Korban Tsunami Selat Sunda Tunggu Kepastian Relokasi
Merdeka.com - Sejumlah pengungsi korban terdampak tsunami Selat Sunda, di pesisir Kabupaten Lampung Selatan yang rumahnya hancur dan rusak berat meminta pemerintah segera memberikan kepastian relokasi rumah mereka ke lokasi yang dinilai lebih aman dari sebelumnya.
Beberapa pengungsi dari beberapa desa yang bertahan di pengungsian korban tsunami Selat Sunda, di Lampung Selatan, Sabtu, mengaku bersedia direlokasi dari tempat tinggal mereka sebelumnya di dekat pesisir pantai itu.
"Kami pasrah untuk dipindahkan dari lokasi rumah tinggal sebelumnya, tapi kalau bisa jangan jauh-jauh dari Desa Way Muli ini," ujar Syamsul (60) salah satu pengungsi warga Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Sabtu (12/1).
-
Di mana desa yang terancam tenggelam? Desa Cemarajaya pesisir ini terancam tenggelam imbas dari abrasi.
-
Bagaimana korban gempa bisa bertahan hidup? Menurut ahli, seseorang dapat bertahan selama satu minggu atau lebih di bawah reruntuhan bangunan setelah gempa. Akan tetapi, hal ini tergantung pada sejauh mana cidera yang dialami, kondisi tempat terperangkap, faktor akses terhadap air, udara, dan cuaca.
-
Mengapa warga Demak mengungsi? Tercatat puluhan ribu warga harus mengungsi akibat banjir itu. Mereka harus menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman karena rumah-rumah mereka terendam air.
-
Apa alasan warga Kampung Mati pindah? Pada zaman dulu, ada sekitar 20 KK yang tinggal di kampung itu. Namun kehidupan di sana sungguh sulit. Selain berada di zona rawan longsor, hasil pertanian di sana sering menjadi serangan monyet ekor panjang. Hal inilah yang membuat warga tidak betah dan akhirnya memilih pindah.
-
Bagaimana cara warga Bantul mengatasi dampak gempa? Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan bahwa masyarakat bersama pemerintah kabupaten setempat mengatasi dampak gempa bumi bermagnitudo 6,0 pada Jumat (30/6) dengan saling bergotong-royong di lokasi terdampak.
-
Kenapa warga Kampung Teko tetap tinggal di kampung yang tenggelam? Masyarakat di kampung apung disebut tak ingin meninggalkan daerah tersebut karena merupakan tanah kelahiran. Selain itu, alasan lainnya adalah daerah tersebut merupakan tempat mencari nafkah sehingga sulit jika harus pindah ke tempat baru.
Sanali (60), korban tsunami yang rumahnya tersapu gelombang tsunami juga mengaku siap ditempatkan di lokasi permukiman baru, tidak lagi pada lahan rumah tinggal mereka sebelumnya di dekat pesisir pantai itu.
"Kami ikut saja kebijakan pemerintah untuk memindahkan kami dan menempatkan di lokasi yang lebih aman," katanya.
Namun, dia juga minta jangan terlalu jauh dipindahkan dari desanya semula, karena selama ini penghidupan mereka bergantung dari nafkah yang dijalani sebelumnya dari desa ini.
"Kami mau dipindahkan, tapi kalau bisa tidak jauh dari sini," ujarnya.
Masjuki (40) pengungsi korban tsunami lainnya juga bersedia bila pemerintah akan merelokasi dari tempat tinggal sebelumnya.
Apalagi hingga saat ini, dia mengaku masih merasa takut atas kejadian tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12-2018) malam itu. "Saya masih merasa takut bila kembali tinggal di lokasi rumah sebelumnya," katanya.
Namun menurut beberapa warga korban tsunami itu, berdasarkan informasi calon lokasi untuk relokasi permukiman mereka, dari dua alternatif yang ditawarkan pemda setempat, dinilai kurang cocok, yaitu satu lokasi berada di kawasan perbukitan yang rawan longsor, dan satu lokasi lainnya relatif jauh dari tempat tinggal dan desa mereka.
Mereka berharap bisa direlokasi ke tempat yang lebih aman dan tidak jauh dari desa sebelumnya.
Berkaitan penanganan nasib warga/pengungsi korban tsunami Selat Sunda di Lampung Selatan itu, Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Nanang Ermanto, Sabtu, mengunjungi hunian sementara (huntara) pengungsi dari Pulau Sebesi di Wisma Atlet Kalianda.
Dalam kunjungan didampingi Sekretaris Kabupaten Lamsel Fredy SM, Ketua Tim Penggerak PKK Winarni, dan Kepala Dinas Sosial Lamsel Dulkahar melihat langsung kondisi huntara, mulai dari kamar, dapur, kamar mandi, hingga kebersihan di sekitar areal gedung Wisma Atlet.
Selain itu, Nanang juga sempat berdialog dengan warga di pengungsian.
Dirinya ingin memastikan seluruh kebutuhan dasar bagi pengungsi mulai dari logistik maupun kebutuhan lainnya semua terpenuhi.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tidak ada lagi jalan setapak menuju desa. Semua tenggelam dalam rob.
Baca SelengkapnyaDitumbuhi semak belukar, warga mengaku hampir tiap malam membunuh ular.
Baca SelengkapnyaSebanyak 101 pencari suaka asal Afghanistan, Irak dan Pakistan masih bertahan di gedung tersebut.
Baca SelengkapnyaDulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tapi kini tak ada satupun warga yanga bermukim di sana.
Baca SelengkapnyaPotret kehidupan nelayan di tengah laut saat mencari ikan. Terombang-ambing saat hujan badai.
Baca SelengkapnyaSebanyak 26 warga Kabupaten Luwu terpaksa jalan kaki 6 jam menuju ke pengungsian setelah desanya terisolasi akibat banjir dan longsor.
Baca SelengkapnyaGempa susulan masih terus terjadi di perairan Tuban Utara atau dekat Kepulauan Bawean
Baca SelengkapnyaJalan setapak, bangunan sekolah sampai lapangan bola kini berubah menjadi lautan.
Baca SelengkapnyaPerubahan iklim telah membuat Dusun Rejosari Senik, yang dahulu dihuni 225 kepala keluarga (KK), kini ditinggalkan penduduknya.
Baca SelengkapnyaBangunan sekolah hingga deretan rumah-rumah warga kini terpaksa kosong hingga mulai termakan usia.
Baca SelengkapnyaPusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menurunkan statusnya dari awas level IV menjadi siaga level III.
Baca Selengkapnya