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
"Negara harus memastikan melindungi rakyat dari kejahatan seksual, termasuk anak-anak. Negara tidak boleh abai, apalagi membiarkan kasus-kasus kekerasan seksual lepas begitu saja,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily dalam pesan singkat, Sabtu (9/10).
Ace menegaskan, kekerasan seksual terhadap anak harus dicegah dan dihentikan sebab sangat mempengaruhi terhadap tumbuh kembang anak. Apalagi jika kekerasan itu berupa pemerkosaan terhadap anak yang pasti akan berpengaruh secara psikologi.
-
Apa kasus yang sedang diselidiki? Pemerasan itu berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi di Kementan tahun 2021 yang tengah ditangani KPK.
-
Kasus apa yang sedang diselidiki? Kejagung melakukan pemeriksaan terhadap adik dari tersangka Harvey Moeis (HM) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.
-
Siapa yang cabut laporan? Meskipun Rinoa Aurora Senduk mencabut laporan dugaan penganiayaan yang menimpa dirinya.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Kenapa keluarga APD mencabut laporan polisi? 'Sehingga saya menghargai orang tua pelaku, sedangkan alasan kita untuk mencabut laporan polisi, karena tersulut emosi membuat laporan ke polisi melihat anak yang merintih kesakitan di rumah sakit,' jelasnya.
“Selain keji, kekerasan seksual dapat menimbulkan trauma mendalam bagi korban. Negara harus bisa memastikan melindungi korban termasuk dalam proses hukumnya. Kita tidak boleh melepas kasus-kasus kejahatan seksual,” ucap Ace.
Penyelidikan kasus yang terjadi pada tahun 2019 itu telah dihentikan, dengan alasan kurangnya bukti. Ace berharap adanya pendalaman kasus mengingat persoalan ini juga telah menimbulkan keresahan publik.
“Setiap kekerasan terhadap anak harus diusut tuntas dan diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Ketiga anak korban kekerasan seksual di Luwu Timur beserta ibunya sudah mendapat pendampingan dari LBH Makassar. Meski begitu, Komisi VIII DPR meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) ikut mengawal kasus ini.
“Kekerasan seksual dapat merusak masa depan anak. Dan tentu saja ini akan berdampak terhadap generasi penerus bangsa. DPR RI juga akan ikut mengawal kasus kekerasan seksual terhadap anak di Luwu Timur,” ujar Ace.
Berdasarkan data Kementerian PPPA, kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus. Sementara itu hingga 3 Juni 2021, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Banyaknya kasus kekerasan seksual, termasuk kepada anak, menjadi alasan DPR berkomitmen membuat regulasi yang tepat terhadap kasus-kasus kekerasan seksual melalui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). RUU TPKS berperspektif dan berpihak kepada korban.
“Terutama terkait pemulihan korban kekerasan seksual. Fenomena kejahatan seksual di Indonesia sudah sangat meresahkan. Kita berharap RUU TPKS akan menambah jaminan keadilan dan perlindungan bagi korban kejahatan seksual,” jelas Ace.
Lebih lanjut, legislator dari Dapil Jawa Barat II itu mengingatkan pentingnya pendampingan psikologi bagi anak-anak korban kekerasan seksual. Untuk itu, Ace meminta pihak berwenang memberikan perhatian yang serius.
“Tanpa terapi psikologis yang tepat, korban kekerasan seksual dapat mengalami trauma berkepanjangan atau Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD),” bebernya.
Ace juga mengingatkan, setiap anak yang menjadi korban kekerasan seksual harus mendapat pendampingan dari orangtuanya saat proses hukum berjalan. Selain itu, dia meminta agar pihak berwajib bekerja secara profesional untuk memastikan korban mendapatkan keadian.
“Pendampingan orangtua dan bantuan hukum sangat diperlukan. Jangan sampai anak yang menjadi korban kejahatan seksual menghadapi kasusnya sendirian tanpa pendampingan orangtua dan bantuan hukum,” ungkap Ace.
“Bantuan hukum dan pendampingan psikologi merupakan bagian dari perlindungan anak korban kejahatan seksual maka prinsipnya harus ada dalam setiap kasus-kasus kejahatan seksual,” tambah Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran tersebut.
Ace pun menekankan pentingnya kehadiran keluarga serta orang-orang terdekat di sekitar lingkungan korban. Sebab menurutnya, dukungan dari keluarga serta terapi psikologis yang tepat dapat membantu korban kekerasan seksual untuk pulih dan hidup normal kembali.
“Keluarga terdekat yang paling memiliki peluang untuk mendampingi korban melewati trauma. Semua pihak harus memberikan bantuan kepada korban dan memastikan anak tidak lagi mengalami kejadian yang sama,” tutup Ace.
Penyidikan Kasus Pencabulan 3 Anak di Luwu Timur Diduga Malprosedur
Dugaan pencabulan dialami tiga orang anak di Luwu Timur (Lutim) oleh ayah kandungnya kembali mencuat. Meski pada tahun 2019 kasus ini sempat dihentikan oleh polisi. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai sudah layaknya polisi melakukan penyelidikan ulang dalam kasus ini.
Wakil Direktur LBH Makassar, Abd Aziz Dumpa mengatakan kenapa kasus ini muncul kembali, karena adanya malprosedur dalam penyelidikannya. Aziz mengaku kasus ini tidak layak untuk dihentikan.
"Tidak layak dihentikan. Kenapa? karena proses penyidikannya sejak awal terjadi malprosedur. Sekarang terkesan justru berpihak kepada terduga pelaku," ujarnya kepada Merdeka.com melalui telepon, Kamis (7/10).
Aziz mengaku Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) Luwu Timur juga melanggar dalam melakukan pendampingan terhadap korban. Pasalnya, Kepala Bidang Pusat Pelayanan, Firawati mengaku mengenal dengan terduga pelaku.
"Ini kan sudah kami adukan P2TPA Lutim, karena dia melanggar. Nah, pada waktu itu P2TPA ternyata berteman dengan terduga pelakunya," kata dia.
Keanehan lainnya, kata Aziz, yakni pemeriksaan dan penyelidikan hanya berjalan dua bulan. Padahal, Polres Luwu memiliki cukup waktu untuk melakukan pendalaman.
"Kedua, seolah-olah mereka menganggap ini sebagai balas dendam. Karena ibu dan ayah korban sudah bercerai, padahal tidak ada hubungannya," bebernya.
Keanehan lainnya, yakni pemeriksaan terhadap ibu korban di psikiater. Ia mengaku pemeriksaan tersebut sudah malprosedur.
"Masa pemeriksaan psikiater hanya lima belas menit sudah keluar hasilnya. Pasahal pemeriksaan psikiater itukan ada tahap-tahapnya dan membutuhkan waktu," tegasnya.
Aziz menilai keanehan tersebut, membuat indikasi proses hukum sejak awal sudah terlihat berpihak kepada terduga pelaku. Apalagi, terduga pelaku adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Atas keanehan penyelidikan tersebut, LBH Makassar sempat melaporkan P2TPA Lutim ke Ombudsman. Selain itu, pihaknya juga sudah menyurat ke Komnas Anak dan juga perempuan.
"Kami sudah menyurat ke mana-mana termasuk ke Komnas Perempuan. Bahkan sudah ada keluar rekomendasinya untuk meminta Polres Lutim agar kembali membuka kasusnya," bebernya.
Selain itu, pihaknya juga sudah melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Bareskrim Polri. Hal tersebut dilakukan agar Bareskrim Polri mengambil kasus tersebut.
"Supaya apa, supaya kasus ini diambil alih lalu kemudian kita melakukan proses penyelidikan terhadap penanganan kasus anak," ucapnya.
Terpisah, Kepala Polres Luwu Timur, Ajun Komisaris Besar Polisi Silvester Simammora enggan menanggapi kembali mencuatnya kasus tersebut. Silvester mengarahkan Merdeka.com untuk menghubungi Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lutim.
"Silakan dikoordinasikan dengan Kasat (Reskrim)," ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Lutim, Inspektur Satu Eli Kendek tidak merespons panggilan Merdeka.com. Pesan WhatsApp yang dikirimkan juga tak mendapatkan respons hingga berita ini ditayangkan.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kasus pelecehan yang sudah mangkrak sejak 2021 yang dilaporkan oleh seorang ibu di Medan akhirnya dihentikan oleh penyidik.
Baca SelengkapnyaKasus ini kembali ramai diperbincangkan setelah diadaptasi ke layar lebar. Satu DPO yang terakhir ditangkap ada nama Pegi Setiawan.
Baca SelengkapnyaHakim PN Jaksel menilai hingga saat ini belum ada penghentian penyidikan Dito terkait kasus terkait BTS 4G Kominfo.
Baca SelengkapnyaBocah perempuan 7 tahun di Langkat, diduga dicabuli oleh dua orang pria
Baca SelengkapnyaKorban diduga dicabuli oleh saudara sepupunya sendiri, mahasiswa ilmu kesehatan berinisial I-O, berkuliah di salah satu kampus terkemuka di Jember.
Baca SelengkapnyaOran tua korban sudah diperiksa. Tetapi setiap kali ditanya perkembangannya hanya diminta menunggu.
Baca SelengkapnyaPolisi diharapkan mengungkap sebab kematian dan menemukan pelaku atas tewasnya empat anak tersebut.
Baca SelengkapnyaPolisi menghentikan penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan mahasiswi kampus ternama yang sedang menjalani program PKL di salah satu hotel.
Baca SelengkapnyaDPR menilai tidak pantas jika korban rudapaksa dipaksa damai.
Baca SelengkapnyaDorongan revisi ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu telah dilaporkan ke Polres Purworejo pada Juni 2024 dan masih belum ada perkembangan.
Baca Selengkapnya