Komisioner KY gugat aturan penyidikan ke MK
Merdeka.com - Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrohman Syahuri menggugat Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang mengatur penyidikan anggota KY. Sidang perdana pengujian Pasal 10 ayat (1) UU KY dan Pasal 17 ayat (1) UU MA digelar Selasa (27/10).
Pasal 10 ayat (1) UU KY berbunyi: Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal: (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau (b) berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan keamanan negara'.
Pasal 17 ayat (1) UU MA berbunyi: Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal: (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau (b) berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara'.
-
Siapa yang mengajukan gugatan ke MK? Diketahui, ada 11 pihak yang menggugat aturan batas usia capres dan cawapres ke MK. Dengan sejumlah petitum.
-
Dimana gugatan diajukan? 1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
-
Siapa yang mengajukan gugatan praperadilan? Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Bandung Eman Sulaeman mengabulkan permohonan gugatan sidang praperadilan oleh pihak pemohon yakni Pegi Setiawan terhadap Polda Jabar.
-
Apa gugatan yang dilayangkan ke Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
Kuasa Hukum Pemohon, Muhammad Asrun, dalam permohonannya menyatakan pasal yang dimohonkan pengujian menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak konstitusional pemohon. Menurut pemohon, kedua pasal tersebut tidak mengandung asas keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum.
Pemohon menyatakan persetujuan presiden sebelum memeriksa pejabat negara diperlukan dalam rangka melindungi harkat, martabat dan wibawa pejabat negara dan lembaga negara agar diperlakukan secara hati-hati, cermat, tidak sembrono dan tidak sewenang-wenang.
Ketentuan tentang prosedur ijin ini menggantikan forum privilegiatum yang diatur dalam Pasal 106 UUDS 1960 (atau Pasal 148 Konstitusi RIS), karena sejak 1 Juli 1959 konstitusi Indonesia tidak lagi berdasarkan UUDS 1960 tetapi kembali kepada UUD 1945 dan dalam UUD 1945 tidak dikenal ketentuan forum privilegiatum .
Pemohon menyatakan persetujuan presiden juga diperlukan dalam hal pemeriksaan kepolisian yang dilakukan terhadap pejabat negara lainnya yaitu Hakim Konstitusi, Anggota BPK, Anggota DPR, Pimpinan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagaimana telah diatur dalam undang-undang.
Oleh karenanya adanya persetujuan presiden juga sangat diperlukan dalam hal dilakukannya tindakan kepolisian terhadap Anggota Komisi Yudisial dan Hakim Agung; Menurut pemohon, tidak adanya frasa persetujuan presiden bagi pemeriksaan pejabat negara, termasuk bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dan Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung, oleh kepolisian terbukti telah membuat ketidakpastian hukum kepada Pemohon, karena ketentuan pasal tersebut terbukti mengganggu pelaksanaan tugas sebagai Komisioner Yudisial.
"Ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU 22/2004 dan Pasal 17 ayat (1) UU 14/1985 tidak memenuhi syarat pembentukan peraturan perundang-undang yang baik karena membuahkan ketidakpastian hukum dan diskriminasi perlakuan antar pejabat terkait 'izin Presiden'," kata pemohon dalam permohonannya, dilansir dari Antara.
Untuk itu, Taufiqurrahman Syahuri meminta MK menyatakan Pasal 10 ayat (1) UU KY bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan presiden tidak dimaknai sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat dipanggil, dimintai keterangan, penyidikan, ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden".
Mennyatakan Pasal 17 ayat (1) UU MA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai sebagai Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung dapat dipanggil, dimintai keterangan, penyidikan ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapatkan persetujuan presiden.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KY mencontohkan, kebutuhan calon hakim agung pada kamar Tata Usaha Negara (TUN) khusus pajak sangat mendesak karena saat ini hanya ada satu orang.
Baca SelengkapnyaMukti mengatakan, proses penyelidikan laporan tersebut masih berlanjut hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaKY hanya fokus pada aspek dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Baca SelengkapnyaSidang gugatan Anwar Usman yang dilayangkan terhadap Ketua MK Suhartoyo digelar hari ini
Baca SelengkapnyaKY menyadari putusan inidapat menentukan Pilkada yang jujur dan adil
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR RI, Rabu (28/8), sepakat tidak menyetujui 12 nama yang direkomendasikan KY
Baca SelengkapnyaSurat tersebut telah dibahas dalam rapat MKMK pada hari ini, Selasa(16/1).
Baca SelengkapnyaMajelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Selasa (31/10).
Baca SelengkapnyaSurat keberatan tersebut disampaikan tiga kuasa hukum Anwar Usman.
Baca SelengkapnyaHakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, surat tersebut disampaikan oleh tiga kuasa hukum Anwar Usman
Baca SelengkapnyaPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambah syarat maju capres dan cawapres berbuntut panjang
Baca SelengkapnyaAnwar Usman menggugat Suhartoyo ke PTUN Jakarta. Dia meminta pengangkatan Suhartoyo dinyatakan tidak sah.
Baca Selengkapnya