KontraS Sesalkan 11 Anggota TNI Keroyok Junis Hingga Tewas Hanya Dituntut 1-2 Tahun
Merdeka.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan rendahnya tuntutan Oditur Militer terhadap 11 anggota TNI atas dugaan penganiayaan berujung kematian warga bernama Jusni (24). Mereka dituntut dengan hukuman 1-2 tahun penjara saat sidang lanjutan di Pengadilan Militer II/08 Jakarta, Selasa (17/11) lalu.
"Oditur Militer menuntut para terdakwa dengan hukuman dari 1-2 tahun penjara dan hanya 2 orang terdakwa anggota TNI yang diberikan hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer. Rendahnya tuntutan ini membuktikan bahwa proses persidangan yang berjalan tidak objektif dan tidak adil," kata Staf Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldy dalam keterangannya, Kamis (19/11).
Mereka berpendapat, proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Militer II/08 Jakarta tidak mengungkapkan fakta-fakta yang sesungguhnya terjadi. Persidangan hanya fokus pada peristiwa penyiksaan yang terjadi di depan Masjid Jamiatul Islam.
-
Apa yang ingin diputuskan secara adil? Apabila permohonan perceraian ini diterima, Ryan juga berhak untuk meminta hak asuh anak. Hak asuh anak seharusnya diberikan secara adil karena keduanya memiliki hak yang sama,
-
Bagaimana jika kritik yang diterima tidak membangun? Jika kritik yang diterima tidak mencakup saran perbaikan, mungkin lebih baik untuk mengabaikannya.
-
Kenapa MK tidak langsung membahas semua sengketa? Perkara yang dapat dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi, hanya perkara yang dinilai membutuykan pembuktian lanjutan berdasarkan rapat permusyawaratan hakim (RPH) selama sepekan terakhir.
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Mengapa klaim tersebut diragukan? Dalam artikel juga tidak ditemukan adanya narasi yang menyebut Jokowi dan Listyo SIgit mencopot Polda Jabar karena membatalkan sidang tersangka Pegi.
-
Kenapa teks eksposisi tidak boleh argumentatif? Dengan demikian, teks eksposisi seharusnya tidak bersifat argumentatif, namun lebih pada memberikan penjelasan yang detail dan faktual.
Padahal, masih terdapat 2 tempat terjadinya peristiwa penyiksaan yang harus diungkap dan didalami dalam proses persidangan. Yakni peristiwa di Jalan Enggano dan Mess Perwira Yonbekang 4/Air.
KontraS juga menyoroti barang bukti yang dihadirkan oleh Oditur Militer. Barang bukti dinilai tidak sesuai dengan fakta peristiwa. Setidaknya terdapat dua barang bukti yang tidak dihadirkan. Yakni alat menyerupai tongkat dan hanger.
"Alat yang menyerupai tongkat, dipakai oleh salah satu terdakwa pada saat melakukan penyiksaan di depan Masjid Jamiatul Islam, peristiwa ini juga tertangkap oleh CCTV," sambungnya.
Sedangkan hanger (gantungan baju), alat ini diduga dipakai untuk menyiksa korban dengan cara dicambuk bagian punggung korban saat di Mess Perwira Yonbekang 4/Air. Sebagaimana disampaikan korban kepada rekannya saat korban dijemput di depan Termbekang-1.
"Dalam proses persidangan, diketahui Oditur Militer tidak berupaya mengurai dan mengungkap rantai pertanggungjawaban komando atas peristiwa penyiksaan ini. Mengingat salah satu lokasi yang diduga menjadi tempat penyiksaan itu berada di area militer, yang mana area tersebut hanya dapat diakses oleh anggota militer dan harus memiliki izin untuk memasuki area tersebut," jelasnya.
Dia juga mengungkap upaya-upaya perdamaian yang selalu ditawarkan kesatuan Yonbekang 4/Air melalui Oditur Militer. Namun pendamping keluarga korban menolak tawaran tersebut. Bahkan meminta proses peradilan dapat berjalan terus serta menghukum para terdakwa dengan hukuman yang berat.
"Rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad dan kemudian Oditur Militer mengabulkannya sebagai hal yang meringankan, hal ini menunjukan ada upaya intervensi terhadap proses peradilan dan menimbulkan konflik kepentingan. Selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa ada upaya perlindungan kepada para terdakwa yang melakukan penyiksaan," ucapnya.
Reformasi Peradilan Militer
KontraS berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Militer II/08 Jakarta dapat memberikan keputusan yang maksimal kepada para anggota TNI tersebut.
"Terlepas dari ketidaksepakatan kami terhadap ke-11 orang terdakwa tersebut diadili dalam Proses Peradilan Militer, mengingat bahwa tidak ada kerugian yang dialami oleh institusi TNI, dan tanpa bermaksud mengintervensi kami berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Militer II/08 Jakarta yang menyidangkan perkara tersebut dapat memberikan putusan maksimal kepada para terdakwa," tegasnya.
Dia mengingatkan, TNI telah memiliki aturan pelarangan praktik-praktik Penyiksaan. Ini diatur dalam Perpang No 73 IX 2010 tentang Penentangan Penyiksaan. Vonis maksimal dapat memberikan efek jera terhadap para pelaku. Sehingga ke depan peristiwa serupa tidak terjadi dan dapat dijadikan pembelajaran bagi prajurit-prajurit TNI lainnya.
"Tanpa bermaksud mengintervensi proses persidangan, kami berharap agar Majelis Hakim mempertimbangkan kondisi serta kedudukan pelaku sebagai alat negara yang dijadikan dasar pemberatan perbuatan, pidana terdakwa. Dan memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban," ungkapnya.
KontraS juga mendorong Pemerintah melakukan reformasi peradilan militer dengan melakukan revisi atas UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Alasannya, sistem peradilan militer selalu memberikan vonis rendah terhadap para pelaku sehingga menjadi sarana impunitas atas kejahatan yang dilakukan oleh anggota TNI.
11 Anggota TNI Pengeroyok Jusni Dituntut 1-2 Tahun Penjara
Sebelumnya, Pengadilan Militer Jakarta menggelar sidang dengan agenda pembacaan tuntutan oditur militer terkait insiden pengeroyokan terhadap Jusni (24) yang dilakukan oleh ke-11 Anggota TNI pada Selasa (17/11).
"Kami mohon agar majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan mati sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana Pasal 351 ayat 1 jo ayat 3 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," kata oditur militer, Salmon Balubun dalam tuntutannya yang dikutip merdeka.com pada Rabu (18/11).
Atas hal itu ke-11 Anggota TNI dalam pembacaan tuntutan turut diminta agar hakim menjatuhkan hukuman beragam mulai satu sampai dua tahun penjara, sementara untuk dua anggota diminta untuk dipecat dari TNI.
Diketahui bahwa Ke-11 terdakwa itu adalah Letda Cba Oky Abriansyah NP, Letda Cba Edwin Sanjaya, Serka Endika M Nur, Sertu Junedi, Serda Erwin Ilhamsyah, Serda Galuh Pangestu, Serda Hatta Rais, Serda Mikhael Julianto Purba, Serda Prayogi Dwi Firman Hanggalih, Praka Yuska Agus Prabakti, dan Praka Albert Panghiutan Ritonga.
Adapun dalam pembacaan surat tuntutan untuk hakim turut mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan putusan.
"Hal yang memberatkan adalah, pertama, perbuatan para terdakwa merusak citra TNI dalam pandangan masyarakat; kedua, para terdakwa kurang menghayati Sapta Marga Sumpah Prajurit butir ke-2 tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan dan 8 wajib TNI, butir ke-7 tidak sekali-sekali menakuti dan menyakiti hati rakyat; dan ketiga, perbuatan para terdakwa mengakibatkan Saudara Jusni meninggal dunia," sebutnya.
"Sementara itu, hal yang meringankan ialah, pertama, para terdakwa bersikap sopan dan berterus terang dalam persidangan; dan kedua, para terdakwa mendapat rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad Mayjen TNI Isdarmawan Ganemoeljo berdasarkan surat Kapusbekangad R/622.06/12/293/subditpamoster tanggal 30 Juni 2020," tambahnya.
Oleh sebab itu, Salmon meminta kepada 11 Anggota TNI untuk hakim menjatuhkan hukuman, kepada Letda Cba Oky Abriansyah dituntut dengan hukuman penjara selama 2 tahun dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD.
Lalu, Letda Cba Edwin Sanjaya dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan, Serka Endika Sanjaya dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, Sertu Junaedi dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan.
"Kemudian, Serda Erwin Ilhamsyah dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, Serda Galih Pangestu dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, Serda Hatta Rais dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan," sebutnya.
Selanjutnya, Serda Mikhael Julianto Purba dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD, Serda Prayogi Dwi Firman Hanggalih dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, Praka Yuska Agus Prabakti dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, dan terakhir Praka Albert Panghiutan Ritonga dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Koalisi menilai tindakan penculikan dan penyiksaan sampai hilangnya nyawa warga sipil ini telah mencoreng nama baik TNI.
Baca SelengkapnyaSurabaya telah menerima salinan putusan dari PN Surabaya atas terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
Baca SelengkapnyaKejati menyebut vonis tersebut jauh dari tuntutan 12 tahun penjara sebagaimana disampaikan jaksa penuntut umum di PN Surabaya.
Baca SelengkapnyaJaksa menilai vonis itu tidak berkeadilan bagi keluarga korban meski para terdakwa masih di bawah umur.
Baca SelengkapnyaPihak Kejaksaan optimistis dapat menyerahkan memori kasasi sebelum masa tenggat waktu 14 hari kerja.
Baca SelengkapnyaTNI Ungkap Peran 13 Prajurit Tersangka Penganiayaan Anggota KKB di Papua
Baca SelengkapnyaLembar kelam pelanggaran HAM yang tak kunjung menemukan titik cerah. Begini ceritanya!
Baca SelengkapnyaKetum PSSI Erick Thohir menanggapi aspirasi keluarga korban tragedi Kanjuruhan yang menuntut keadilan.
Baca SelengkapnyaVonis jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa berupa 10 tahun dan 5 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaTerkait dengan putusan bebas terhadap Ronald, dia mengatakan bahwa kejaksaan secara tegas mengajukan upaya kasasi.
Baca SelengkapnyaHakim kemudian menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap terdakwa.
Baca SelengkapnyaPengadilan Militer II-08 Jakarta memvonis tiga terdakwa pembunuhan Imam Masykur Praka RM, Praka HS dan Praka J seumur hidup.
Baca Selengkapnya