KPPA Bicara Kemungkinan Pengalihan Hukuman Tersangka Pengeroyok Siswi SMP Pontianak
Merdeka.com - Kepolisian Resort Kota Pontianak telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus pengeroyokan atau penganiayaan terhadap siswi SMP di Pontianak berinisial ABZ. Ketiga tersangka merupakan siswi SMA berinisial Ar, Ec, dan Ll.
Terhadap ketiga tersangka dikenakan pasal 80 ayat (1) UU No. 35/2014 tentang perubahan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman tiga tahun enam bulan penjara, atau kategori penganiayaan ringan sesuai dengan hasil visum oleh pihak Rumah Sakit Mitra Medika.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Dinas PPPA Provinsi Kalimantan Barat, Dinas PPPA Pontianak, serta Kepolisian Resor Kota Pontianak serta para psikolog langsung berkoordinasi untuk penyelesaian kasus ini. Tidak hanya bagi korban ABZ, tapi juga tiga tersangka.
-
Bagaimana orang tua pelaku dan korban menyelesaikan kasus penganiayaan anak SD? “Pihak keluarga pelaku sanggup mengganti rugi biaya pengobatan kepada korban,“ terang Kasat Reskrim Polres Jombang, Selasa (27/6/2023)
-
Bagaimana cara agar anak terbebas? Edukasi tentang bahaya rokok ini harus dimulai sejak dini, dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh anak-anak.
-
Kenapa pelaku penganiayaan dibebaskan? Dengan potongan video selanjutnya korban yang masih bocah sempat menangis setelah kepalanya dipukul dengan botol.'Meskipun Om aing jenderal aing tak pernah minta tolong ke om aing nu jenderal. Sok searching di google maneh, Mayjen Rifki Nawawi. Apakah aing pernah minta tolong, gak pernah,' ujar si remaja dalam video.
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Bagaimana proses kasus ini? 'Pada, 17 Mei 2024 Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kantor Kejati DKI Jakarta telah menyatakan lengkap berkas perkara (P21),' kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak dalam keteranganya, Selasa (21/5).
-
Bagaimana anak-anak dikorbankan? 76 anak-anak itu dibelah dadanya dan dalam keadaan telanjang dengan pakaian berada di sampingnya. Dada mereka telah dipotong terbuka dari tulang selangka hingga ke tulang dada. Tulang rusuk mereka dipaksa terbuka, yang kemungkinan untuk mendapatkan akses ke jantung mereka.
Terbuka kemungkinan mengalihkan hukuman di luar sistem peradilan pidana. "Apabila dia ancaman hukumannya tiga tahun enam bulan penjara misalnya maka sistem peradilan membuka ruang untuk dilakukannnya diversi," ujar Sekretaris KPPPA Pribudiarta Nur Sitepu dalam jumpa pers di Kementerian PPPA, Jakarta. Seperti dilansir Antara, Kamis (11/4).
Sesuai dengan UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka terbuka dilakukan diversi. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
"Diversi bukan menghilangkan pengenaan hukumannya karena nanti juga pihak pemerintah daerah juga nanti melakukan rehabilitasi baik terhadap pelaku maupun korban," ucap Pribudiarta.
Pendampingan akan dilakukan hingga ranah hukum untuk memastikan kasus tersebut ditangani dengan benar.
"Rehabilitasi terhadap pelaku dan mungkin juga terhadap orang tua pelakunya karena ini harus ada penanganan yang menyeluruh terhadap pelaku ini tadi agar seluruh lingkungannya yang mempengaruhi tumbuh kembangnya itu juga bisa mengalami perubahan menjadi lebih baik," kata Pribudiarta.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lantaran upaya diversi yang dilakukan pihak Kepolisian tidak menemui kesepakatan antara korban dengan 8 anak berhadapan hukum (ABH).
Baca SelengkapnyaKomisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memastikan juga memberikan pendampingan terhadap pelajar pelaku kekerasan dan perundungan di SMA Binus School Serpong.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Singkawang Kalimantan Barat menolak praperadilan kuasa hukum HA.
Baca SelengkapnyaKasus bullying atau perundungan makin marak dalam sebulan terakhir.
Baca SelengkapnyaDorongan revisi ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni
Baca SelengkapnyaMereka akan menjalani beragam treatment selama proses rehabilitasi.
Baca SelengkapnyaMereka berdalih bukan pelaku kejahatan terhadap AA (13).
Baca SelengkapnyaKeluarga meminta bantuan hukum karena tak terima tiga dari empat tersangka tidak dilakukan penahanan.
Baca SelengkapnyaJaksa menilai vonis itu tidak berkeadilan bagi keluarga korban meski para terdakwa masih di bawah umur.
Baca SelengkapnyaSaat ditangkap, tersangka berinisial HA kooperatif.
Baca SelengkapnyaHA dilantik jadi anggota DPRD padahal telah ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan persetubuhan anak di bawah umur,
Baca SelengkapnyaTNI Ungkap Peran 13 Prajurit Tersangka Penganiayaan Anggota KKB di Papua
Baca Selengkapnya