KPK Tolak Permohonan Justice Collaborator Johannes Budisutrisno
Merdeka.com - Jaksa penuntut umum pada KPK menolak pengajuan justice collaborator (JC) oleh Johannes Budisutrisno Kotjo terkait pemberian suap kepada mantan anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham atas proyek PLTU Riau-1. Penolakan itu diucapkan dalam surat tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Ditolaknya permohonan JC dikarenakan dalam perkara tersebut Kotjo merupakan pelaku utama. Sebagaimana surat edaran Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2011, pemohon JC merupakan saksi sekaligus pelaku dari satu tindak pidana namun bukan pelaku utama, selain itu pemohon JC dituntut memberikan keterangan seluas-luasnya guna membuka keterlibatan pelaku lain. Dari kriteria tersebut, jaksa menilai Kotjo tidak memenuhi keduanya.
"Bahwa terdakwa merupakan pelaku utama dalam perkara ini yaitu merupakan subyek yang telah memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya Rp 4,750 miliar kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota komisi VII DPR. Keterangan terdakwa tersebut tidak membuka atau membongkar perkara atau peranan pihak lain yang lebih besar," ucap Jaksa Ronald Worontikan, Senin (26/11).
-
Siapa saja yang bersaksi di sidang MK? Sebagai informasi, empat menteri tersebut adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani, Menteri Sosial Republik Indonesia Tri Rismaharini, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto.
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Bagaimana MK menentukan komposisi saksi? 'Mau komposisinya seperti apa, diserahkan kepada pihak-pihak itu, yang penting jumlahnya 19 atau tidak lebih dari 19, mau ahlinya 9 saksinya 10 boleh. Mau ahlinya 5 saksinya 14, boleh,' ungkap Fajar.
-
Siapa yang diperiksa sebagai tersangka dalam kasus Kramat Tunggak? 'Sekarang saudara BP sudah diperiksa sebagai tersangka tadi penyidik memberikan 37 pertanyaan kurang lebih,' ujarnya.
-
Siapa yang mengajukan permohonan menambah saksi? 'MK menerima surat yang menyampaikan (permintaan saksi) lebih dan itu disepakati MK berdasarkan rapat permusyawaratan hakim (RPH),' Fajar menandasi.
-
Apa yang diputuskan MK tentang saksi? Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang terbatas 17 orang.'Ada kesepakatan baru, sekarang 19 orang. Sebelumnya MK hanya memperbolehkan pemohon membawa 17 orang terdiri dari 15 saksi dan 2 ahli,' kata Fajar kepada awak media di Gedung MK Jakarta, Selasa (26/3/2024).
Johannes Budisutrisno Kotjo dituntut 4 tahun penjara setelah dianggap terbukti memberi suap Rp 4,750 miliar kepada mantan anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 4 tahun denda Rp 250 juta, subsider 6 kurungan," jelas jaksa.
Pemilik perusahaan Blackgold Natural Resources (BNR) itu dinyatakan terbukti memberi suap kepada Eni dan Idrus sebanyak empat tahap yakni 18 Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, 14 Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar, 8 Juni 2018 sebesar Rp 250 juta, 13 Juni 2018 sebesar Rp 500 juta.
Uang-uang tersebut diberikan Kotjo agar Eni mau mengusahakan perusahaannya terlibat menggarap proyek senilai USD 900 juta tersebut. Selain itu, dari pertimbangan jaksa penuntut umum, menyebutkan bahwa uang yang diminta Eni sebagian diperuntukan munaslub Golkar dan Pilkada sang suami di Kabupaten Temanggung.
“Rp 2 miliar ditujukan Eni untuk munaslub Golkar, Rp 2 miliat untuk pemenangan Pilkada suami Eni Maulani Saragih,” ujarnya.
Dari tuntutan tersebut, jaksa mencantumkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan, yakni tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sementara hal meringankan, Kotjo bersikap sopan, belum pernah dihukum, sekaligus selama persidangan ia kooperatif dan terus terang.
Perkara ini bermula saat Kotjo mengetahui adanya proyek itu sekitar tahun 2015. Melalui PT Samantaka, anak perusahaan BNR, ia mengirimkan surat ke PT PLN Persero atas keinginannya ikut serta mengerjakan proyek tersebut. Namun surat itu tak kunjung mendapat respon.
Kotjo mengambil jalan pintas dengan menemui Setya Novanto, Ketua DPR saat itu, dan menceritakan permasalahannya. Novanto kemudian mengutus Eni Maulani Saragih yang menjabat di Komisi VII DPR mendampingi Kotjo memfasilitasi pertemuan dengan Sofyan Basir, Direktur PT PLN Persero.
Setelah beberapa pertemuan antara Kotjo, Sofyan Basir, Eni disepakati perusahaan Kotjo ikut serta menggarap proyek PLTU Riau 1 bersamaan dengan anak perusahaan PLN Persero Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI).
Kotjo kemudian menggaet perusahaan asal China, CHEC Ltd (Huading) sebagai investornya. Dalam kesepakatan Kotjo dan Chec menyatakan Kotjo akan mendapat komitmen fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek atau sekitar USD 25 juta. Adapun nilai proyek itu sendiri sebesar USD 900 juta.
Dari komitmen fee yang ia terima, rencananya akan diteruskan lagi kepada sejumlah pihak di antaranya kepada Setya Novanto USD 6 juta, Andreas Rinaldi USD 6 juta, Rickard Phillip Cecile, selaku CEO PT BNR, USD 3.125.000, Rudy Herlambang, Direktur Utama PT Samantaka Batubara USD 1 juta, Intekhab Khan selaku Chairman BNR USD 1 juta, James Rijanto, Direktur PT Samantaka Batubara, USD 1 juta.
Sementara Eni Saragih masuk ke dalam pihak-pihak lain yang akan mendapat komitmen fee dari Kotjo. Pihak-pihak lain disebutkan mendapat 3,5 persen atau sekitar USD 875 ribu.
Atas perbuatannya, Kotjo dituntut telah melanggar Pasal 5 ayat 1 atau undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hakim PN Jaksel menolak gugatan praperadilan ketua KPK nonaktif Firli Bahuri
Baca SelengkapnyaHasto mengaku secara keahlian, dirinya adalah seorang insinyur teknik kimia.
Baca SelengkapnyaDia pun meminta maaf atas ketidakhadirannya ke KPK, lantaran dirinya harus memimpin rapat terkait Pilkada.
Baca Selengkapnya"Menyatakan Terperiksa Sudara Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku,"
Baca SelengkapnyaPenggugat belum menempuh upaya administratif yang diwajibkan peraturan yang berlaku.
Baca SelengkapnyaHasto seharusnya dipanggil KPK pada Jumat, 19 Juli kemarin.
Baca SelengkapnyaKetut menegaskan, hingga kini Burhanuddin masih menjalankan tugasnya sebagai Jaksa Agung.
Baca SelengkapnyaGhufron mengaku heran atas keputusan hakim yang hanya mempermasalahkan administrasi jaksa, sehingga membebaskan hakim nonaktif MA itu.
Baca SelengkapnyaSaksi ahli Polda Jabar kurang memberikan keterangan yang membuat jawaban tidak berkembang.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, dalam eksepsi Plate menyeret nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Baca SelengkapnyaPenasihat hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan, mengatakan permohonan peninjauan kembali karena pihaknya menemukan novum baru dan adanya kekeliruan hakim.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto buka suara soal pemanggilannya sebagai saksi di dugaan kasus korupsi DJKA
Baca Selengkapnya