MA: Sulit merancang undang-undang soal santet
Merdeka.com - DPR berencana memasukkan sejumlah pasal baru, dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal baru tersebut terkait dengan adanya ketentuan baru pengadilan, terkait kasus kekerasan gaib seperti santet.
Terhadap hal itu, Mahkamah Agung (MA) belum dapat memberikan banyak komentar. Ini lantaran kasus santet memang belum dikenal sebagai perkara pidana.
"Sebelumnya belum pernah ada pasal seperti itu. Artinya baru, bukan revisi. Pasal itu (gaib) belum dikenal dalam tata perundang-undangan kita secara hukum pidana," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (11/3).
-
Bagaimana Rektor UMJ usulkan putusan MK diterapkan di 2024? Untuk melaksanakan aturan tersebut, dia menambahkan, Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar putusan MK bisa segera dijalankan.
-
Kenapa Menkumham meminta jajarannya melakukan evaluasi? Dari refleksi ini, kita dapat mengevaluasi strategi kita, mengidentifikasi peluang baru, serta menetapkan tujuan yang lebih ambisius dan lebih baik untuk tahun mendatang,' sambungnya.
-
Bagaimana proses revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Ada sembilan fraksi partai politik DPR yang menyetujui Revisi UU Kementerian Negara diproses ke tahan selanjutnya.
-
Apa saja isi poin penting dalam RUU Kementerian Negara? Salah satu poin penting dalam RUU itu adalah perubahan Pasal 15. Dengan perubahan pasal itu, presiden nantinya bisa menentukan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan negara, tidak dibatasi hanya 34 kementerian seperti ketentuan dalam undang-undang yang belum diubah.
-
Kapan para menteri hadir di MK? Keempatnya dijadwalkan hadir di MK pada Jumat, 5 April 2024.
-
Kapan sidang MK dijadwalkan? Sejumlah skema pengamanan telah disiapkan aparat kepolisian menjelang pembacaan putusan Perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (22/4) hari ini.
Ridwan mengatakan, pasal-pasal tersebut masih dalam tahap pemrosesan. Dia mengakui, proses perancangan tersebut akan membutuhkan waktu, disebabkan pasal-pasal gaib semacam itu memang sulit dirancang.
"Saya kira masih diproses untuk pasal-pasal (gaib) itu. Tentunya akan ada partisipasi masyarakat, melalui beberapa pertemuan. Sebab, ya, tidak mudah," kata dia.
Lebih lanjut, Ridwan menambahkan, para pembuat RUU perlu mendengarkan keterangan pakar-pakar hukum, sebelum memasukkan pasal-pasal gaib dalam KUHP yang baru. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesulitan, jika nantinya pasal-pasal gaib tersebut diterapkan dalam pengadilan.
"Itulah, nanti kita lihat bagaimana para pakar kita, pembentuk UU juga para ahli. Tentu akan memberi masukan, dan diberikan ruang untuk mengkiritisasi dan partisipasi dalam rancangan UU tersebut terhadap pasal-pasal yang nantinya akan disetujui sebagai UU," terang Ridwan.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemakzulan Presiden bukan merupakan proses yang cepat.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung mengaku sering mengalami kendala dalam penanganan kasus tindak pidana pemilu.
Baca SelengkapnyaMenurut Mahfud, UU tersebut bisa saja memecah belah para Hakim MK saat ini.
Baca SelengkapnyaMK telah memberikan koreksi terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Baca SelengkapnyaRUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.
Baca SelengkapnyaRapat tersebut menghasilkan keputusan setuju atas RUU Pilkada sehingga layak untuk dibawa ke rapat paripurna yang dijadwalkan pada Kamis ini.
Baca SelengkapnyaPP Kesehatan dinilai menimbulkan pro dan kontra, salah satunya terkait penggabungan banyak klaster di dalam satu PP.
Baca SelengkapnyaKemenkumham belum mendapatkan arahan dari Presiden usai DPR RI membatalkan pengesahan RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaPenanganan pelanggaran atau kecurangan secara TSM itu ranahnya ada di Bawaslu, bukan MK.
Baca SelengkapnyaMenurut Dasco, apabila itu benar terjadi diperlukan perombakan yang cukup besar pada undang-undang.
Baca SelengkapnyaPenggugat Isu Legislasi Bivitri Susanti merinci adanya 'simsalabim' munculnya berbagai undang-undang seperti Minerba hingga IKN.
Baca SelengkapnyaPembahasan dan rapat pengambilan keputusan tingkat I dilakukan secara 'senyap' pada masa reses DPR
Baca Selengkapnya