Kompolnas sarankan Jokowi pilih Kapolri yang berintegritas tinggi
Merdeka.com - Komisioner Kompolnas Irjen (Purn) Bekto Suprapto meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) jangan sampai salah dalam memilih calon Kapolri mendatang. Pasalnya, jika Kapolri dipilih tak baik oleh Jokowi, maka nantinya sekitar 400 ribu anggota Polri lainnya akan berdampak.
"Kalau komandannya enggak baik. Nanti anggotanya juga tak baik. Makanya Presiden harus hati-hati (memilih Kapolri)," kata Bekto dalam forum diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6).
Dalam hal ini, Bekto juga mengatakan, selain dampak pada anggota Polri lainnya, pemilihan calon Kapolri nantinya juga menentukan kehidupan masyarakat pada umumnya. Sebab dalam menjalankan aktivitasnya, masyarakat selalu bersentuhan dengan Kapolri.
-
Kenapa Kompolnas butuh anggota baru? Hermawan mengajak seluruh masyarakat yang ingin memperbaiki tubuh Polri untuk berbondong-bondong mendaftar seleksi calon pimpinan Kompolnas.
-
Apa yang dipesan Jokowi ke TNI-Polri? 'TNI Polri harus berani masuk ke hal-hal yang berkaitan dengan teknologi. Pesawat tempur perlu, iya. Tank perlu, iya. Tapi hati-hati juga dengan drone.' kata Jokowi.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Kenapa Kolonel Bambang menolak jadi jenderal? Bambang menolak menerima begitu saja pangkat jenderal dari presiden, tanpa prosedur yang berlaku. Itu justru akan membuatnya dicemooh oleh sesama perwira dan merusak sistem yang berlaku.
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Mengapa seleksi Akpol NTT dikritik? Menurut Ombudsman NTT Darius Beda Daton, pihaknya tidak dilibatkan dalam seleksi sehingga kurang tahu proses awalnya seperti apa. Namun dia menilai jika Catar Akpol NTT diisi orang luar, untuk apa seleksi dilakukan di sini.'Kami tidak dilibatkan sejak awal seleksi sehingga kurang tahu proses awalnya seperti apa. Biasanya melibatkan pengawas eksternal dalam seleksi seperti ini agar transparan,' ujarnya, Sabtu (6/7).
"Kalau kita bawa motor lalu lawan arus, polisi nunjuk tangannya saja kita langsung balik arah. Artinya kalau nanti polisi udah enggak bener, nanti masyarakat juga yang akan merasakan dampaknya," katanya.
Menurut mantan Kepala Densus 88 ini, kriteria yang paling penting untuk calon kapolri adalah berintegritas tinggi. Menurutnya, integritas merupakan prinsip dasar kehidupan yang kuat, dan juga nantinya Kapolri tersebut harus senang bekerja, memiliki tanggung jawab, tepat waktu, etika yang bagus dan mampu menjadi pemimpin teladan bagi bawahannya.
"Yang penting sekarang bukan siapa, tapi apa selanjutnya Kapolri yang dapat mengikuti jawaban dari harapan masyarakat," pungkasnya.
Terkait mekanisme pemilihan, Bekto menjelaskan bahwa Kompolnas hanya sebatas memberi penilaian terhadap nama-nama yang sudah masuk. Sementara untuk menentukan siapa saja yang layak menjadi kandidat calon Kapolri, merupakan wewenang Dewan Kepangkatan Jabatan Tertinggi (Wanjakti).
"Kami enggak punya nama-nama calon. Kami hanya terima jadi dari mereka (Wanjakti), lalu kami memberikan penilaian saja," lanjutnya.
Karena tidak menerima nama-nama calon Kapolri, otomatis Kompolnas tidak mengetahui riwayat para calon yang digadang-gadang disebutkan menjadi kapolri. Atas hal tersebut, lanjutnya, pihaknya sulit untuk mengetahui rekam jejak mereka selama menjadi polisi.
"Kami enggak tahu mereka pernah ngapain saja selama jadi polisi. Apakah pernah mukul orang atau tidak, kami tak tahu. Kompolnas hanya terima jadi dari Wanjakti lalu memberikan penilaian untuk segera direkomendasikan kepada presiden," ujar Bekto.
Meski begitu, Kompolnas tak kehilangan akal untuk mencari tahu rekam jejak mengenai rekam jejak para calon.
"Kami bisa terjun langsung ke masyarakat untuk mengetahui keinginan masyarakat mengenai sosok Kapolri yang mereka inginkan," katanya.
Seperti diketahui, muncul lima nama yang menjadi calon kuat Kapolri. Mereka sering muncul di Istana Negara, mereka adalah Wakapolri Komjen Budi Gunawan, Kepala BNN Komjen Budi Waseso, Kepala BNPT Komjen Tito Karnavian, Irwasum Polri Komjen Dwi Priyatno dan Kalemdikpol Komjen Syafruddin. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi diduga terima suap Rp88,3 miliar.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP mengingatkan Kapolri banyak suara dari rakyat yang juga berharap agar Polri tetap netral di Pemilu 2024 ini.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo sepakat dengan Menko Marves Luhut Binsar Padjaitan agar kabinet Prabowo-Gibran tak diisi oleh orang toxic.
Baca SelengkapnyaPernyataan Hasto dinilai jauh dari kesan dan sikap seorang kader partai politik.
Baca SelengkapnyaJokowi tidak mau mengartikan lebih jauh arah perkataan Luhut.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi juga akan memastikan pembentukan dan penetapan Pansel KPK untuk memperkuat KPK
Baca SelengkapnyaJokowi justru menilai KPK saat ini sudah bagus dan memiliki sistem baik.
Baca SelengkapnyaDia menyebut, adanya hubungan tersebut membuat persepsi publik buruk terhadap Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaEtika Jokowi sebagai presiden dipertanyakan PDI Perjuangan.
Baca SelengkapnyaPengamat Politik Ujang Komarudin menilai, Jokowi tidak perlu untuk cawe-cawe
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri menyindir Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Baca SelengkapnyaJokowi mengingatkan para relawan untuk tidak memilih pemimpin yang hanya ingin menikmati kenyamanan dan fasilitas negara.
Baca Selengkapnya