KSPI Ancam Gelar Aksi Besar-besaran jika Jokowi Teken UU Cipta Kerja
Merdeka.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan KSPI dan 32 federasi lainnya akan turun ke jalan pada 1 November mendatang. Jika Presiden Joko Widodo tetap meneken draf UU Cipta Kerja.
"Jadi tanggal 1 November akan ada aksi besar-besaran secara nasional di Jakarta yang dipusatkan di istana dan MK kalau tanggal 28 Oktober ditandatangani UU Cipta Kerja dan ada nomor oleh presiden," kata Said dalam jumpa pers yang disiarkan secara daring, Sabtu (24/10).
Said Iqbal menambahkan, tak hanya di Jakarta, rekan buruh di 24 provinsi juga akan turun ke jalan pada 28 November mendatang jika UU Cipta Kerja diteken Jokowi.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Apa yang diminta DPR untuk KPK dan Polri? Lebih lanjut, Sahroni tidak mau kerja sama ini tidak hanya sebatas formalitas belaka. Justru dirinya ingin segera ada tindakan konkret terkait pemberantasan korupsi 'Tapi jangan sampai ini jadi sekedar formalitas belaka, ya. Dari kolaborasi ini, harus segera ada agenda besar pemberantasan korupsi. Harus ada tindakan konkret. Tunjukkan bahwa KPK-Polri benar-benar bersinergi berantas korupsi,' tambah Sahroni.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Kenapa Jokowi desak DPR selesaikan UU Perampasan Aset? 'Menurut saya, UU perampasan aset tindak pidana ini penting segera di selesaikan. Karena ini adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan memberikan efek jera,'
-
Apa saja permintaan DPR RI ke polisi? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
"Aksi ini akan dilakukan bersamaan dengan membawa judicial review terhadap UU yang telah diberi nomor. Titik pusat aksi di Istana Negara dan Mahkamah Konstitusional (MK) sambil menyerahkan gugatan uji materil dan formil dan aksi akan berlanjut sampai mereka menang.
Said juga menunjukan ketidaksetujuan terhadap pernyataan MK yang mengatakan bahwa para hakim tidak akan terpengaruh pada aksi.
"Dalam ilmu tata negara, hukum konstitusi ada dua, tertulis seperti UU, peraturan pemerintah dan seterusnya. Hukum tidak tertulis misalnya imbauan, dan ada aspirasi rakyat. Aspirasi rakyat menurut UU nomor 1998 adalah unjuk rasa, di UU nomor 13 tahun 2003 mogok kerja dan UU 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh berupa pemogokan dalam bentuk demonstrasi atau mogok kerja. Semua konstitusi memberi ruang untuk memberi aspirasi. Oleh karena itu, MK gunakan hati nurani untuk mempertimbangkan konstitusi tidak tertulis," pinta Said.
Di samping itu, Said juga meminta Parlemen tak lantas membuang badan. DPR didesak mengeluarkan legislatif review diatur di UU 1945 di pasal 20 sampai 22 A sebagai dasar landasan hukum.
"DPR jangan buang badan terhadap aksi rakyat, maka kami minta begitu sidang paripurna setidaknya ada fraksi PKS dan Demokrat yang interupsi meminta DPR mengadakan legislatif review," katanya.
Said juga mengambil langkah dengan mengirimi surat resmi kepada sembilan fraksi di DPR, meski hingga kini belum memperoleh respon. Ia juga mendapat informasi tanggal 9 November 2020 akan dilakukan sidang paripurna.
"Dengan demikian, surat sudah diserahkan, belum direspons juga oleh pimpinan fraksi. Maka 9 dan 10 November buruh akan aksi nasional, serentak lebih dari 24 provinsi dan 200 kabupaten kota," ujar Said.
Lanjutnya, setelah penetapan nomor pada judicial review yang aksi akan berfokus di Istana Negara dan MK sekitar tanggal 1 November, sedangkan 9-10 November aksi akan berpusat di DPR. Menurutnya, aksi pada tanggal 10 November 2020 akan dipastikan aksi yang lebih besar lagi melihat terjadinya penolakan terhadap UU Ciptaker dan ditambah upah yang tidak naik, karena tanggal 10 November menjadi penetapan terakhir upah minimum untuk provinsi dan 20 November upah minimum untuk kabupaten kota.
"Saya tetap meminta aksi ini anti kekerasan, sebaiknya pemerintah dan DPR mempertimbangkan kondisi di lapangan mengingat masyarakat menyalurkan aspirasi. Judicial review menjadi satu-satunya jalur yang bisa ditempuh, meski aksi tetap dilakukan. Kami ingin diajak berdiskusi, pengusaha susah tapi buruh juga susah."
Reporter Magang: Febby Curie Kurniawan
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masinton Pasaribu menemui para demonstran dalam aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi
Baca SelengkapnyaKapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro mengatakan, 3.286 personel gabungan disebar di sekitar Patung Kuda dan Gedung DPR.
Baca SelengkapnyaJokowi memastikan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada serentak 2024.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, revisi UU Pilkada batal disahkan dalam rapat paripurna.
Baca SelengkapnyaMereka memilih untuk bergerak melanjutkan gerakan kawal putusan MK.
Baca SelengkapnyaMasinton menegaskan pemerintah dan DPR harus mendengar suara rakyat dan mahasiswa.
Baca SelengkapnyaDalam tuntutannya Partai Buruh mendesak DPR RI untuk tidak melawan dan mengubah keputusan MK Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Baca SelengkapnyaAksi yang digelar ini sehari setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, menggelar rapat panitia kerja terkait Revisi UU Pilkada, pada Rabu (21/8).
Baca SelengkapnyaDemonstrasi menolak pengesahan RUU Pilkada menjadi undang-undang oleh DPR, Kamis (22/08/2024) kemarin, sukses menarik perhatian dunia internasional.
Baca SelengkapnyaAda sekitar ratusan orang yang ditangkap Polda Metro Jaya, namun sebagian sudah dibebaskan.
Baca SelengkapnyaHari ini, DPR menggelar rapat untuk mengebut Revisi UU Pilkada untuk mengesahkan aturan baru Pilkada.
Baca SelengkapnyaAktivis, mahasiswa, hingga publik figure melakukan aksi unjuk rasa menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di Gedung DPR-MPR Jakarta, Kamis (22/8).
Baca Selengkapnya