Komnas HAM Tak Temukan Kejahatan Pidana Terkait Meninggalnya Petugas KPPS
Merdeka.com - Komnas HAM merilis hasil pemantauan terkait meninggalnya ratusan petugas penyelenggara Pemilu 2019. Putusan pada sidang paripurna 6 Mei menunjukkan bahwa tidak ada unsur kejahatan Pemilu.
"Komnas HAM sampai saat ini belum menemukan indikasi tindak pidana yang mengarah pada kejahatan pemilu dalam penyelenggaraan pemilu," ungkap isi Keterangan Pers Nomor 005/Humas/KH/V/2019 yang diterima Liputan6.com, Sabtu (25/5).
Tim Pemantauan Pemilu 2019 Komnas HAM RI sendiri secara serentak melakukan pantauan lapangan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur l, dan Banten pada 15-18 Mei 2019.
-
Dimana petugas pemilu di Jateng meninggal? Di Klaten, Jawa Tengah, seorang petugas KPPS meninggal dunia setelah sempat bertugas di TPS 04 Desa Karangturi, Kecamatan Gantiwarno.
-
Siapa petugas pemilu yang meninggal di Klaten? Di Klaten, Jawa Tengah, seorang petugas KPPS meninggal dunia setelah sempat bertugas di TPS 04 Desa Karangturi, Kecamatan Gantiwarno. Ia bernama Dewi Indriyani (43), sebelumnya diketahui bahwa ia memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
-
Kenapa petugas pemilu di Klaten meninggal? Camat Gantiwarno Retno Setyaningsih mengatakan, beberapa hari sebelumnya ia sempat mengeluh sakit. Walau begitu pada hari pemungutan suara, Dewi berada dalam kondisi fit. 'Tapi kan KPPS banyak kerjaannya. Mungkin capek. Beliau punya Riwayat penyakit gula,' kata Retno dikutip dari ANTARA pada Kamis (15/2).
-
Bagaimana petugas pemilu di Sleman meninggal? Di Kabupaten Sleman, seorang petugas satuan perlindungan masyarakat (linmas) dilaporkan meninggal dunia sehari setelah mengamankan pemungutan suara Pemilu 2024. Petugas linmas itu bernama Sukidi, bertugas di TPS 1 Bulus Kidul, Candibinangun, Pakem, Sleman.
-
Siapa saja yang terlibat dalam pengawasan pemilu di Indonesia? Dalam konteks Indonesia, aktor-aktor seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat memiliki peran dalam memastikan pemilu berjalan dengan baik dan adil.
-
Siapa yang bertanggung jawab mengamankan Pemilu di Kalimantan Timur? 'Polda melalui Polres, juga berkolaborasi dengan TNI siap mengamankan pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan presiden. Bagaimana pun, Pemilu harus berjalan aman dan damai,' pungkasnya.
Serangkaian tindakan tersebut dilakukan dengan meminta keterangan langsung dari keluarga petugas yang meninggal dunia, rekan KPPS, dan petugas sakit secara langsung. Termasuk data-data dari KPU Provinsi, Bawaslu Provinsi, KPU Kabupaten Kota, serta Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten Kota di wilayah tersebut.
Dari situ, ada sejumlah temuan Komnas HAM. Untuk aspek regulasi kepemiluan, melihat antusiasme pemilih dalam berpartisipasi dan saksi yang kritis. Hingga adanya pengawas TPS, membuat petugas KPSS berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya. Pada akhirnya itu memicu waktu penghitungan menjadi lebih panjang.
Sementara sebelum pemungutan suara dilaksanakan, petugas KPPS sudah sibuk menulis dan membagikan C6, menyiapkan pembuatan TPS, dan lainnya.
Termasuk proses penghitungan suara yang dilakukan tanpa jeda sampai dini hari, bahkan pagi berikutnya, membuat petugas KPPS tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat sehingga menimbulkan tingkat kelelahan yang tinggi. Hal ini yang diduga memicu munculnya berbagai macam gejala penyakit.
Komnas HAM kemudian melihat adanya faktor kelalaian negara dengan menurunkan standar regulasi persyaratan KPPS tentang syarat mampu secara jasmani dan rohani, serta bebas dari penyalahgunaan narkoba. Semula harus berdasarkan hasil pemeriksaan rumah sakit atau puskemas, namun diganti dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan.
Rata-rata petugas pemilu hanya menggunakan surat keterangan sehat biasa dari Puskemas yang tidak mencantumkan riwayat atau resiko kesehatan petugas. Bahkan surat penyataan sehat pribadi juga diterima.
Negara juga dinilai belum berkomitmen dengan menempatkan petugas pemilu layaknya relawan volunteer. Pada akhirnya, perspektif perlindungan terhadap mereka menjadi lemah, baik aspek asuransi kesehatan hingga pembiayaan lainnya seperti honor dan pemenuhan syarat administrasi.
Negara juga tidak mengatur batas usia maksimal para petugas penyelenggara pemilu. Situasi ini menjadi salah satu faktor kerentanan sebab usia rata-rata yang meninggal adalah di atas 40 tahun.
Kemudian dari aspek jaminan kesehatan, Komnas HAM menemukan fakta adanya pengabaian terhadap perlindungan kesehatan petugas pemilu. Mereka tidak mendapat prioritas penanganan medis melalui asuransi sehingga berdampak pada pembiayaan secara mandiri.
Komnas HAM juga melihat tidak adanya langkah terpadu dari KPU, Bawaslu, dan Kementerian Kesehatan sebelum sakitnya petugas secara masal. Surat edaran yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan baru dilakukan pada 8 Mei 2019 dan efektivitas di lapangan masih belum terlihat.
Sementara untuk aspek kerawanan, Komnas HAM belum menemukan adanya tindakan yang bersifat intimidasi dan kekerasan fisik terhadap petugas pemilu. Baik oleh paslon presiden-wakil presiden, partai politik dan saksinya, juga pihak lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, Komnas HAM sampai saat ini belum menemukan indikasi tindak pidana yang mengarah pada kejahatan pemilu dalam penyelenggaraan pemilu.
Demi meningkatkan kualitas pemilu dan penghormatan atas hak untuk hidup Komnas HAM merekomendasikan dilakukannya autopsi kepada petugas yang meninggal dengan persetujuan keluarga menjadi syarat utama.
Kemudian negara harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem kepemiluan yang berimbas terhadap dampak kematian dan sakit bagi penyelenggara pemilu. Baik aspek regulasi persyaratan mengenai rekrutmen, usia, beban kerja, jaminan kesehatan atau asuransi, kelayakan honor, dan logistik kepemiluan.
Negara harus memastikan adanya tanggung jawab, terkait penanganan petugas pemilu. Baik meninggal, sakit, termasuk pemulihannya dan memberikan pembebasan biaya pengobatan.
Keterangan pers ini diterbitkan pada 21 Mei 2019 dengan mencantumkan tujuh Komisioner Komnas HAM yakni Ahmad Taufan Damanik, Hairansyah, Sandrayati Moniaga, Amiruddin, Beka Ulung Hapsara, Munafrizal Manan, dan M Choirul Anam.
Reporter: Nanda Perdana PutraSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lima petugas KPPS di Kabupaten Tangerang, Banten, meninggal dunia seusai mengawal pelaksanaan Pemilu 2024. Mereka diduga kelelahan.
Baca SelengkapnyaKPU Catat per 16 Februari: 23 Petugas KPPS dan 3 PPS Pemilu Meninggal Dunia
Baca SelengkapnyaKemenkes mencatat 27 kasus kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya"Kemarin agak sedikit ya, tapi ada yang meninggal ya," kata Dewan Pakar Timnas AMIN, Bambang Widjojanto
Baca SelengkapnyaMereka meninggal di saat sedang dan usai bertugas pada Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPemantauan Komnas HAM menghasilkan tiga kesimpulan dan sejumlah poin rekomendasi bagi empat kementerian/lembaga.
Baca SelengkapnyaTiga petugas KPPS yang meninggal dunia ini tersebar di tiga kabupaten yakni Alor, Belu dan Malaka.
Baca SelengkapnyaData tersebut berdasarkan hasil laporan dari 37 Provinsi dan 508 kabupaten/kota yang menggelar Pilkada.
Baca SelengkapnyaKepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi merinci data petugas pemilu yang meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaKetua MK Suhartoyo menanyakan kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari tentang dampak yang ditimbulkan dari pelanggaran kode etik oleh petugas KPPS.
Baca SelengkapnyaBanyak petugas yang mengalami kelelahan sehingga beberapa dari mereka meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaDibutuhkan komitmen dari penyelenggara pemilu KPU kabupaten/kota untuk menjalani tugas sesuai aturan ketentuan yang berlaku,
Baca Selengkapnya