KPK tegaskan reformasi MA butuh dirundingkan dengan banyak pihak

Merdeka.com - Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, proses untuk memperbaiki peradilan di bawah kendali Mahkamah Agung (MA) masih panjang. Untuk memperbaiki peradilan, butuh dirundingkan oleh banyak pihak.
"Perbaikan peradilan masih dalam diskusi yang panjang, (KPK) masih meminta masukan dari KY (Komisi Yudisial). Kita juga pelajari di banyak negara bagaimana hubungan antara KY dan MA, masih kita rundingkan dengan banyak pihak terkait," kata Agus seperti dilansir dari Antara, Minggu (21/8).
KPK menilai saat ini sistem check and balance di MA tidak berjalan.
"Check and balance tidak terjadi di MA, seperti (badan) pengawas di bawah Sekjen (Sekretaris Jenderal). Itu perlu dilakukan perubahan, tapi apakah administrasi dan penentuan hakim perlu dipisah dengan penanganan substansinya, masih jadi kajian kita," jelas Agus.
Oleh karena itu, tegas Agus, diperlukan upaya perbaikan semua pengadilan di bawah kendali Mahkamah Agung. Dengan demikian, maka citra Mahkamah Agung akan menjadi baik.
Untuk melakukan perubahan, menurut Agus perlu ada kesadaran pribadi dalam tubuh MA.
"Tentu saja (perubahan) itu harus ada 'welcome' dari teman MA. Kekuatan yudikatif kan tidak bisa dipengaruhi, harus ada kesadaran dari mereka untuk melakukan perubahan," terang Agus.
Untuk diketahui, KPK beberapa kali melakukan lima Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap aparat peradilan.
Pertama pada 12 Februari 2016, KPK menangkap Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Badan Peradilan Umum MA, Andri Tristianto Sutrisna yang menerima suap Rp 400 juta untuk menunda pengiriman salinan putusan Peninjauan Kembali (PK).
Kedua, pada 20 April 2016, KPK menangkap panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution yang diduga menerima Rp 150 juta terkait pengurusan dua perkara Lippo Group di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terkait perkara itu, Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dicegah bepergian ke luar negeri.
Ketiga, pada 23 Mei 2016, Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi Janner Purba, hakim ad hoc Pengadilan Negeri Kota Bengkulu Toton dan panitera Pengadilan Negeri Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy ditangkap karena diduga menerima suap terkait penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD Bengkulu tahun 2011.
Keempat, 15 Juni 2016, KPK menangkap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi, terkait penerimaan suap dalam pengurusan perkara pidana pelecehan seksual yang dilakukan oleh pedangdut Saipul Jamil.
Kelima, OTT terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santosa karena diduga menerima suap terkait pengurusan perkara perdata pada 30 Juni 2016.
Sementara survei yang dilakukan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FH UI) menunjukkan bahwa masyarakat sebagai pengguna layanan hukum dan layanan publik di pengadilan belum puas terhadap pelayanan yang diberikan.
"Perlu dievaluasi apakah MA sudah memberikan pelayanan publik bagi masyarakat dengan baik sebagaimana terdapat dalam instrumen-instrumen kebijakan tersebut. MaPPI melakukan survei terhadap implementasi pelayanan hukum dan pelayanan publik pada 2014 dan 2016 dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah pengadilan telah memberikan hak yang sama dan dengan kualitas yang terbaik terhadap masyarakat dalam mengakses layanan di pengadilan," kata peneliti MaPPI Aulia Ali Reza. (mdk/sho)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya