LSI Denny JA: Tabungan Menipis, Warga Lebih Cemas Ekonomi dari Corona
Merdeka.com - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, hari ini merilis hasil penelitiannya, terkait kecemasan masyarakat yang disebutkan mulai bergeser. Dari yang cemas akan virus Covid-19, menjadi cemas akan ekonomi.
Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar, mengatakan, ada lima alasan mengapa di Indonesia juga mengalami pergeseran itu, dari kecemasan terpapar oleh virus corona beralih dan dikalahkan oleh kecemasan terpapar virus ekonomi.
"Pertama, meluasnya berita kisah sukses banyak negara. Cukup massif berita media konvensional ditambah media sosial memberitakan banyak negara sudah melampaui puncak pandemi. Virus corona di negara tersebut relatif bisa dikendalikan, walau vaksin belum ditemukan," kata Rully, Jumat (12/6).
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Kenapa kasus Covid-19 naik? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Kenapa Covid Pirola dikhawatirkan? Varian baru virus corona bernama Pirola tengah menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia. Varian BA.2.86, yang dijuluki 'Pirola', adalah varian baru Omicron yang bermutasi dan memicu lonjakan kasus baru. Pirola memiliki lebih dari 30 mutasi penting, menurut Scott Roberts, spesialis penyakit menular Yale Medicine dikutip dari Al-Jazeera.
-
Mengapa Covid-19 menjadi pandemi global? Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu peristiwa paling berdampak di abad ke-21. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 200 juta orang dan menewaskan lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia.
Dia menuturkan, beberapa negara yang sering diberitakan sukses adalah Selandia Baru, Jerman, Hong Kong dan Korea Selatan.
"Walau vaksin belum tersedia, contoh konkret negara yang sukses itu sudah cukup mengurangi kecemasan atas virus. Apalagi diberitakan pula kegiatan ekonomi di negara tersebut secara bertahap mulai hidup lagi. Berita ini sampai meluas kepada publik Indonesia baik melalui media konvensional ataupun media sosial," tutur Rully.
Kedua, masih kata dia, meluasnya kemampuan protokol kesehatan dalam mengurangi tingkat pencemaran virus corona. Social distancing, cuci tangan, masker adalah tiga cara paling populer dalam protokol kesehatan itu. Terbentuk pesan kuat, walau vaksin belum ditemukan, manusia punya alat lain untuk melawan, untuk melindungi diri.
"Ditemukannya protokol kesehatan yang efektif ini juga mengurangi tingkat kecemasan. Tidaklah benar kita sama sekali tak berdaya menghadapi virus walau vaksin belum ditemukan," jelas Rully.
Yang ketiga, menurut dia, tabungan masyarakat semakin menipis, karena diberlakukannya lockdown, pembatasan sosial, ditutupnya aneka dunia usaha, semakin berkurang kemampuan ekonomi rumah tangga. Di saat kecemasan atas terpapar virus corona menurun, kecemasan atas kesulitan ekonomi meninggi.
"Adapun, ini dirasakan di lapisan menengah bawah, apalagi sektor informal, bayangan akan kesulitan ekonomi, bahkan kelaparan terasa lebih mengancam dan kongkret," tutur Rully.
Keempat, masih kata dia, jumlah warga yang secara konkret terkena kesulitan ekonomi jauh melampaui jumlah warga yang terpapar virus corona.
"Dengan kata lain, yang terpapar virus ekonomi 200 kali lebih banyak dibandingkan yang terpapar virus corona. Wajar saja jika kecemasan atas kesulitan ekonomi memang lebih massif, lebih dirasakan banyak orang," ungkap Rully.
Kelima, lanjut dia, hingga Juni 2020, semakin hari grafik yang terpapar, apalagi yang wafat karena virus corona semakin landai dan menurun.
"Sebaliknya, grafik kesulitan ekonomi, diukur dari yang di PHK, yang mengambil pesangon Jamsostek bertambah dari bulan ke bulan. Grafik ini ikut juga membuat kecemasan atas terpapar virus corona melemah, sementara kecemasan atas virus ekonomi meninggi," tukasnya.
Adapun riset ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil data sekunder dari lembaga-lembaga Galup Pol, yang berpusat di Amerika Serikat. Kemudian, VoxPopuli Center. Dan mengambil responden sebanyak 240 yang semuanya mahasiswa.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dia menilai, saat ini, inflasi pangan masih terlampau tinggi yang berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaThomas mengakui, fenomena penurunan kelas menengah ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca SelengkapnyaTjandra Yoga Aditama mengatakan, tren peningkatan laju kasus Covid-19 di Indonesia dan sejumlah negara lain masih perlu diwaspadai.
Baca SelengkapnyaJumlah kelas menengah ini turun menjadi kelompok menuju ke kelas menengah
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaPemerintah perlu memberikan bantuan bagi kelas menengah untuk mendorong daya beli kelompok masyarakat itu kembali bangkit.
Baca SelengkapnyaJumlah penduduk kelas menengah tersebut menyumbang 21,45 persen dari proporsi penduduk.
Baca SelengkapnyaMenurut pemerintah, deflasi saat ini dipengaruhi oleh penurunan permintaan pasar global akibat konflik internasional.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Budihardjo Iduansjah menyebut bahwa ada perubahan pola konsumsi masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) meminta publik memeriksa betul apa penyebab dari deflasi tersebut.
Baca SelengkapnyaLaju inflasi masih terjaga, hanya saja tren deflasi akan mengganggu daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaSituasi ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat.
Baca Selengkapnya