Kontroversi Denny JA, dari iklan SBY, Jokowi dan sastra
Merdeka.com - Nama Denny JA lagi-lagi menuai kontroversi. Kali ini namanya diributkan banyak kalangan karena masuk sebagai 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh.
Heboh, karena Denny lebih dikenal sebagai konsultan politik yang juga pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Bahkan label 'si tukang survei' sudah menempel padanya.
Jika dilihat ke belakang, bukan kali ini saja nama Denny JA memercik polemik. Berikut lima kontroversi yang pernah dibuatnya:
-
Apa yang paling terkenal di Indonesia? Rendang adalah masakan khas Indonesia yang diakui sebagai masakan terlezat di dunia, setidaknya berdasarkan survei yang dilakukan CNN International pada 2011.
-
Kenapa Denny Caknan terkenal? Denny Caknan, yang memiliki nama asli Deni Setiawan, adalah penyanyi dangdut yang tengah naik daun, dikenal dengan lagu-lagunya yang catchy dan lirik yang relatable.
-
Bagaimana Ki Hadjar Dewantoro dikenal? Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai sosok yang kritis terhadap pemerintahan Pemerintah Belanda, terutama tentang pendidikan.
-
Apa yang membuat Denny Caknan populer? Kepopulerannya melonjak setelah merilis lagu 'Kartonyono Medot Janji' pada tahun 2019.
-
Buku apa yang paling laris di Indonesia? Diterbitkan pada tahun 1936, buku ini membanggakan prestasi luar biasa dengan penjualan lebih dari 15 juta eksemplar dan menjadi salah satu buku terlaris di Indonesia.
-
Siapa Profesor yang berpengaruh di Bahasa Indonesia? Tokoh tersebut bernama Prof. Sutan Muhammad Zain, seorang ahli pakar Bahasa Indonesia.
Mendirikan lembaga riset dan konsultan politik sekaligus
Denny JA barangkali orang pertama di Indonesia yang mendirikan lembaga penelitian dan konsultan (marketing) politik sekaligus. Didirikan pada 2005, Denny menamakan lembaganya Lingkaran Survei Indonesia (LSI), sempalan Lembaga Survei Indonesia, yang juga disingkat LSI.Saat itu, lembaga riset dan konsultan politik masih sangat jarang. Ambisinya meraup dunia ilmiah dan bisnis politik sekaligus, telah menimbulkan problem etis akademis: Bagaimana riset ilmiah yang obyektif bisa bergabung dengan bisnis konsultasi politik yang memihak?Konon perbedaan pandangan saat itu juga yang membuat kongsi Denny JA dengan Saiful Mujani - keduanya doktor jebolan Ohio State University - di Lembaga Survei Indonesia (LSI) terbelah, kendati Saiful juga kini membuat lembaga serupa bernama Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Iklan 'satu putaran' SBY
Kiprah Denny JA di dunia riset sekaligus konsultasi politik juga tidak sepi dari kontroversi. Saat menangani SBY-Boediono pada Pilpres 2009, Denny dikecam oleh lawan-lawan politik pasangan itu karena telah memasang iklan 'menang satu putaran'.Gempuran iklan Pilpres satu putaran saat itu sangat menyengat kubu lain, khususnya Mega-Prabowo, yang diusung PDIP, klien Denny JA sebelumnya di Pemilu Legislatif 2009. Menurut kubu banteng, iklan Denny itu telah mempengaruhi opini masyarakat luas sebelum pencoblosan dimulai.Jusuf Kalla (JK) dalam debat capres putaran terakhir 2 Juli 2009 juga sempat menanyakan langsung kepada SBY mengenai iklan-iklan kampanye pilpres satu putaran yang dianggapnya tidak demokratis. SBY menjawab iklan-iklan itu bukanlah iklan resmi tim kampanyenya. Alhasil, JK pun mempertanyakan legalitas dari iklan-iklan yang dibuat Denny tersebut.Kepada pers, doktor jebolan Ohio State University itu membenarkan iklan tersebut bukan iklan resmi tim kampanye SBY. Namun, ia menolak iklan itu disebut ilegal karena menurutnya hak setiap warga negara untuk menyatakan pendapatnya meskipun dilaksanakan pada saat masa kampanye pilpres.Panas iklan satu putaran itu pun menguap ketika SBY-Boediono dinyatakan menang oleh Komisi Pemilihan Umum dan kemudian gugatan pasangan lain dimentahkan Mahkamah Konstitusi.
Survei meleset Denny di Pilgub DKI 2012
Sukses membawa SBY-Boediono 'menang satu putaran' di Pilpres 2009, bukan berarti Denny bisa melakukannya di tempat lain. Kemenangan itu tidak bisa diulang pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu pada Pilgub DKI 2012.Hasil quick count yang dilakukan LSI sendiri pada hari pencoblosan 10 Juli 2012 menyatakan Joko Widodo-Basuki Tjahaja (Jokowi-Ahok) Purnama sebagai pemenang dengan 43,04 persen. Sementara Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara), yang diakui Direktur Riset LSI Toto Izzul Fattah sebagai kliennya, berada di urutan kedua dengan 34,10 persen.Hasil hitung cepat yang dirilis oleh LSI memang tidak jauh berbeda dengan lembaga lain. Namun uniknya, LSI selama survei pra-pencoblosan tidak pernah melihat kans Jokowi-Ahok untuk memenangkan putaran pertama ini.Sebaliknya, survei LSI selalu menyatakan Foke-Nara punya kans besar memenangkan Pilgub dalam satu putaran. Slogan menang satu putaran dengan acungan jari telunjuk, tanda nomor urut satu, juga dimuat dalam iklan-iklan pasangan incumbent tersebut.Dalam dua survei LSI yang dirilis kepada pers, perolehan suara Jokowi-Ahok selalu jauh di bawah Foke-Nara. Pada rilis survei LSI Mei lalu, Foke-Nara berada di urutan teratas dengan 43,3 persen suara. Sementara Jokowi-Ahok berada terpaut jauh dengan 20,9 persen. Kemudian pada 1 Juli atau sepuluh hari sebelum pencoblosan, bahkan perolehan suara Jokowi-Ahok dinyatakan turun menjadi 14,4 persen. Sementara Foke-Nara terus menguat 43,7 persen.Dua hasil survei pra-pencoblosan dan quick count (pasca-pencoblosan) yang sama-sama dilakukan LSI memperlihatkan hasil yang jomplang. Setelah mengetahui hasil quick count, LSI tidak perlu lama-lama untuk menyampaikan kepada publik tentang penyebab kekalahan kliennya.Dalam jumpa pers di kantor LSI, Toto menyatakan, salah satu faktor merosotnya perolehan suara Foke karena calon incumbent itu tidak pernah muncul saat masa kampanye. Menurutnya, Foke terlalu percaya diri akan menang."Hingga detik terakhir jelang pemilihan pun, Foke tidak terlalu banyak melakukan manuver yang bisa membangun simpati publik," kata Toto sehari pascapencoblosan.Alasan tersebut bisa jadi benar. Tapi yang tidak habis pikir mengapa Jokowi-Ahok yang sepuluh hari jelang pencoblosan cuma 14,4 persen lantas bisa menyodok dengan 43,04 persen di quick count LSI. Jika hasil survei 1 Juli benar apa adanya, rasanya sulit untuk mendongkrak suara calon menjadi surplus 30 persen dalam sepuluh hari.
Membeli akun Twitter
Kehebohan Denny JA juga merambah ke dunia maya. Awal tahun 2012, Denny diduga telah membeli akun Twitter pseudonym @soalCINTA, yang saat itu sangat digandrungi oleh follower-nya yang kebanyakan anak muda.Dugaan itu muncul lantaran akun @soalCINTA yang sudah memiliki ratusan ribu follower tiba-tiba berubah menjadi @DennyJA_CINTA, yang kemudian @DennyJA_WORLD hingga sekarang. Dengan nama baru itu, kicauan yang sebelumnya selalu berkaitan dengan tema-tema cinta ala anak muda, beralih menjadi berita-berita aktual, terutama soal politik.Kepada media, Denny membantah kabar perihal jual-beli akun @soalCINTA. “Saya tidak membeli, namun berkolaborasi atau bekerjasama dengan @soalCINTA,” ujar Denny pada 2012 silam.Namun Denny tidak membantah duit Rp 500 juta sebagai nilai transaksi yang dikabarkan.
Masuk 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh
Menguasai Twitter dengan @DennyJA_WORLD, haluan Denny seolah-olah berubah. Dengan follower yang kini satu juta lebih, kicauan Denny lebih banyak berisi soal puisi ketimbang politik.Pada tahun yang sama dengan pengakuisisian akun Twitter itu, Denny juga menerbitkan buku puisi-esai berjudul 'Atas Nama Cinta'. Tak tanggung-tanggung, buku itu mendapat endorsment dari sejumlah sastrawan kawakan seperti Sapardi Djoko Damono dan Sutardji Calzoum Bachri.Atas karya semata wayangnya itu juga Denny dimasukkan ke dalam 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh, hasil kajian Tim 8 (juri) bekerja sama dengan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Hasil kajian itu pun telah dibukukan dengan judul yang sama.Ketua Tim 8, Jamal D Rahman, menjelaskan Denny JA terpilih karena ia melahirkan genre baru dalam puisi Indonesia yang disebut 'puisi-esai'."Genre puisi esai ini memancing perdebatan luas di kalangan sastrawan sendiri. Aneka perdebatan itu sudah pula dibukukan. Terlepas dari pro kontra pencapaian estetik dari puisi esai, pengaruh puisi esai dan penggagasnya Denny JA dalam dinamika sastra mutakhir tak mungkin diabaikan siapapun," kata Jamal.Sebagian kalangan sastrawan, utamanya dari kelompok Boemi Poetra, menilai buku tersebut sebagai sampah. Bahkan, dinilai sarat bayaran."Kok repot amat analisanya? Panitia atau kuratornya jelas dibayar (mahal). Soal teori atau himpunan itu dibuat-buat saja supaya di dalam pembaiatan tidak terlalu vulgar," kata Puthut Ea, sastrawan asal Yogyakarta.
Baca juga:Denny JA dan 'kemenangan satu putaran' jadi sastrawan besarBuku '33 Tokoh Sastra' kado ulang tahun ke-51 Denny JA?'Apa beda Sitok Srengenge dan Denny JA?'5 Sastrawan ternama ini dikalahkan Denny JAGM merasa tak layak masuk 33 tokoh sastra paling berpengaruh (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seniman ukir daun ini buat lukisan tokoh-tokoh terkenal dari daun kering, hasil tangannya menakjubkan dan viral.
Baca SelengkapnyaJelang Pemilu 2024, pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan perpecahan. Mereka yang dulu loyal dan kompak, kini saling serang.
Baca SelengkapnyaDana abadi tersebut berasal dari saham perusahaan yang sebagian dimiliki Denny JA Foundation.
Baca SelengkapnyaBanyak kata-kata inspiratif dari tokoh nasional yang bisa memupuk rasa nasionalisme.
Baca SelengkapnyaDenny JA menegaskan pentingnya data untuk menyusun strategi.
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus mengkritisi Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang turun gunung mendukung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta.
Baca SelengkapnyaBerkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menilai banyak drama di tahun politik.
Baca SelengkapnyaSebanyak 188 lukisan Denny JA dipamerkan di Jakarta.
Baca SelengkapnyaUsai purna tugas sebagai presiden, Joko Widodo sering kedatangan tamu berbagai kalangan masyarakat.
Baca SelengkapnyaElektabilitas Prabowo terus meningkat lantaran mesin politik KIM sudah mulai panas.
Baca SelengkapnyaDenny JA sendiri menyelami dilema moral yang dihadapi Bung Karno
Baca Selengkapnya