Komnas HAM endus pelanggaran dalam pengepungan mahasiswa di Yogja
Merdeka.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai, mengumumkan indikasi pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa pengepungan asrama Papua pada 14-17 Juli lalu. Semua indikasi tersebut berdasarkan hasil pencarian fakta yang dilakukan Komnas HAM baik pada pemerintah, mahasiswa Papua, kepolisian, dan berbagai pihak yang terkait.
"Jadi indikasi-indikasi ini berdasarkan penggalian fakta-fakta dari berbagai pihak baik pemerintah, Polda DIY, Polresta Yogja, mahasiswa Papua, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogjakarta, dan lainnya," ujar Natalius Pigai dalam jumpa pers di Yogyakarta, Rabu (20/7) malam.
Natalius menjelaskan, indikasi pertama ialah adanya pembatasan ruang berekspresi yang dilakukan oleh pemerintah melalui aparat negara. Itu ditunjukan dengan pengepungan dan blokade yang sudah dilakukan sebelum dimulainya rangkaian acara mahasiswa Papua.
-
Apa yang digali Komnas HAM? Usman ditanya seputar peran Pollycarpus dan peran orang lain di tempat kejadian perkara kematian Munir. Komnas HAM juga bertanya sosok yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir.
-
Apa yang diminta Komnas HAM dari Polda Jabar? 'Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,' kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
-
Bagaimana Komnas HAM mengungkap pelaku? 'Ada penggalian fakta tentang peran-peran Pollycarpus atau peran-peran orang lain yang ada di tempat kejadian perkara atau yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir atau yang menjadi alasan TPF ketika itu untuk melakukan prarekonstruksi, melacak percakapan nomor telepon dan lain-lain lah,' kata Usman di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).
-
Siapa yang diperiksa Komnas HAM? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu.
-
Siapa yang disurati Komnas HAM? Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali melakukan penyelidikan terkait dengan kasus tewasnya Vina dan kekasihnya, Eky di Cirebon.
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
"Negara tidak memiliki kewenangan membatasi atas pikiran, perasaan, danpendapat manusia. Pengepungankan dilakukan sebelum acara, berarti sudah dibatasi kebebasan berekspresi. Kan belum aksi sudah dibatasi, ini indikasi pemerintah tidak memberi ruang berekspresi," kata dia.
Selanjutnya, adanya fakta dan informasi di lapangan akan tindakan kekerasan. Padahal dalam konteks Ham itu tidak boleh ada kekerasan pada manusia.
"Saya temukan korban yang mendapat perlakuan kekerasan oleh aparat pada mahasiswa Papua," ujar dia.
Natalius Pigai menjelaskan lebih lanjut, Komnas HAM menemukan fakta bahwa telah terjadi kekerasan dalam bentuk verbal atau ucapan. Ditambah lagi kekerasan verbal itu bermuatan rasisme.
"Ada fakta tindakan kekerasan verbal yang mengandung unsur rasis yaitu monyet, biadad, hitam, babi, dan anjing. Ini sudah diverifikasi ke lapangan," ujarnya.
Selanjutnya, adanya fakta peristiwa di mana kelompok intoleran yaitu ormas ikut memblokade asrama Papua. Ormas juga melakukan orasi dan mengeluarkan kekerasan verbal yang bermuatan rasis.
"Ada fakta di mana aparat membiarkan ormas tersebut. Apakah polisi sengaja dan apakah langkah aparat dalam mengontrol ormas tersebut? Proses pembiaran yang dilakukan oleh aparat itu merupakan pelanggaran HAM dan bukti bahwa tidak profesional," ujar Natalius.
Selain itu, Komnas HAM juga mempertanyakan apakah pemerintah DIY sudah melakukan tindakan menjaga keamanan supaya tidak merembes ke masyarakat Jogja pada umumnya. Hal tersebut terkait adanya fakta razia aparat pada orang berkulit hitam di jogja.
"Pengamanan saat peristiwa agar tidak berubah menjadi pandangan rasis di masyarakat Jogja," ujarnya.
Natalius menambahkan, ia juga menemukan fakta bahwa terjadi ketidak adilan proses hukum yang dilakukan oleh aparat dengan menangkap sejumlah mahasiswa Papua dan menjadikan satu tersangka. Penangkapan tersebut justru terjadi pada mereka yang tidak terlibat dalam peristiwa tersebut.
"Setiap orang harus diperlakukan adil dalam proses peradilan. Polisi harus objektif tidak atas dasar rasial. Kerja polisi itu berbasis Ham cek itu Peraturan Kapolri Nomo 8 Tahun 2009."
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sekitar tiga hari tim dari Komnas HAM berada di Semarang untuk mengumpulkan bukti dan meminta keterangan saksi dan korban.
Baca SelengkapnyaPara mahasiswa di Ibu kota tersebut menyatakan siap adu argumentasi dengan Prabowo
Baca SelengkapnyaKomisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai situasi konflik dan kekerasan di Papua semakin mencederai HAM.
Baca SelengkapnyaDia terpaksa diboyong menggunakan mobil ambulans karena terluka di bagian mata.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM mendesak Kapolda Jawa Tengah dan Kapolda Sulawesi Selatan melakukan evaluasi atas dugaan penggunaan kekerasan oleh polisi saat mengamankan demo.
Baca SelengkapnyaKapolda NTT menyayangkan perbuatan oknum ormas tersebut terhadap mahasiswa.
Baca SelengkapnyaSebanyak 10 pelaku yang awalnya tak dikenal kini sudah diketahui identitasnya dan segera ditangkap.
Baca SelengkapnyaAksi persekusi dan penganiayaan terhadap mahasiswa Papua yang berunjuk rasa di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) viral di media sosial.
Baca SelengkapnyaKemenag sepakat pelanggaran hukum pada kerusuhan di Pamulang, Tangerang Selatan harus diproses
Baca SelengkapnyaKomnas HAM menyampaikan delapan rekomendasi agenda HAM yang perlu mendapatkan perhatian khusus pada pemerintahan Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaDirjen HAM menyebut tindakan merundung bisa mencederai martabat dan merugikan seseorang.
Baca SelengkapnyaAmnesty mengecam perlakuan tidak manusiawi diduga dilakukan prajurit TNI terhadap warga Papua tersebut.
Baca Selengkapnya