KontraS: Hukuman mati perlihatkan wajah kejam Jokowi
Merdeka.com - Hukuman mati bagi penjahat narkoba duo 'bali nine' Myuran Sukumaran dan Andrew Chan tidak ditawar-tawar lagi oleh pemerintah Indonesia. Walau pun pemerintah Australia terus mendesak dengan segala cara agar eksekusi dibatalkan.
Ketua KontraS, Haris Azhar menilai hukuman mati gembong narkoba duo 'Bali nine' Myuran Sukumaran dan Andrew Chan sarat pelanggaran HAM dan justru memperlihatkan wajah Presiden Jokowi yang kejam.
"Makin dia terus melaksanakan hukuman mati, makin muncul wajahnya yang kejam," tegas Haris di Jakarta, Kamis (5/3)
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Apa gugatan yang dilayangkan ke Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang berpendapat hukuman mati melanggar hak asasi manusia? Amnesty International berpendapat bahwa hukuman mati melanggar hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup dan hak untuk hidup bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.
Menurut KontraS, hukuman mati bagi dua pengedar narkoba kelas kakap itu bukan satu langkah yang baik untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan narkoba di Indonesia.
"Hukum mati untuk pelaku kejahatan narkoba melanggar HAM. Siapa yang jamin nyawa bisa hilang dalam satu detik? Apakah hukuman mati momentum yang enak?" kata Haris Azhar.
Haris menilai, apa yang dinyatakan oleh Presiden Jokowi tentang bahaya narkoba yang telah membunuh 4,7 juta warga Indonesia itu adalah sebuah asumsi saja. Sebab Presiden Jokowi sendiri mengambil data dari BNN yang mengambil data dari jumlah pemakai dan yang baru coba memakai narkoba.
"Dalih Jokowi bunuh banyak orang oleh narkoba tidak fair. Ukuran daruratnya dari mana? Presiden memakai data BNN dari sampel pemakai dan pencoba narkoba. 4,7 juta dari mana? Itu hanya asumsi," lanjut Haris.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dua periode Presiden Jokowi memimpin negeri mendapat sorotan.
Baca SelengkapnyaAktivis Aksi Kamisan ke-836 menyoroti tidak terealisasinya janji-janji keadilan bagi korban pelanggaran HAM selama 10 tahun berkuasa.
Baca SelengkapnyaPidato kenegaraan Presiden Jokowi jelang hari kemerdekaan Indonesia, mengejutkan banyak pihak.
Baca SelengkapnyaEros Djarot menilai sikap Jokowi terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo melawan hukum.
Baca SelengkapnyaAksi Kamisan ke-807 ini memprotes pemberian penghargaan berupa kenaikan pangkat istimewa Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto oleh Presiden Joko Widodo.
Baca SelengkapnyaPernyataan Rocky dinilainya dapat memecah belah konstitusi sejak Pilpres 2019 lalu.
Baca SelengkapnyaBivitri dalam diskusi ini, menyebut kecurangan Pemilu dirasakan luar biasa.
Baca SelengkapnyaAdik Wiji Thukul mengaku kecewa dengan masa kepemimpinan Jokowi.
Baca SelengkapnyaAliansi Mahasiswa Bekasi-Karawang menggelar demonstrasi di Jalan Cut Meutia, Kota Bekasi, Selasa (6/2). Mereka membakar foto Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca SelengkapnyaPada rekaman yang diputar Hasto lewat telepon genggam miliknya, memang terdengar suara mirip Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyampaiakan ia sering mendapat umpatan kata-kata kasar di media sosial. Hal itu disampaikan Jokowi dalam sidang umum di DPR, Rabu (16/8).
Baca SelengkapnyaSelain dikecam pelbagai pihak, Rocky Gerung juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Relawan Indonesia Bersatu atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Jokowi.
Baca Selengkapnya