Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

KPK periksa adik Andi Narogong & 4 saksi lain di kasus korupsi e-KTP

KPK periksa adik Andi Narogong & 4 saksi lain di kasus korupsi e-KTP Andi Narogong ditahan KPK. ©2017 merdeka.com/Muhammad Luthfi Rahman

Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan memeriksa 5 saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi proyek e-KTP. 5 Saksi yang akan diperiksa untuk tersangka e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Lima orang itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus (AA)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jakarta, Kamis (13/4).

Lima saksi yang diperiksa itu, yakni dua orang wiraswasta masing-masing Vidi Gunawan yang merupakan adik Andi Narogong dan Setyo Dwi Suhartanto, Direktur Produksi Perum Percetakan Negara RI (PNRI).

KPK juga memanggil saksi Yuniarto, Dosen Tetap Institut Teknologi Bandung (ITB) Munawar Ahmad, dan Staf Subdit Monitor Evaluasi dan Pengawasan Kependudukan Direktorat Perkembangan Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Dian Hasanah.

Dalam persidangan e-KTP, KPK telah masuk pada tahap pembuktian terkait indikasi penyimpangan yang terjadi pada saat proses pengadaan proyek tersebut.

Menurut Febri, konstruksi besar dari perkara ini adalah pertama terkait perencanaan anggaran dengan segala informasi yang telah disampaikan pada persidangan sebelumnya dan yang kedua pada tahap pengadaan.

"Kami akan mulai membuktikan, Jaksa Penuntut Umum akan mulai membuktikan indikasi penyimpangan yang terjadi pada proses pengadaan tersebut, tentu beberapa aktor juga masih terkait dengan proses penganggaran karena ada aktor-aktor yang diduga mengawal anggaran hingga implementasi proyek KTP-E ini," jelas Febri.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam keterangan palsu perkara tersebut.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sementara Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.

(mdk/msh)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pegawai KPK hingga Kemenkeu Diperiksa Buntut Pertemuan Alexander dengan Eks Kepala Bea Cukai
Pegawai KPK hingga Kemenkeu Diperiksa Buntut Pertemuan Alexander dengan Eks Kepala Bea Cukai

KPK juga memeriksa sejumlah saksi ahli untuk menyelidiki ada atau tidaknya tindak pidana pertemuan Alexander dengan Eko itu.

Baca Selengkapnya
KPK Periksa Mbak Ita dan Suaminya Usut Dugaan Korupsi Pemkot Semarang
KPK Periksa Mbak Ita dan Suaminya Usut Dugaan Korupsi Pemkot Semarang

Pemeriksaan tersebut sehubungan dengan kasus korupsi dugaan gratifikasi hingga pemerasan pada Pemkot Semarang.

Baca Selengkapnya