LPSK Tangani Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual Dilakukan Ayah, 'Direstui' Ibu
Merdeka.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan kekerasan seksual perempuan dan anak di Indonesia semakin marak. Tidak kurang 300 orang di 2018 korban kekerasan seksual, kini dalam perlindungan LPSK. Tidak sekadar melindungi, LPSK juga melakukan pemulihan psikososial jangka panjang.
"Kasusnya semakin banyak. Korban kasus kekerasan seksual perempuan dan anak, masuk prioritas seperti diatur UU No 31 Tahun 2014. Dalam undang-undang itu, kami memenuhi hak korban mulai hak atas bantuan psikologi, medis dan psikososial," kata Wakil Ketua LPSK RI Livia Istania DF Iskandar, dalam keterangan resmi di Samarinda, Kamis (20/6) sore.
Livia memastikan negara hadir bagi korban dan saksi tindak pidana, seperti kekerasan seksual perempuan dan anak. Mulai dari pendampingan dari awal kasus, pemeriksaan saksi hingga proses sidang. "Juga pemulihan jangka panjang," ujar Livia.
-
Siapa yang berperan penting mencegah kekerasan seksual pada anak? 'Peran orang tua sangat besar, jadilah pendengar yang baik, usahakan jadi sahabat anak. Cari waktu berkualitas, sekarang banyak orang tua yang sibuk, padahal penting untuk mencari waktu berkualitas. Kadang, walaupun waktu banyak namun kurang berkualitas jadi kurang bisa mendukung edukasi yang diberikan pada anak,' kata Anggota Satgas Perlindungan Anak PP IDAI Prof. Dr. dr. Meita Dhamayanti, Sp.A(K), M.Kes.
-
Siapa yang menyaksikan pemerkosaan tahanan? Dalam dokumenter tersebut, terdapat kesaksian dari Fadi Bakr, mantan tahanan di kamp Sde Teiman di Israel selatan.
-
Siapa yang mengalami kekerasan? Kekerasan ekonomi terjadi ketika pelaku KDRT menguasai aspek keuangan korban untuk mengendalikan dan merugikannya.
-
Siapa yang menjadi korban perundungan? Apalagi saat berkomunikasi melalui panggilan video, R mengaku pada Kak Seto bahwa ia sering menjadi korban perundungan dari teman-temannya maupun guru.
-
Siapa yang menjadi korban? Renu Singh, salah satu korban yang terjebak, telah melapor ke polisi dengan klaim bahwa ia telah ditipu sebesar USD 21.000 dan mengungkapkan bahwa ratusan orang lainnya juga mengalami kerugian total mencapai USD 4,1 juta.
"Korban, untuk melapor itu perjuangan sangat berat. Kalau pelaku itu ayahnya sendiri, bayangkan bagaimana dampak psikologisnya. Ada ibu, malah tidak mendukung dan bela anak, dan anak jadi bingung. Beberapa kasus kami tangani seperti itu," tambah Livia.
LPSK juga meminta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diinisiasi DPR bisa rampung dan disahkan DPR periode tersisa ini. Tujuannya, agar penanganan kasus kekerasan seksual, lebih komprehensif.
"Bersama Kementerian PPA, kami mendorong supaya RUU itu sebagai insiatif DPR yang sekarang berproses, bisa disahkan periode DPR ini. Karena untuk periode depan, tidak tahu lagi bagaimana prosesnya," kata Livia .
Livia menerangkan, pengesahan RUU itu menjadi undang-undang sangat diperlukan. "Undang-undang sekarang belum komprehensif jadi payung hukum. Nah, RUU ini lebih komprehensif," ujar Livia.
"Sekarang kan jadi pro dan kontra. Ada pihak yang belun paham kasus kekerasan seksual perempuan dan anak. Menurut saya, Indonesia sudah darurat seksual karena kasusnya berat-berat. Paling muda dalam perlindungan kami, ada anak usia 3 tahun yang jadi korban ayahnya sendiri. Anak kecil, semakin menjadi korban," tambah Livia.
Saat ini, menurut Livia, rumah tidak sedikit menjadi tempat tidak aman bagi perempuan dan anak. Selain ayah kandung jadi pelakunya, juga banyak dilakukan orang-orang yang dikenal.
"Pelaku lebih banyak orang dikenal, daripada tidak dikenal. Mestinya rumah jadi tempat yang nyaman, ini jadi tempat menakutkan. Kalau tidak ditangani dengan baik, korban trauma dan membenci diri sendiri, dan bisa menyakiti diri sendiri," ungkap Livia.
Livia juga menjelaskan, yang menjadi tanggung jawab negara untuk memberikan perlindungan melalui LPSK adalah korban kekerasan seksual perempuan dan anak, perdagangan perempuan dan anak, kasus terorisme, penganiayaan, narkoba, korupsi misal whistle blower, serta justice collabolator.
"Untuk justice collabolator dia jadi bagian tapi bukan pelaku utama, bisa minta perlindungan sebagai saksi pelapor," pungkas Livia.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani berharap ada program-program dari Pemerintah yang dapat mencegah terjadinya KDRT.
Baca SelengkapnyaDalam perkara ini, tim penyelidik juga sudah berkoordinasi dengan UPTP3A.
Baca SelengkapnyaKPAI saat ini berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak .
Baca SelengkapnyaKomisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memastikan juga memberikan pendampingan terhadap pelajar pelaku kekerasan dan perundungan di SMA Binus School Serpong.
Baca SelengkapnyaPemulihan psikologis dilakukan dengan koordinasi bersama Biro SDM Polda Metro Jaya.
Baca SelengkapnyaKawiyan memastikan, KPAI terus melakukan pendampingan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan.
Baca SelengkapnyaTujuh orang tersebut adalah RA, ER, HS, ES, JY, SP, dan SD.
Baca SelengkapnyaKeluarga korban perundungan siswa senior SMA Binus School Serpong, bersama tim hukum P2TP2A Kota Tangerang Selatan, mendatangi kantor LPSK, Jumat (23/1).
Baca SelengkapnyaLPSK masih mendalami keterangan saksi dan keluarga korban pembunuhan Vina Cirebon.
Baca SelengkapnyaAnak pelajar sebagai korban tindak kekerasan dan perundungan harus mendapat penanganan yang tepat
Baca SelengkapnyaMengetahui peristiwa itu, ibu korban melaporkan kepada keluarganya dan pihak kepolisian.
Baca Selengkapnya