Korban terorisme di gereja Samarinda dapat kompensasi Rp 237 juta
Merdeka.com - Sebanyak tujuh orang korban tindak pidana terorisme kasus bom Samarinda menerima kompensasi atau ganti rugi dari negara sebesar Rp 237.871.152. Kompensasi tersebut diserahkan negara melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai implementasi amanat Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Pemberian kompensasi kepada para korban tindak pidana terorisme ini merupakan salah satu amanat yang tertuang dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Rabu (29/11).
Semendawai menjelaskan, dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban itu secara khusus disebutkan bahwa korban tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi dari negara.
-
Siapa yang mendapat kompensasi? Pedagang pun mendapat kompensasi.
-
Siapa yang terkena dampak terorisme di Indonesia? Di Indonesia, aksi terorisme telah menyebabkan banyak kerugian dan korban. Mereka menjadi korban terorisme mengalami disabilitas seumur hidupnya, bahkan tak sedikit juga yang harus meregang nyawa.
-
Kenapa warga Bantargebang dapat uang kompensasi? Uang Kompensasi Bau TPST tak bebas dari permukiman warga. Bahkan, mereka yang tinggal di tiga kelurahan. Yakni Cikiwul, Sumur Batu, Ciketing Udik) dapat uang kompensasi bau senilai Rp400 ribu per bulan.
-
Siapa yang menjadi korban? Renu Singh, salah satu korban yang terjebak, telah melapor ke polisi dengan klaim bahwa ia telah ditipu sebesar USD 21.000 dan mengungkapkan bahwa ratusan orang lainnya juga mengalami kerugian total mencapai USD 4,1 juta.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
"Untuk pertama kalinya, kompensasi dari negara diberikan kepada tujuh orang korban tindak pidana terorisme bom Samarinda," ujarnya.
Rinciannya masing-masing diperuntukkan bagi korban MT sebesar Rp 56,3 juta, SG sebesar Rp 62,9 juta, A sebesar Rp 66,2 juta, J sebesar Rp 17,1 juta, D sebesar Rp 19,2 juta, M sebesar Rp 9,6 juta dan Ma sebesar Rp 9 juta.
Menurut dia, memang kompensasi saat ini baru bisa diberikan kepada korban tindak pidana terorisme. Sebenarnya, korban pelanggaran HAM Berat juga berpotensi menerima kompensasi.
"Namun, terkendala belum adanya pengadilan HAM sehingga belum ada putusan soal kompensasi," jelas dia.
Dia menyebut, kompensasi kepada korban kejahatan terorisme baru pertama kali diberikan di Indonesia melalui putusan pengadilan, yakni dibawah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).
"Jadi, di bawah Pemerintahan Jokowi tidak hanya apresiasi putusan dari pengadilan tapi mendukung kompensasinya. Bu Menteri Keuangan sudah menyetujui agar LPSK dapat menggunakan anggaran untuk membayar kompensasi korban terorisme tadi," katanya.
Dia menambahkan, selama 9 tahun LPSK berdiri, sampai 2017 ini jumlah saksi dan korban yang sedang dilindungi oleh LPSK sebanyak 2.413 orang. Sedangkan, untuk jumlah permohonan perlindungan yang masuk sampai 27 November 2017 sebanyak 1.622 permohonan perlindungan.
"Dari seluruh korban dan saksi tersebut, terbanyak merupakan saksi dan korban tindak pidana pelanggaran HAM Berat," katanya.
Semendawai mengatakan, dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban ini juga memberikan bantuan psikologis selain bantuan medis dan psikososial. Secara lebih detil, UU tersebut juga mengatur mengenai mekanisme pengajuan restitusi atau ganti rugi dari pelaku, dan kompensasi secara lebih jelas.
Termasuk di dalamnya juga memberikan kewenangan kepada LPSK untuk melakukan penilaian ganti rugi dalam pemberian restitusi dan kompensasi bagi korban tindak pidana.
Untuk diketahui, pada 13 November 2016 telah terjadi tindak pidana terorisme berupa peledakan bom molotov di Gereja Oikumene di Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda Seberang, Samarinda, Kalimantan Timur.
Beberapa korban yang kesemuanya anak-anak mengalami luka bakar di sekujur tubuh. Salah seorang korban di antaranya yang berusia 2,5 tahun meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit setempat.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung, para termohon dihukum karena kealpaanya membuat orang lain meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaAparat keamanan gabungan TNI-Polri amankan proses pembayaran denda adat di Kabupaten Puncak Jaya.
Baca SelengkapnyaKorban erupsi Gunung Marapi menerima santunan dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar) dan Asuransi Syariah Amanah Ghita.
Baca SelengkapnyaPemerintah memprioritaskan penanganan penyintas bukan hanya dari aspek fisik, melainkan juga psikis dan keberlanjutan finansial.
Baca SelengkapnyaAda 73 keluarga korban yang menuntut restitusi. Permohonan itu sendiri diajukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Baca SelengkapnyaLPSK menegaskan LPSK tidak akan membantu meringankan biaya restitusi sebesar Rp120 miliar terdakwa Mario Dandy terhadap anak korban David Ozora.
Baca SelengkapnyaJasa Raharja memberikan santunan kepada ahli waris dari korban yang meninggal dunia sebesar Rp50 juta.
Baca SelengkapnyaJPU meminta hakim menjerat polisi yang menembak pemuda itu dengan Pasal 359 KUHP tentang pembunuhan.
Baca SelengkapnyaKorban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana di Subang Dapat Santunan dari Jasa Raharja, Nilainya Mencapai Rp50 Juta
Baca SelengkapnyaAksi terorisme memberi dampak buruk, maka setiap 21 Agustus ditetapkan Hari Peringatan dan Penghargaan Korban Terorisme
Baca SelengkapnyaTak tanggung-tanggung, Hakim meminta Pertamina untuk membayar ganti rugi total Rp23,1 miliar.
Baca SelengkapnyaSantunan diberikan langsung oleh PT Jasa Raharja dan Pemkot Depok kepada pihak ahli waris.
Baca Selengkapnya