Komunitas Bandung beli mobil buat siswa korban konflik lahan Lampung
Merdeka.com - Prihatin dengan konflik sengketa tanah di Moro-Moro, Lampung, yang mengancam penutupan sekolah dasar dan SMP, sejumlah aktivis komunitas Bandung melakukan kampanye Jangan Tutup Sekolah Kami dan Save Moro-Moro.
Moro-Moro adalah perkampungan berisi sekitar 3.000 warga di Kabupaten Mesuji, Lampung, yang oleh pemerintah setempat dianggap ilegal. Hal ini berdampak pada putra-putri yang bersekolah di Moro-Moro.
Kondisi tersebut yang melatarbelakangi kampanye Jangan Tutup Sekolah Kami dan Save Moro-Moro yang digagas Rumah Bintang di Bandung. Rumah Bintang merupakan lembaga pendidikan anak. Aktivis Rumah Bintang, Evrian Kharisma, menyebutkan pada Mei 2015 lalu pemerintah Mesuji telah menutup satu SD Moro Dewe dan satu SMP.
-
Siapa yang menghuni kampung tersebut? Pasalnya di sini, seluruh penghuninya merupakan perempuan dan tidak ada laki-laki sama sekali.
-
Di mana lokasi kampung terisolir ini? Sebuah kampung di Kabupaten Grobogan letaknya berada di pedalaman hutan jati. Akses menuju kampung itu terbilang sulit. Pengunjung dengan kendaraan roda dua harus melewati jalan berpasir yang sempit di antara pohon-pohon jati yang membentang sejauh empat kilometer.
-
Dimana kampung mati lebak? Kabarnya, kampung ini ditinggalkan warga karena akan dijadikan sebagai bendungan. Empat keluarga memilih bertahan untuk tinggal di kampung mati Susukan dan Karian, Desa Calungbungur, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten.
-
Apa yang terjadi di kampung mati lebak? Suasana sunyi begitu terasa saat memasuki wilayah kampung tersebut. Banyak bangunan yang ditinggalkan dengan kondisi rusak maupun utuh. Di sepanjang jalan menuju perkampungan, rerumputan dan ilalang tumbuh menjulang sehingga menguatkan kesan terbengkalai.
-
Bagaimana warga di kampung itu? Selain memiliki pemandangan yang indah dengan hamparan rumput, warga di kampung tersebut dikenal ramah.
-
Dimana kampung terpencil itu berada? Dusun Gunung Tengu merupakan sebuah perkampungan mati yang berada di tengah perkebunan kopi, lokasinya berada di Desa Sidoharjo, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung.
"Kini tiga sekolah lainnya, semuanya SD, terancam ditutup juga," kata Evrian, kepada Merdeka Bandung di sela acara kampanye, Minggu (8/11) malam.
Ia menyebutkan, jumlah siswa-siswi di Moro-Moro ada sekitar 400 anak. Ia khawatir, tanpa perhatian semua pihak, siswa-siswi tersebut terancam putus sekolah akibat rencana penutupan sekolah-sekolah mereka.
Dalam aksi galang dana tersebut, ada dua isu didorong. Pertama kampanye fasilitas pendidikan untuk anak di Moro-Moro. Menurut dia, meskipun ada konflik tanah di Moro-Moro, anak-anak tetap berhak mendapat fasilitas pendidikan.
Selain itu, penutupan sekolah SD dan SMP membuat siswa-siswi di sana harus dialihkan sekolahnya ke Kabupaten Mesuji yang jaraknya 15-20 kilometer atau setara dengan Bandung-Lembang.
Sementara transportasi umum dari Moro-Moro ke Mesuji tidak ada. Maka siswa-siswi mengandalkan nebeng pada truk atau mobil barang tiap harinya. "Maka acara galang dana ini ditujukan untuk membeli dua mobil pick up second untuk angkutan sekolah mereka," kata Evrian.
Ia menambahkan, mobil pick up tersebut bisa dipakai untuk angkutan sekolah bagi anak-anak Moro-Moro. Sejauh ini, penggalangan dana sudah mencapai Rp 10 juta. Peserta galang dana berasal dari berbagai komunitas di Bandung, pengusaha clothing, distro, cafe, Komunitas Perpus Jalanan Bandung, Komunitas Taman Kota dan lainnya.
Acara penggalangan dana sendiri dilakukan di Rumah The Panas Dalam, Jalan Ambon. Acara dimeriahkan dengan sajian band-band Bandung seperti De Galih, Flukeminimix, pantomime Wanggihoed, band Tetangga Pak Gesang, dan Perkusi Rubin. Di sela acara juga dilakukan penjualan kaos, gitar bass, cincin gaul, tas, buku yang hasilnya untuk disumbangkan ke Moro-Moro.
Untuk diketahui, di Moro-Moro terdapat lima wilayah setingkat dusun yang setiap dusunnya diatur pemimpin setingkat Kepala Dusun, karena tidak ada Kepala Dusun. Moro-Moro berdiri 1996-1997 oleh penduduk miskin yang tidak punya tanah.
Dalam kurun waktu 18 tahun ini masyarakat Moro-Moro membangun tempat ibadah, posyandu, tiga SD dan 1 SMP secara swadaya. Mereka juga menghijaukan lahan 2.400 hektare yang dulunya berupa alang-alang. Namun keberadaan Moro-Moro dianggap illegal oleh pemerintah setempat. Mereka dinilai menempati tanah bukan milik mereka. (mdk/mtf)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lalu lintas truk angkutan material proyek pembangunan di wilayah Pantura, Kabupaten Tangerang memicu kemarahan warga.
Baca SelengkapnyaBegini potret desa transmigrasi di Kaltara dengan rumah megah dan mobil terparkir di garasi warga.
Baca SelengkapnyaSido Muncul gerak cepat memberikan bantuan sebesar Rp350 juta untuk korban terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki.
Baca SelengkapnyaTim Jatanras Polda Jawa Tengah menindaklanjuti viralnya Desa Sukolilo, Pati yang disebut sebagai kampung penadah kendaraan bermotor.
Baca SelengkapnyaWarga menyebut Peraturan Bupati soal jam operasional truk tambang di wilayah Kosambi sekadar pajangan. Mereka minta pemkab tutup aktivitas tambang.
Baca SelengkapnyaSetelah ditinggal warganya, kampung ini kemudian berganti nama menjadi Mojokoncot
Baca SelengkapnyaSelama ada pemblokiran tersebut, pengguna jalan lintas Sarolangun yang akan menuju ke Jambi belum bisa melintas.
Baca SelengkapnyaMeskipun berdekatan langsung, kawasan elite PIK 2 dan desa-desa di sekitarnya dipisahkan dengan tembok beton yang cukup tinggi.
Baca SelengkapnyaAksi demonstrasi itu dilakukan di Jalan Ir. H. Juanda, Depok.
Baca SelengkapnyaKabar terbarunya, sejumlah kediaman di kampung relokasi tersebut nampak begitu megah dan mewah.
Baca SelengkapnyaWarga menolak aktivitas tambang karena membuat mereka gagal panen dan tercemarnya lingkungan.
Baca SelengkapnyaWarga di kampung itu harus direlokasi setelah terjadi peristiwa longsor.
Baca Selengkapnya