Komnas KIPI Dalami Dugaan Pembekuan Darah dan Kecemasan yang Dialami Trio
Merdeka.com - Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) belum memiliki cukup bukti untuk mengaitkan peristiwa meninggalnya Trio Fauqi Virdaus (22) dengan pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca.
"Saat ini sedang dilakukan penelusuran untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk mengaitkan kejadian ikutan pascaimunisasi dengan imunisasi yang diberikan," kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari dilansir Antara, Selasa (11/5).
Hindra mengatakan gejala yang mungkin timbul pascaimunisasi beragam pemicunya, bisa disebabkan oleh kandungan vaksin yang mengalami cacat produk hingga kekeliruan prosedur saat penyuntikan.
-
Siapa yang terlibat dalam produksi vaksin dalam negeri? Salah satu proyek unggulannya adalah pengembangan Vaksin Merah Putih atau INAVAC yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair).
-
Apa yang ditemukan KPK di Basarnas? Lembaga antirasuah mengungkap kasus dugaan korupsi di Basarnas.
-
Dimana tim khusus Kemenkes mengambil sampel? Dikutip dari ANTARA, tim peneliti itu mengambil sampel darah penderita DBD, kemudian mengambil sampel nyamuk dan jentik nyamuk di lima lokasi penelitian.
-
Apa yang ditemukan di TKP? Bukannya membawa korban ke Rumah Sakit, pelaku malah meninggalkannya di ruko TKP ditemukan jasad RN tewas bersimbah darah.
-
Bagaimana cara meningkatkan ketahanan kesehatan melalui vaksin? Menkes Budi juga menambahkan, untuk mendukung ketahanan kesehatan, diperlukan penelitian yang berkelanjutan dan mengikuti perkembangan teknologi. Pemerintah melalui berbagai program terus mendorong pengembangan vaksin berbasis teknologi terkini.
"Dulu ada vaksin Rotavirus menyebabkan invaginasi, tapi sekarang sudah diubah produknya jadi generasi berikutnya dan sekarang sudah aman. Atau kekeliruan prosedur, misalnya disuntikan di dalam otot, ternyata suntiknya terlalu dangkal itu bisa juga sebabkan KIPI," katanya.
Hindra mengatakan Komnas KIPI masih mengumpulkan bukti terkait dugaan pembekuan darah yang dialami warga Buaran, Jakarta Timur, itu.
"Belum cukup bukti, namun tidak dapat disingkirkan," katanya saat ditanya apakah kejadian yang dialami Trio berkaitan dengan pembekuan darah.
Prinsip kedua yang sedang ditelusuri Komnas KIPI adalah faktor kecemasan almarhum yang tidak terkait dengan imunisasi.
"Prinsip keduanya adalah kecemasan, namun gejala yang diperlihatkan ada perbedaan," katanya.
Reaksi kecemasan berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada 20 Desember 2019 dikelompokkan dalam 'Imunization Stress-Related Respons' atau gejala dan tanda yang muncul akibat kecemasan.
"Ini tidak berhubungan dengan kecacatan produk, tidak berhubungan dengan isi vaksin bahkan kekeliruan prosedur. Respons ini merupakan reaksi dari 'nerveus fanboost', reaksinya berupa napas cepat berhubungan dengan reaksi psikiatrik yang berhubungan dengan stres," katanya.
Hindra mengatakan faktor stres muncul karena kekuatan psikologi orang berbeda, kerentanan berbeda, pengetahuan tentang vaksin juga berbeda dan persiapan dan konteks sosial berbeda pada setiap individu.
"Misalnya saat mau ujian lisan, kita ke kamar mandi bolak-balik. Atau dipanggil atasan, kita berdebar. Bisa juga diputuskan pacar, tidak ada nafsu makan. Reaksi ini sama dengan imunisasi," katanya.
Respons stres yang berhubungan dengan imunisasi bisa berupa stres akut, reaksi 'vasovagal' atau dissosiative neurological.
Stres akut biasanya ditandai jantung berdebar, kemudian kesemutan, rasa sakit dada, melayang, pusing, sakit kepala dan bisa berulang. Kadang terjadi pingsan, kejang hingga bengong.
Reaksi 'vasovagal' ditunjukan dengan rasa pusing namun reaksinya ringan. "Itu akibat dari pelebaran pembuluh darah dan denyut jantung menurun. Pingsan bisa 20 detik atau beberapa menit, terus langsung sadar dan baik," katanya.
Sementara, dissosiative neurological sympton reaction mirip seperti mengalami kelumpuhan, lemas atau gerakan aneh, susah bicara atau kejang. Situasi ini bisa terjadi beberapa hari atau jam setelah imunisasi.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Uli menyebut ada tiga tujuan menyurati Polda Jawa Barat, salah satunya meminta keterangan mengenai perkembangan pencarian tiga DPO.
Baca SelengkapnyaKomisi III kembali menyinggung kasus tewasnya tahanan di Polres Kota Palu.
Baca SelengkapnyaPeninjauan yang dilakukan Komisi III DPR RI agar tidak menimbulkan tuduhan-tuduhan yang negatif atas insiden penemuan tujuh mayat di Kali Bekasi.
Baca SelengkapnyaVina adalah korban pembunuhan bersama teman lelakinya, Eky, di Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 2016.
Baca SelengkapnyaHotman menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses penanganan perkara
Baca SelengkapnyaPemantauan Komnas HAM menghasilkan tiga kesimpulan dan sejumlah poin rekomendasi bagi empat kementerian/lembaga.
Baca SelengkapnyaPolisi diharapkan mengungkap sebab kematian dan menemukan pelaku atas tewasnya empat anak tersebut.
Baca SelengkapnyaSupriansa menyebut kasus tewasnya Bayu Adhitiyawan sangat janggal.
Baca SelengkapnyaPolisi menyebut 3 DPO terus diburu. Dalam kasus ini sudah delapan orang divonis, 7 seumur hidup, 1 delapan tahun bui.
Baca SelengkapnyaPenyidik yang telah mendapatkan adanya unsur pidana dalam tewasnya empat bocah inisial VN berusia 6 tahun, S 4 tahun, A 3 tahun, dan A 1 tahun.
Baca SelengkapnyaPolisi menemukan bukti baru usai olah TKP ulang di Jalan Ciseuti, Desa Jalancagak, Kecamatan Jalancagak.
Baca SelengkapnyaUntuk kemungkinan tewasnya empat bocah, karena kekurangan makanan atau mati karena kelaparan.
Baca Selengkapnya