Komnas HAM Ungkap Tindakan Kekerasan di Lapas Yogyakarta: Narapidana Minum Air Seni
Merdeka.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap sejumlah dugaan tindakan merendahkan martabat dan penyiksaan yang terjadi dalam dua tahun terakhir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta.
Pemantau Aktivitas HAM Komnas HAM, Wahyu Pratama Tamba mengatakan, setidaknya ada sejumlah tindakan merendahkan martabat yang disertai tindakan penyiksaan menimpa para warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau narapidana.
"Benar terjadi penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat manusia yang dilakukan petugas Lapas," katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/3).
-
Apa yang diwisudakan? Xavier Rasyad Pasca Aliva, putra ganteng Cut Keke dan Malik Bawazier, baru saja menyelesaikan pendidikannya di BINUS SCHOOL Simprug.
-
Dimana praktik penumbalan ini terjadi? Penelitian ini dilakukan setelah evaluasi ulang sebuah kuburan tua yang ditemukan di Saint-Paul-Trois-Châteaux, Prancis selatan, lebih dari 20 tahun lalu.
-
Apa saja bentuk sanksi hukum? Saknsi yang dilakukan dari norma hukum bersifat tegas serta nyata, bisa berupa denda dengan nominal tertentu hingga penjara dalam waktu tertentu pula.
-
Apa yang dilakukan pelaku? Mereka juga meminta Y agar menyerahkan diri agar dapat diperiksa. 'Saya imbau kepada yang diduga pelaku berinisial Y yang sesuai dengan video yang beredar agar menyerahkan diri,' kata Rahman saat dikonfirmasi, Minggu (28/4).
-
Apa bentuk kekerasan? Kekerasan seksual mencakup semua bentuk aktivitas seksual yang dilakukan tanpa persetujuan dari korban. Ini termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, eksploitasi seksual, dan memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain.
-
Apa bentuk pelecehan yang dilakukan pelaku? Dia mengatakan korban sempat takut untuk mengaku hingga akhirnya pihak keluarga membawa korban ke fasilitas kesehatan untuk melakukan pengecekan.'Yang bersangkutan menyampaikan takut. Setelah itu keluarga korban mengecek ke rumah sakit dan ternyata betul korban hamil, dan diakui oleh korban bahwa ia mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri,' kata dia, seperti dilansir dari Antara.
Dia menjabarkan tindakan perlakuan merendahkan martabat WBP diantaranya seperti pemotongan jatah makanan, memakan muntahan, meminum air seni dan mencuci muka menggunakan air seni.
Bahkan tidak hanya itu, tindakan merendahkan martabat yang diduga dilakukan para penjaga lapas ini juga kerap menyuruh para WBP untuk melakukan hal yang merendahkan secara telanjang tubuh.
"Telanjang dan diminta mencabut rumput sembari dicambuk menggunakan selang, disuruh melakukan tiga gaya bersetubuh dalam posisi telanjang, penggundulan rambut dalam posisi telanjang," ujarnya.
"Disuruh jongkok dan berguling-guling di aspal dalam keadaan telanjang, memakan buah pepaya busuk dalam kondisi telanjang yang disaksikan sesama WBP," sambung Wahyu.
Selain itu, Wahyu menyebut para WBP secara fisik juga kerap mengalami tindakan kekerasan secara langsung seperti pemukulan, pencambukan menggunakan selang, diinjak, direndam di kolam lele, hingga disiram air garam atau air rinso pada dini hari.
Bahkan tindakan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat juga dialami oleh tahanan titipan yang mana seharusnya ada mekanisme khusus terhadap tahanan titipan.
"Akibatnya, tindakan kekerasan yang dilakukan mengakibatkan rasa sakit, luka dan trauma psikologis," tuturnya.
Dalam investigasi ini, Komnas HAM juga menemukan tiga belas alat yang dipakai untuk penyiksaan, diantaranya selang, kayu, kabel, buku apel, tangan kosong, sepatu PDL, air garam, air Rinso, pecut sapi, timun, dan sambal cabai, Sandal dan barang-barang yang dibawa oleh tahanan baru.
"Kekerasan tersebut menimbulkan luka-luka di area punggung, kaki dan tangan," sebutnya.
Terjadi Ketika Pergantian Struktur Lapas
Lebih lanjut, Wahyu juga menyebut jika tindakan pelanggaran tersebut mulai terjadi manakala adanya perubahan struktur kepemimpinan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta dan upaya pembersihan lapas oleh kepemimpinan yang baru.
Dimana hal tersebut terjadi pada kisaran pertengahan Tahun 2020 setelah adanya pergantian struktur lapas dimana dalam kondisi ini intensitas kekerasan semakin meningkat. Bahkan dalam periode itu ditemukan 2828 pil sapi, 315 HP, 227 bunker dan barang terlarang lainnya.
Kemudian, pada akhir pasca tahun 2020 ketika kembali terjadi pergantian struktur pejabat dalam lapas, yaitu pergantian Kalapas dan Ka. KPLP di akhir Tahun 2020 tataban kehidupan WBP memang menjadi lebih teratur dan lebih disiplin.
Dimana, sikap WBP menjadi lebih hormat kepada petugas dan penerapan baris- berbaris dalam melakukan setiap kegiatan juga masih tetap diterapkan secara teratur dan terjadwal oleh setiap blok hunian.
"Namun, Pada periode ini masih terjadi kekerasan dengan intensitas yang hampir sama dengan periode tahun 2020," ungkapnya.
"Bahkan Pada 11 November 2021 Ditemukan enam orang WBP dalam kondisi luka di beberapa bagian tubuh seperti luka kering, bernanah di punggung dan lengan, luka keloid di punggung, dan luka membusuk di lengan," lanjutnya.
Atas hasil temuan tersebut, Komnas HAM dalam rekomendasinya meminta Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly bersama jajaran terkait untuk melaksanakan rekomendasi.
"Segera melakukan pemeriksaan kepada siapapun yang melakukan atau mengetahui tindakan penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan merendahkan martabat, namun tidak mengambil langkah untuk mencegahnya, termasuk petugas sipir Lapas, penjaga pintu utama (P2U) Lapas, eks Kalapas dan eks Ka. KPLP pada periode Tahun 2020 dan pihak lainnya," pintanya.
Bahkan apabila ditemukan adanya pelanggaran hukum, Komnas HAM meminta agar temuan tersebut dibawa untuk diproses secara hukum.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tak tahan dengan perlakuan suaminya, korban melayangkan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Prabumulih.
Baca SelengkapnyaKapolres Metro Jakarta Barat Kombes M Syahduddi menjelaskan, dari tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka salah satunya anak di bawah umur Inisial AA (15).
Baca SelengkapnyaPerkara ini awalnya telah dilakukan upaya perdamaian antara kedua belah pihak. Hanya saja tidak menemui titik terang
Baca SelengkapnyaAditya, disebut sebagai korban salah tangkap hingga mengalami penganiayaan
Baca SelengkapnyaKorban seorang diri dikeroyok para terlapor dengan cara menjambak rambut serta mencakar leher dan tangannya.
Baca SelengkapnyaPara tahanan yang membayar bakal mendapat service, namun bagi yang tidak menyetor pungli dibuat tidak nyaman.
Baca SelengkapnyaKedelapan warga binaan itu terindikasi membantu pegawai berinisial M.
Baca SelengkapnyaPanti asuhan itu tidak memilik izin dari Dinas Sosial Kota Medan.
Baca SelengkapnyaAda ancaman teruntuk para tahanan yang menolak membayar pungli.
Baca SelengkapnyaUsai beraksi, pelaku Carles Arif alias Koko Cimeng sempat mengunjungi korban di RSUD setempat.
Baca SelengkapnyaBriptu S melakukan pelecehan di kamar mandi ruang tahanan. Korban sempat menolak, tetapi pelaku terus memaksa.
Baca SelengkapnyaDewas KPK menyatakan 12 pegawai KPK bersalah terkait pungli di rutan KPK.
Baca Selengkapnya