KPK Ungkap Potensi Kerugian Negara dan Benturan Kepentingan Pengadaan Vaksin
Merdeka.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar mengungkap adanya potensi kerugian keuangan negara dalam program pengadaan vaksin virus Corona Covid-19. Selain potensi kerugian keuangan negara, menurutnya, terjadi juga potensi benturan kepentingan.
Dia mengatakan, dua hal tersebut sempat dibahas dalam pertemuan antara komisioner dan Deputi Pencegahan KPK dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi bersama Menteri BUMN Erick Thohir pada Jumat, 8 Januari 2021 lalu.
Lili mengatakan, adanya potensi kerugian keuangan negara berdasarkan kajian yang dilakukan pihaknya. Dia menyampaikan hal tersebut dalam webinar yang diselenggarakan Kamis, 15 Januari 2021 kemarin.
-
Kenapa negara termiskin kesulitan beli vaksin? Ini terlepas fakta bahwa negara termiskin juga berjuang untuk membeli dan meluncurkan vaksin COVID-19 untuk melawan pandemi.
-
Siapa saja yang berisiko karena anak tidak divaksinasi? Anak yang tidak divaksinasi juga membawa risiko bagi anggota keluarga lainnya.
-
Apa dampaknya jika anak tidak divaksinasi? Tidak memberi vaksin pada anak bisa menyebabkan sejumlah dampak kesehatan yang tidak diinginkan.
-
Siapa saja yang berisiko? Salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami sindrom ini adalah individu dengan jenis penyakit Parkinson yang dikenal sebagai sindrom corticobasal (CBS), di mana sekitar 30% dari mereka dapat mengalami AHS.
-
Apa saja dampak buruknya? Akibat menonton TV terlalu dekat bagi kesehatan diketahui dapat menyebabkan mata tegang, mata kering, sakit kepala, dan penurunan konsentrasi.
-
Siapa yang terlibat dalam produksi vaksin dalam negeri? Salah satu proyek unggulannya adalah pengembangan Vaksin Merah Putih atau INAVAC yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair).
"Kajian yang kita lakukan adalah, ada beberapa catatan kita kalau kemudian potensi permasalahan ditemukan. Nah, potensi kerugian negara, tentu itu pertama sekali karena kita bicara tentang tindak pidana korupsi," katanya.
Namun Lili belum bersedia merinci potensi kerugian keuangan negara yang dia maksud tersebut. Dia hanya menyebut, vaksin yang dibeli masih ada kemungkinan gagal uji klinis dan tidak dapat digunakan.
Selain itu, ada kemungkinan terjadinya banyak persoalan dalam pengadaan vaksin ini. Salah satunya adalah soal distribusi. Lili mengatakan, berdasarkan keterangan yang dia terima, vaksin dimasukkan ke dalam cooler lalu dibawa ke tingkat provinsi.
"Kalau keluar dari cooler itu, dia sudah maksimal bertahan enam jam, lewat enam jam dia tidak laku, dia tidak bisa digunakan apa pun," ujarnya.
"Nah seperti apa mendistribusikan ini, dengan wilayah jarak tempuh yang berbeda-beda, kita tau geografi Indonesia ini sangat luar biasa unik dan indahnya. Tetapi juga belum semua punya sarana dan prasarana yang baik," Lili menambahkan.
Sementara terkait potensi benturan kepentingan, kata Lili yakni terkait penunjukan langsung pengadaan alat pendukung vaksin covid19. Kemudian terkait penetapan jenis dan harga vaksin.
"Nah penunjukan langsung untuk pengadaan alat pendukung vaksin Covid-19 itu berpotensi menyebabkan benturan kepentingan dan tidak sesuai dengan harga yang ada di pasaran," jelasnya.
"Karena, misalnya harga sebuah vaksin tentu juga dihargai dengan alat tambahnya ketika mau vaksin, misalnya alat suntik, misalnya tisu, misalnya tenaga honornya. Sehingga ketika diakumulasi mungkin satu vaksin nilainya sekitar Rp 50 ribu kah, Rp 100 ribu kah, Rp 200 ribu kah," tambah Lili.
Atas temuan-temuan tersebut, KPK meminta pemerintah mengatur dan terus memantau agar potensi persoalan itu tak terjadi. Demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, KPK menyarankan agar pemerintah melibatkan ahli dan pihak independen dalam menentukan harga vaksin.
"Lalu tentu saja kita minta ada pelibatan ahli, kemudian pelibatan akademisi, kemudian ada organisasi yang kredibel untuk itu dan tentu harus independen dalam menentukan itu vaksin dan juga bagaimana menetapkan harganya," tutupnya.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
kemudian indikasi kerugian di Indofarma Global Medika atas penempatan dan pencairan deposito beserta bunga senilai kurang lebih Rp35 miliar atas nama pribadi.
Baca SelengkapnyaKeterangan mereka dibutuhkan penyidik KPK untuk mengetahui aliran uang distribusi itu ke para tersangka.
Baca SelengkapnyaKomnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Baca SelengkapnyaMenkes angkat bicara mengenai efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca
Baca SelengkapnyaBeredar klaim penerima vaksin Covid-19 mRNA akan meninggal dalam 3 atau 5 tahun
Baca SelengkapnyaAda indikasi pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa dasar transaksi yang berindikasi kerugian Indofarma Global Medika sekitar Rp24 miliar.
Baca SelengkapnyaKPK bakal segera menetapkan pihak yang akan dijadikan tersangka dan lakukan penahanan
Baca SelengkapnyaPencegahan ke luar negeri lima orang tersebut mulai berlaku enam bulan pertama dan dapat diperpanjang.
Baca SelengkapnyaTiko mengatakan pihaknya tak akan pandang bulu dalam proses hukum tersebut. Termasuk jika ditemukan pengurus perusahaan yang bermasalah.
Baca SelengkapnyaMasalah tersebut muncul, karena perusahaan mengalami kerugian mencapai Rp459 miliar.
Baca SelengkapnyaDalam penyidikan kasus ini, KPK sudah menentukan pihak yang akan bertanggungjawab.
Baca Selengkapnya