Komnas HAM Temukan 11 Pelanggaran HAM dalam Proses TWK KPK
Merdeka.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut terdapat 11 pelanggaran HAM dalam proses asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK untuk alih status sebagai ASN. Wakil Ketua Internal Komnas HAM, Munafrizal Manan mengatakan, pelanggaran pertama adalah soal hak atas keadilan dan kepastian hukum.
"Perkom Nomor 1 Tahun 2021 yang berujung pada pemberhentian 51 pegawai yang tidak memenuhi syarat menyebabkan tercerabutnya hak atas keadilan terhadap pegawai tersebut dan ini sesuatu yang bertentangan dengan Pasal 3 Ayat 2 Jo Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," katanya dalam sebuah konferensi pers yang ditayangkan daring, Senin (16/8).
Pelanggaran selanjutnya adalah berkaitan dengan hak perempuan. Menurutnya, fakta yang diperoleh oleh Komnas HAM menunjukkan bahwa terdapat tindakan yang merendahkan martabat perempuan dalam proses TWK pegawai KPK.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Apa yang di periksa KPK? 'Yang jelas terkait subjek saudara B (Bobby) ini masih dikumpulkan bahan-bahannya dari direktorat gratifikasi,' kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto di Gedung KPK, Kamis (5/9).
-
Kenapa DKPP menilai KPU melanggar kode etik? Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
-
Apa sanksi untuk pegawai KPK yang terlibat pungli? Untuk 78 pegawai Komisi Antirasuah disanksi berat berupa pernyataan permintaan maaf secara terbuka. Lalu direkomendasikan untuk dikenakan sanksi disiplin ASN.
"Bahkan melecehkan perempuan dalam penyelenggaraan asesmen dan itu sebagai bentuk kekerasan verbal dan merupakan pelanggaran atas hak perempuan yang dijamin dalam Pasal 49 UU tentang HAM dan juga UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan," jelasnya.
Pelanggaran HAM ketiga yang ditemukan Komnas HAM adalah pelanggaran hak untuk tidak didiskriminasi. Komnas HAM, kata Rizal, telah menemukan fakta adanya pertanyaan yang bermuatan diskriminatif dan bernuansa kebencian dalam proses asesmen TWK.
"Dan ini nyata-nyata melanggar Pasal 3 Ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan juga melanggar Pasal 9 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan juga termasuk melanggar Pasal 7 UU Nomor 11 tentang Pengesahan Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya," ujarnya.
Selanjutnya adalah pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Di mana Komnas HAM menemukan fakta ada pertanyaan yang mengarah pada kepercayaan/keyakinan maupun pemahaman terhadap agama tertentu.
"Yang sebetulnya itu tidak memiliki relevansi dengan kualifikasi maupun lingkup pekerjaan pegawai ya dan ini jelas sebagai pelanggaran HAM sebagaimana yang sudah dijamin dalam Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 Jo Pasal 18 UU tentang HAM dan Pasal 18 UU tentang Pengesahan Hak-hak Sipil dan Politik," terangnya.
Pelanggaran HAM kelima yang ditemukan Komnas HAM adalah terkait hak atas pekerjaan. Menurut Rizal penonaktifan terhadap 75 pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat tak berdasar.
"Sehingga pemberhentian ini nyata sebagai pelanggaran hak atas pekerjaan yang juga diatur di UUD 1945 khususnya Pasal 28b Ayat 2, kemudian Pasal 38 Ayat 2 UU tentang HAM. Termasuk juga Komentar Umum 18 Angka 4 Konvenan Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya," ungkapnya.
Dalam proses TWK pegawai KPK Komnas HAM juga menemukan pelanggaran hak atas rasa aman. Pasalnya menurut Rizal, profiling lapangan yang dilakukan terhadap sejumlah pegawai KPK dianggap tak memiliki landasan hukum alias ilegal. Bahkan cenderung intimidasi.
"Ini merupakan salah satu bentuk dilanggarnya hak atas rasa aman tersebut. Artinya ini jelas tidak sesuai dengan Pasal 30 UU tentang HAM," urainya.
Rizal menerangkan, dalam proses tersebut juga terdapat pelanggaran hak atas informasi. Di mana proses penyelenggaraan TWK dianggap tidak transparan dan informatif soal metode dan parameter penentuan yang digunakan.
"Merupakan bentuk pelanggaran hak atas informasi yang dijamin dalam Pasal 14 Ayat 1 UU tentang HAM dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," katanya.
Menurutnya, proses asesmen juga melanggar hak atas privasi. Di mana Komnas HAM menemukan doxing serta hoaks yang menyasar personal sejumlah pegawai KPK.
"Padahal ini sudah dijamin di dalam 31 Ayat 1 UU tentang HAM, UU tentang ITE juga menjamin ini," jelasnya.
Pelanggaran HAM selanjutnya yang ditemukan pada proses asesmen pegawai KPK itu menurut Rizal adalah pelanggaran atas kebebasan berkumpul dan berserikat. Pasalnya temuan Komnas HAM menunjukkan bahwa mereka yang tak lulus TWK banyak menyasar para pegawai KPK yang aktif dalam kegiatan Wadah Pegawai KPK.
"Ini merupakan pelanggaran HAM sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945, Pasal 24 Ayat 1 UU 39 Tahun 1999, dan Komentar Umum 18 Angka 12c Konvenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya," terangnya.
Kemudian adalah pelanggaran HAM mengenai hak untuk berpartisipasi di dalam pemerintahan. Hasil asesmen KPK, kata Rizal telah menghalangi pegawai KPK untuk berpartisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
"Ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM yang dijamin Pasal 44 UU Nomor 39 Tahun 1999," ucapnya.
Terakhir adalah pelanggaran atas hak kebebasan berpendapat. Menurut Rizal pihaknya menemukan fakta bahwa terdapat indikator dalam TWK KPK tersebut seorang pegawai tak memenuhi syarat untuk lulus asesmen tersebut hanya karena kekritisannya terhadap pimpinan lembaga maupun pemerintahan.
"Dan ini sebagai wujud pembatasan terhadap kebebasan berpendapat seseorang yang sebetulnya dijamin dalam Pasal 23 Ayat 2 Jo Pasal 25 UU 39 Tahun 1999 dan juga Pasal 19 UU Nomor 12 Tahun 2005," tandasnya.
Reporter: Yopi MakdoriSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MKMK menemukan Anwar Usman melanggar etik saat proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Baca SelengkapnyaKPK buka suara usai dikritik habis-habisan oleh ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan.
Baca SelengkapnyaNama Ghufron tidak ada dalam daftar lolos Tess assessment yang diumumkan oleh Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK hari ini, Rabu (11/9).
Baca SelengkapnyaKusnadi berada di lantai dasar ketika Hasto sedang menjalani pemeriksaan
Baca SelengkapnyaGhufron pun hanya bisa pasrah usai asanya kembali memimpin lembaga antirasuah gugur.
Baca SelengkapnyaCalon pimpinan lembaga antirasuah harus terbebas dari pelanggaran etik, karena hal ini berkaitan dengan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKetua KPU Diputuskan Langgar Etik Karena Pencalonan Gibran, DKPP Sebut Tak Pengaruh Pencalonan Cawapres
Baca SelengkapnyaSebelumnya Dewas menjatuhkan sanksi etik sedang pada Ghufron karena dianggap menyalahgunakan kewenangan sebagai pimpinan KPK.
Baca SelengkapnyaPara pelapor menduga adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Anwar Usman saat menggelar konferensi pers pada 8 November 2023 lalu, pascaputusan MKMK.
Baca SelengkapnyaYudi berharap salah satu dari mereka bisa terpilih menjadi pimpinan KPK untuk setidaknya memperbaiki KPK dari dalam.
Baca SelengkapnyaSulis menyinggung pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah akan dihadapkan dengan hukum.
Baca SelengkapnyaMKMK memutuskan Anwar Usman melanggar kode etik untuk kedua kalinya.
Baca Selengkapnya