KPH IV Balige: Lahan Konflik Natumingka Bukan Tanah Adat, Masih Wilayah Konsesi TPL
Merdeka.com - Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) IV Balige, Sumatera Utara, akhirnya angkat bicara soal konflik menyangkut konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL), yang sempat kisruh akibat bentrok fisik karyawan dengan pihak Pomparan Op. Panduraham Simanjuntak.
Kepala KPH IV Balige Leonardo Sitorus menegaskan, secara hukum wilayah Natumingka masih berada di wilayah konsesi PT HPL. Sehingga perusahaan pengelola pemanfaatan hasil hutan justru dibebankan untuk melakukan pengawasan dan pengamanan lahan, dan bila tidak dilakukan maka akan dievaluasi.
Hal itu diungkap Leonardo Sitorus saat menjawab media mengenai perselisihan kawasan lahan yang diklaim sebagai hutan adat, antara masyarakat Desa Natumingka Kecamatan Borbor Kabupaten Toba dengan TPL.
-
Kenapa konflik agraria di Tanjung Morawa memicu kerusuhan? Namun pasca kemerdekaan Indonesia, Deli Planters Vereeniging kembali dan ingin mengusir para penduduk yang sudah lama merawat tanah yang tinggalkannya tersebut. Penduduk yang sebagian besar petani itu menolak dan terjadilah konflik besar-besaran.
-
Apa yang dibahas DPR dengan bos PT Timah? Anggota DPR Amin Ak sampai keras mencecar Bos PT Timah terkait kasus korupsi rugikan negara Rp271 triliun melibatkan banyak pengusaha.
-
Bagaimana PT Timah mengalami kerugian? 'Penurunan produksi, harga jual menurun itu karena di pasar dunia itu oversupply,' sambung Virsal. Virsal mencatat ada sejumlah negara yang produksinya mengalami peningkatan. Salah satu yang disebut Malaysia karena produksinya mampu bertambah sepanjang 2023 lalu.
-
Siapa yang terlibat? Konflik pribadi adalah konflik yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
-
Siapa saja yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi komoditas timah di PT Timah? Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus korupsi komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Hingga saat ini, total tersangka menjadi 21 orang.
"Terkait Natumingka mulai dari lahan register sudah merupakan kawasan hutan. Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1984, kawasan ini menjadi kawasan Hutan Produksi. Kemudian hal tersebut juga diatur dalam SK Menhut Nomor 44 tahun 2005 yang menyebutkan kawasan tersebut menjadi kawasan hutan lindung," ungkap Leonardo Sitorus, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (29/5).
Lebih lanjut dia juga menjelaskan, SK Menhut Nomor 44 tahun 2005 kembali direvisi, dan diganti dengan SK Menhut Nomor 579 tahun 2014. Di situ disebutkan, kawasan tersebut kembali menjadi kawasan Hutan Produksi (HP) tetap, dan dilakukan tapal batas sehingga dikembalikan fungsi awalnya.
Kemudian kementerian kembali mengeluarkan SK Menhut Nomor 1076 tahun 2017 tentang Perkembangan Pengukuhan kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara. Dalam surat keputusan tersebut dikatakan wilayah Natumingka adalah kawasan Hutan Produksi, sehingga tetap masih dikelola oleh perusahaan (TPL).
"Pemerintah juga mengeluarkan SK Menhut Nomor 8088/Menlhk-PKTI/KUH/PLA.2/11/2019 tentang perkembangan tapal batas kawasan hutan di provinsi Sumatera Utara, yang isinya kawasan Natumingka tetap dalam lahan konsesi TPL dan dibebankan untuk menjaga keamanan dan pengawasan," tegasnya lagi.
Hasil Investigasi
Menurut Leonardo Sitorus, pihaknya juga telah melakukan investigasi dan inventarisir terhadap kawasan Natumingka yang diklaim sebagai tanah adat oleh masyarakat. Termasuk keberadaan situs makam, bekas persawahan dan bekas perladangan.
"Hasilnya memang kawasan tersebut adalah wilayah konsesi (HTI) perusahaan," imbuhnya.
Investigasi itu melibatkan pihak keluarga Op.Panduraham Simanjuntak, yang diuji klaimnya. Hasil investigasi juga menemukan bahwa kasus ini baru muncul sekarang. Catatan pihaknya menemukan bahwa sudah dilakukan daur penanaman di lokasi sejak tahun 1990-1991 hingga tahun 2021 ini.
Total ada enam daur. Dari daur pertama sampai kelima di tahun 2018, sama sekali tak ada klaim masyarakat atas lokasi areal TPL. Baru di daur keenam tahun 2021 ini, setelah hampir 30 tahun, baru muncul klaim tanah adat oleh Pomparan Op. Punduraham Simanjuntak.
Hasil investigasi dan inventarisir dari KPH IV Balige telah disampaikan melalui surat tanggal 16 April 2021 kepada masyarakat Natumingka, dan ditembuskan ke sejumlah instansi terkait. Termasuk ke Polres Toba.
Namun untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, KPH IV Balige memberikan rekomendasi. Bahwa masyarakat harus mengurus klaim hutan adat secara legal formal, bahwa ketika telah ditetapkan oleh menteri bahwa kawasan tersebut adalah hutan adat, masyarakat dapat mengelola kawasan yang dimaksud sebagai hutan adat.
"Atau bila masyarakat mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik keturunan opung (nenek moyang, red) mereka, maka dapat dilakukan pelepasan kawasan hutan melalui Tanah Objek Reformasi Agraria sesuai persyaratan dan undang-undang yang berlaku," urainya.
"Selagi belum penetapan dari yang berwenang, tentunya status hukum kawasan hutan tersebut adalah hutan produksi tetap yang dibebankan kepada TPL sesuai dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu atau IUPHHK HTI TPL," terangnya lagi.
Untuk mengatasi perselisihan tersebut, KPH IV Balige juga memberikan masukan kepada perusahaan dan masyarakat. Yakni melaksanakan kegiatan kemitraan dengan pola tumpang sari atau sejenisnya. Hal ini yang sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan.
Dalam hal ini pihak perusahaan (TPL) melakukan kegiatan sesuai dengan hak serta kewajibannya, melakukan kemitraan dengan masyarakat, dengan tidak mengganggu sejumlah situs yang telah diinventarisir oleh pihak KPH IV Balige.
"TPL harus melakukan hak dan kewajibannya dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat sesuai peraturan dan perundang-undangan," harap Leonardo Sitorus.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Plisi menemukan bahwa ada perseteruan tanah ulayat antara Kaum Saogo dan Kaum Sakerebeu.
Baca SelengkapnyaMahfud menyebut, kesalahan yang dilakukan oleh KLHK adalah mengeluarkan izin penggunaan tanah kepada pihak yang tidak berhak.
Baca SelengkapnyaMantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menolak mediasi yang diinisasi pimpinan pusat Asosiasi Pemerintah Desa Serluruh Indonesia (Apdesi)
Baca SelengkapnyaPemilik lahan, Cones mengaku pohon cengkeh yang ditebang oleh karyawan PT MDA adalah miliknya.
Baca SelengkapnyaDampak kericuhan, terlihat bus dan mobil polisi dirusak. Begitupun bangunan kantor. Pecahan kaca dan dokumen berhamburan di lokasi.
Baca SelengkapnyaPenembakan peluru karet itu telah sesuai prosedur setelah dilakukan imbauan dan tembakan gas air mata.
Baca SelengkapnyaHadi Tjahjanto mengungkapkan, lahan tinggal sebagai pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki sertifikat.
Baca SelengkapnyaIzin yang diberikan kepada PBNU, merupakan bekas wilayah pertambangan perjanjian yang sebelumnya dikelola oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Baca SelengkapnyaSigit mengimbau dalam menyelesaikan masalah ini pihaknya juga akan mendorong adanya musyawarah. Sehingga kejadian bentrokan, seperti hari ini bisa dicegah.
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu menyebabkan satu orang tewas. Penyebab pasti bentrokan tersebut masih terus diselidiki,
Baca SelengkapnyaWarga menolak aktivitas tambang karena membuat mereka gagal panen dan tercemarnya lingkungan.
Baca SelengkapnyaPlt Kepala Badan Otorita IKN, Basuki Hadimuljono blak-blakan, soal konflik lahan IKN dengan warga lokal
Baca Selengkapnya