Kredibilitas ambruk, lembaga peradilan dihujat
Merdeka.com - Beberapa hari lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan. Aksi KPK ini lagi-lagi mencoreng wajah institusi peradilan di tanah air. Tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait putusan perkara perdata yang melibatkan PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) selaku tergugat dan PT Mitra Maju Sukses (MMS) sebagai penggugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ketiga tersangka tersebut adalah Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat M Santoso (SAN), Ahmad Yani (AY) yang merupakan staf di Wiranatakusumah Legal & Consultant, dan pengacara bernama Raoul Adhitya Wiranatakusumah (RAW).
Santoso diduga menerima uang suap sebesar 25.000 dolar Singapura dan 3.000 dolar Singapura masing-masing dari Yani dan Raoul. Diduga uang suap itu ditujukan agar PT KTP dimenangkan dalam perkara perdata di sektor pertambangan dengan PT MMS. Apalagi pada Kamis 3 Juni 2016 siang, Majelis Hakim yang terdiri atas Casmaya, Partahi, Jessica, dan Agustinus telah membacakan putusan yang memenangkan pihak PT KTP, dengan amar putusan gugatan PT MMS tidak dapat diterima.
-
Kenapa Kejaksaan Agung tahan tersangka? Setelah ditetapkan sebagai tersangka, RD dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.'Terhitung dari tanggal 29 Maret sampai dengan 17 April,' tutup Ketut.
-
Siapa yang menggugat Polda Jawa Barat? Pegi diketahui menggugat Polda Jawa Barat yang menetapkannya sebagai tersangka pembunuhan Vina dan Eky.
-
Siapa yang bisa jadi PPPK di Sumut? PPPK adalah kategori pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah dengan kontrak kerja, bukan melalui jalur rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
-
Siapa yang melaksanakan ruwatan? Masyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri.
-
Siapa yang terbukti terlibat pungli di Rutan KPK? 90 pegawai Komisi Antirasuah yang telah terbukti terlibat dalam praktik pungli.
-
Siapa yang melakukan pungli di Rutan KPK? 'Terperiksa sebagai Karutan KPK sejak pertemuan makan bersama di Bebek Kaleyo telah mengetahui tentang praktik pungutan liar dan yang sudah terjadi sejak lama tapi terperiksa tidak berusaha menghentikan pungutan liar tersebut,' ungkap Albertina dalam sidang putusan, di gedung Dewas KPK, Rabu (27/3).
Institusi peradilan sudah tercoreng saat KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap dua orang yakni Edy Nasution (EN) dan Dody Arianto Supeno (DAS) sekitar pukul 10.45 WIB di sebuah hotel bilangan Jakarta Pusat pada Rabu (20/4). Keduanya diciduk KPK seusai melakukan transaksi terkait pengajuan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dari hasil penangkapan, KPK menyita uang Rp 50 juta dari Edy Nasution. Diduga sebagai commitment deal dalam kasus ini mencapai Rp 500.
Pada Juni 2016, KPK kembali menangkap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi atas dugaan suap vonis kasus yang menjerat pedangdut Saipul Jamil. Dalam operasi tersebut KPK mengamankan uang Rp 250 juta yang diduga untuk meringankan vonis Saipul Jamil. Ketujuh orang tersebut kemudian digiring ke gedung KPK baru, jalan Kuningan Persada Kav IV, Jakarta Selatan, untuk menjalani pemeriksaan 1 X 24 jam. Selain menemukan Rp 250 juta penyidik KPK menemukan uang Rp 700 juta di mobil Rohadi, panitera PN Jakarta Utara. Setelah melakukan pemeriksaan KPK akhirnya menetapkan empat orang tersangka yakni Rohadi, Samsul Hidayatullah, Berthanatalia Ruruk Kariman, dan Kazman Sangaji.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) angkat bicara soal kembali tertangkapnya panitera pengadilan negeri Jakarta Pusat oleh penyidik KPK. Wapres JK meminta seluruh sistem peradilan dievaluasi.
"Pengaturan-pengaturannya sepertinya lebih bebas ke mana-mana. Jadi perlu suatu perbaikan sistem secara keseluruhan. Karena ini terjadi di masa ketua MA siapa saja bisa terjadi. Semuanya dievaluasi, bukan hanya sistemnya tapi sistem internal peradilan kita secara nasional. Sistem hukum lah. Di kejaksaan, pengadilan, kepolisian perlu dilakukan," kata JK di Kantornya, Jakarta, Jumat (1/7).
Menurutnya, kasus suap di institusi peradilan kerena panitera kurang mendapatkan pengawasan ketat. Oleh sebab itu, dia mendesak agar lembaga penegak hukum direformasi untuk membenahi sistem peradilan. "Ya pasti (reformasi birokrasi) seperti saya katakan tadi, cuma banyak pemikiran pemikiran dan usulan-usulan dari KY KPK dan tentu akan menjadi perbaikan untuk kita semua. Jadi masuknya ini juga di Undang-undang jadi ini juga perhatian DPR," kata dia.
Daftar panjang kasus suap yang melibatkan institusi peradilan, mengundang kritik pedas dari pelbagai pihak. Salah satunya anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul. Ruhut merasa penegakan hukum kali ini memprihatinkan. Padahal menurutnya penegak hukum harus berani menindak koruptor yang merugikan negara.
"Baik itu pengacara, jaksa, hakim, dan masyarakat janganlah kita coba nyogok-nyogok gitu. Melemahkan iman mereka. Tapi para aparat, apalagi, dia di pengadilan kan mewakili Tuhan, jangan tergoda lah. Yang jelas semuanya harus dikasih sanksi seberat-beratnya," ungkapnya.
Merdeka.com mencatat kritik pedas dan sindiran yang mengarah ke institusi peradilan. Berikut paparannya.
Semua perkara ada korupsinya
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksana menuturkan, adanya judicial corruption belum bisa menekan dan mengawasi ulah para pegawai di lembaga peradilan Indonesia.
"Ada judicial corupotion juga kan enggak terlalu banyak memengaruhi. Buktinya masih banyak yang bermain dalam berbagai perkara, semua perkara ada korupsinya," ungkap Gandjar kepada merdeka.com, Jumat (1/7) kemarin.
Lembaga peradilan dipermainkan ulah kotor
Anggota Komisi III DPR, Didik Mukrianto menganggap sistem peradilan saat ini semakin ramai dihinggapi mafia hukum. Hal tersebut terkait beberapa kali belakangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menciduk panitera pengadilan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus suap.Â
"Pengadilan ini menjadi benteng terakhir mendapat rasa keadilan. Tapi di sisi lain lembaga peradilan dipermainkan oleh ulah kotor," kata Didik saat dihubungi, Jumat (1/7).Â
Ketua DPP Partai Demokrat ini menilai harus ada reformasi peradilan. Dia mengungkapkan upaya perbaikan harus dimulai dari memperkecil ruang gerak koruptor.Â
"Penanganan perkara, progres dan perkembangan perkara kemudian hingga putusan harus basisnya transparan. Kita bisa akses, bisa dilihat, kemudian juga bisa diawasi oleh siapapun. Kan selama ini terkesan sangat tertutup manajerial penanganan perkara di lembaga peradilan," ujarnya.Â
Martabat peradilan makin terpuruk
Komisi Yudisial (KY) mengaku prihatin dengan kasus kembalinya tertangkap pejabat pengadilan. Apalagi sudah ada belasan orang pengadilan yang tertangkap KPK diduga terlibat suap.
"Padahal jarak waktu antara satu kasus dengan kasus lainnya masih dalam hitungan hari. Begitupun, ternyata semua kejadian penangkapan dari beberapa kasus sebelumnya tidak cukup berarti memiliki efek jera bagi para pelaku yang terlibat dugaan suap, mereka sudah gelap mata. Para pelaku seperti tidak jera untuk terus merendahkan martabat peradilan yang sudah begitu terpuruk," kata Jubir KY Farid Wajdi dalam keterangan tertulis, Jumat (1/7).
Pencari keadilan sudah tidak percaya
Jubir KY Farid Wajdi menuturkan, praktik merendahkan martabat profesi dan lembaga peradilan tentu sangat menyakitkan bagi semua pihak. Para pencari keadilan, lanjut dia, masyarakat dan para investor makin menipis kepercayaan atau bahkan berada pada titik nadir kepada lembaga penegak hukum, terkhusus lagi lembaga peradilan, yang di dalamnya banyak diisi oknum bermental buruk atau bahkan pecundang.
"Jika para pencari keadilan sudah tidak percaya, tentu masyarakat perlu berpikir ulang, apakah lembaga peradilan betul berfungsi sebagai rumah keadilan. Tersebab sejumlah hakim dan aparat pengadilan telah melakukan praktik perdagangan hukum," terang dia.
Sapu kotor membuat makin kotor
Juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi mengatakan, diperlukan peradilan yang benar-benar bersih agar dapat memberantas korupsi. Hal ini diungkapkannya menanggapi kasus penangkapan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan pada Kamis (30/6).
"Membersihkan korupsi harus berada di peradilan yang benar-benar bersih," kata Farid, Sabtu (2/7).
Farid kemudian menyebutkan bahwa korupsi ibarat kotoran yang hanya bisa dibersihkan dengan sapu yang bersih. "Sapu kotor justru membuat kondisi makin kotor, jadi semakin terpuruk," ujar Farid.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Arief Hidayat, sumpah dan keyakinan hakim, menjadi kunci keadilan bagi masyarakat.
Baca SelengkapnyaMahfud sebenarnya sudah mual menanggapi putusan MA soal Batas usia calon kepala daerah
Baca Selengkapnya"Politik harus bersandarkan pada kepentingan bangsa, bukan kepentingan individu, keluarga, atau kepentingan golongan," kata Hasto.
Baca SelengkapnyaKalimat pembuka yang 'tak biasa' ini disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani.
Baca SelengkapnyaTPN Ganjar Singgung MK Beri Karpet Merah Gibran jadi Cawapres: MK Berubah jadi Mahkamah Memalukan
Baca SelengkapnyaGanjar berkomitmen mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga negara yang dinilai memiliki catatan buruk
Baca SelengkapnyaArief yang sudah 12 tahun menjadi hakim konstitusi itu sangat sedih MK dicap sebagai Mahkamah Keluarga.
Baca Selengkapnya"Saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya," kata Anwar Usman
Baca SelengkapnyaCawapres Mahfud Md buka suara terkait tugas Mahkamah Konstitusi yang sebenarnya
Baca SelengkapnyaDalam debat keempat Pilpres 2024 Mahfud sempat menyinggung soal permasalahan SDA lantaran pedang hukum yang tumpul ke bawah.
Baca SelengkapnyaKejagung siap pecat anggota yang terbukti bersalah
Baca Selengkapnya