Korban tanah longsor Purworejo masih buta mitigasi bencana
Merdeka.com - Sejumlah warga penduduk desa yang mengalami bencana tanah longsor Purworejo mengaku tidak mengetahui kalau daerahnya memiliki potensi bencana alam. selain itu, mereka juga mengaku tidak mengetahui langkah mitigasi bencana jika terjadi hujan deras saat musim hujan.
Suparlan (61) warga dusun Caok, Karangrejo, tidak menyangka hujan lebat yang menguyur desanya akan berakibat tanah longsong menelan nyawa 43 jiwa pada Sabtu (18). Dia menganggap hujan deras itu rutin tiap terjadi sepeti tahun sebelumnya.
"Sudah Sekitar 30 tahun pasti juga ada hujan deras. Biasanya cuma longsor kecil-kecilan misalkan di pinggir-pinghir jalan," kata Suparlan saat ditemui di dusun Caok, Kamis (23/6).
-
Bagaimana warga Kampung Sigandul bersikap tentang longsor? 'Paling longsornya kecil-kecil itu. Kalau tahu bahaya longsor orang sini paling sudah pada lari semua. Pokoknya nggak ada rasa takut. Lagi pula semua sudah ada yang ngatur,' kata warga tersebut.
-
Bagaimana warga Pesisir Selatan terdampak banjir dan longsor? 'Warga sudah kembali ke rumah mereka, namun terkendala air bersih. Untuk bantuan cukup banyak, hari ini juga akan kita distribusikan kepada warga,' tuturnya.
-
Apa yang terjadi dengan Desa Wonorejo? Di Kalimantan Selatan, ada sebuah desa yang kini telah hilang. Dulu desa itu bernama Wonorejo. Desa tersebut dulunya ditempati oleh orang-orang transmigran yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
-
Di mana lokasi longsor? Tanah longsor menimpa sebuah rumah di Banjar Dinas Ngis Kaler, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali, pada Jumat (7/7) pagi.
-
Kenapa warga kampung terisolir tidak memiliki tanah hak milik? Salah seorang warga di sana berkata, tanah di kampung itu bukan tanah hak milik, melainkan masih dimiliki PT KAI.
-
Di mana tanah longsor di Sragen terjadi? Bencana longsor juga terjadi di Dukuh Secang, Desa Jetis, Kecamatan Sambirejo, Sragen.
Suparlan tempat tinggalnya hanya berjarak 7 meter dari lokasi longsor, mengaku sedang duduk-duduk di teras rumah sambil menyaksikan hujan lebat. Dia tidak menyangka bahwa daerah tempat tinggalnya berpotensi bencana longsor.
Lebih jauh Suparlan mengaku bahwa selama ini dirinya tidak pernah mendapat sosialisasi terkait potensi longsor. "Belum pernah ada sosialisasi mitigasi bencana," katanya.
Hal senada juga diungkapkan Ahmad Chrismadhon (17), yang rumahnya berjarak sekitar 50 meter dari lokasi tanah longsor. Saat terjadi hujan deras, Ahmad dan keluarganya sedang bersantai di dalam rumah. Beruntung rumahnya tidak tersambar longsoran tanah.
"Saat hujan deras itu saya dan orang tua melakukan aktifitas biasa saja di rumah," tuturnya.
Ahmad menceritakan, tiba-tiba ada suara gemuruh di tengah kondisi hujan deras. Suara itu membuatnya bertanya-tanya dari mana sumber gemuruh tersebut.
"Saat suara gemuruh pun saya masih di rumah, sama sekali nggak kepikiran kalu terjadi tanah longsor. Kemudian disusul bunyi kentongan," ungkapnya.
Menurutnya, bunyi kontongan itu juga belum menyadarkannya bahwa ada peringatan bahaya. "Kan kami selama ini nggak pernah diberi tahu kalau bunyi kentongan itu tanda bencana alam," sambung Ahmad.
Ahmad dan keluarga baru menyadari bencana itu setelah babarapa tetangganya berteriak-teriak meminta tolong. Kondisi saat itu gelap lantaran listrik padam.
Riza Oktavi Nugraheni (24), salah satu korban tanah longsor selamat setelah tubuhnya tertimbun tanah selama 12 jam mengatakan saat terjadi hujan deras tidak menduga akan terjadi tanah longsor.
Perempuan yang bekerja sebagai guru taman kanak-kanak itu mengaku bahwa selama ini tidak tahu kalau daerahnya merupakan rawan bencana longsor.
"Saya fikir cuma hujan lebat seperti biasanya saja. Selama ini belum pernah mendapatkan sosialisasi pemetaan bencana di lingkungan desa kami," kata Riza saat ditemui di RSUD Dokter Citrowardojo dalam kondisi berbaring.
Menurutnya, bencana longsor ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak baik pemerintah dan masyarakat. "Apabila masyarakat itu sudah mengerti bahwa lingkungannya berpotensi longsor, bila terjadi hujan lebat pasti masyarakat mau berkumpul di titik aman bencana," tutupnya. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Warga di kampung itu harus direlokasi setelah terjadi peristiwa longsor.
Baca SelengkapnyaDua Warga Toraja Utara Meninggal Tersapu Tanah Longsor, Satu Masih Hilang
Baca SelengkapnyaPara warga meninggalkan kampung itu sejak terjadi peristiwa longsor. Ditakutkan peristiwa serupa akan terjadi kembali.
Baca SelengkapnyaBeredar di media sosial, warga ramai-ramai mancing di sebuah kubangan. Terlihat lubang tersebut berukuran cukup besar dan berada di tengah jalan.
Baca SelengkapnyaRentetan gempa masih menghantui warga Kepulauan Bawean, Gresik, Jawa Timur. Akibatnya, sekitar 10 ribu jiwa memilih tinggal di pengungsian.
Baca SelengkapnyaSeorang ibu-ibu warga di sana menyebutkan bahwa kampung ini sudah ada sejak zaman peperangan.
Baca SelengkapnyaTebing yang longsor diperkirakan mencapai tinggi 50 meter.
Baca SelengkapnyaDi era modern saat ini ternyata di Indonesia masih ada salah satu kawasan yang tidak dialiri listrik.
Baca SelengkapnyaBanjir lahar dingin Semeru terjadi sepekan terakhir. Ini fakta terbarunya.
Baca SelengkapnyaKorban meninggal bernama Galih Adi Perkasa (23), Candra Agustina (20) dan Galang Naendra Putra (4).
Baca SelengkapnyaBPBD selalu siaga dan melakukan langkah antisipatif agar bencana hidrometeorologi tidak terjadi
Baca SelengkapnyaWarga sudah berulang kali mencari keadilan dengan cara melapor ke pemda setempat. Tetapi suara hati mereka dianggap angin lalu.
Baca Selengkapnya