Mahasiswa Papua di Bali Desak Kasus Rasial di Surabaya dan Malang Diusut Tuntas
Merdeka.com - Puluhan warga asal Papua mengatasnamakan Mahasiswa, Pelajar, dan Masyarakat Papua (IMMAPA Bali) menggelar aksi damai di Bundaran Renon, Denpasar, Bali, Kamis (22/8).
Dalam aksi damai tersebut, mereka membawa spanduk di antaranya bertuliskan," Stop Rasisme Tegakan Keadilan, dan juga ada tulisan. Kami Bukan Monyet, Kami Manusia, Stop Rasis."
Jeeno Dogomo, selaku Juru Bicara Aksi menjelaskan, demonstrasi yang dilakukan hari ini adalah bentuk menentang tindakan diskriminatif dalam ruang publik demokrasi.
-
Siapa saja yang terlibat dalam aksi damai? Aksi damai ini berfokus di depan gedung Dubes AS yang dihadiri oleh sejumlah tokoh pergerakan Islam lainnya seperti Persatuan Umat Islam, Al Irsyad, Ikadi, Hidayatullah dan sebagainya.
-
Apa yang dimaksud dengan spanduk lucu? Spanduk ini bisa memuat pesan apa saja. Mulai dari identitas rombongan, hingga kata-kata kutipan yang menghibur.
-
Apa yang dilakukan para perusuh di Ambon? Saat kerusuhan, para perusuh menjarah gudang senjata milik aparat di Tantui. Sebanyak 900 senapan, pistol dan granat hilang. Tak heran konflik di Ambon sangat berdarah. Senjata dari luar daerah dan luar negeri terus mengalir ke Ambon.
-
Siapa yang terlibat dalam perseteruan ini? Keputusan ini muncul sebagai bagian dari perseteruan panjangnya dengan mantan suaminya, Atalarik Syach.
-
Siapa yang memprotes kejadian tersebut? Diketahui, terekam video yang beredar di media sosial salah satu pendukung mengacungkan tiga jari saat debat capres berlangsung. Hal tersebut pun menuai protes dari pihak 02 yakni Grace Natalie.
-
Bagaimana diskriminasi bisa dicegah? Hanya toleransi yang berperan sebagai alat untuk mempersatukan setiap perbedaan yang ada.
"Awalnya terjadi di kawan-kawan Papua (di) Malang (Jawa Timur) melakukan aksi damai yang surat pemberitahuanya sudah dimasukkan tapi dibungkam oleh aparat kepolisian dan juga ormas-ormas reaksioner," kata Jeeno saat ditemui di lokasi aksi, Kamis (22/8).
"Setelah itu berlanjut lagi di Surabaya (Jawa Timur) pengepungan asrama Papua. Polisi masuk menembakan gas air mata dan membawa senjata laras panjang. Kami mahasiswa, kami bukan teroris. Itu tindakan diskriminasi," sambung Jeeno.
Kemudian, Jeeno juga menentang tidakan rasial yang mengatakan mahasiswa Papua seperti binatang.
"Ditambah lagi ucapan rasial seperti menyebutkan Mahasiswa Papua itu monyet ada juga yang mengatakan pulangkan mahasiswa Papua dari Surabaya. Itu tindakan diskriminatif dan rasial yang sangat jauh dari nilai kemanusiaan itu," ungkapnya.
"Akibat dari itu juga rakyat Papua di atas tanah Papua melakukan aksi demonstrasi massa yang besar-besaran di Manokwari, Sorong, Jayapura dan sampai hari ini aksi itu berlangsung," tambah Jeeno.
Jeeno juga menjelaskan, bahwa aksi besar-besaran di Manokwari dan lainnya. Bukan hanya soal rasialisme dan tindakan refresif yang terjadi di Malang dan Surabaya. Namun, karena persoalan sejarah yang harus diluruskan oleh bangsa Indonesia.
"Luapan emosi masyarakat Papua yang sampai hari ini melakukan aksi adalah karena persoalan sejarah yang belum diluruskan oleh bangsa Indonesia. Itu yang harus tahu. Sejarah Papua dianeksasi dimasukan paksa ke bingkai NKRI tetapi hal itu ditutupi dengan pembangunan ekonomi," ujarnya.
"Rakyat Papua tidak butuh pembangunan ekonomi, pembangunan jalan, rakyat Papua tidak membutuhkan. Jalan dibangun hanya untuk eksploitasi sumber daya alam dari perusahaan-perusahaan asing di Papua. Rakyat tidak butuh jalan," jelasnya.
Jino juga meminta para pelaku yang melakukan rasialisme di Surabaya dan Malang diusut tuntas. "Kalau soal rasisme kami mahasiswa Papua sudah biasa," ujarnya.
Jeeno juga menyampaikan tiga tuntutan dalam aksi tersebut. Pertama, hentikan diskriminasi rasial dan refresifitas oleh militer dan ormas reaksioner terhadap mahasiswa dan rakyat bangsa Papua secara umum.
Kemudian kedua, usut tuntas dan adili pelaku yang mengeluarkan perkataan rasis dan tindakan refresifitas militer yang berlebihan di Surabaya dan Malang, Jawa Timur.
"Ketiga ini menjadi poin penting dari seluruh tuntutan kami. Berikan kebebasan bagi bangsa West Papua untuk menentukan nasibnya sendiri atau referendum sebagai alternatif untuk terbebas dari rasisme dan pelanggaran HAM seluruh penindasan di atas Tanah Papua," tegas Jeeno.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Aksi bertajuk 'Mimbar Bebas Selamatkan Demokrasi' ini digelar untuk menentang praktik politik dinasti di tanah air.
Baca SelengkapnyaAksi persekusi dan penganiayaan terhadap mahasiswa Papua yang berunjuk rasa di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) viral di media sosial.
Baca SelengkapnyaAksi ini digelar sebagai bentuk demokrasi untuk melawan Politik Dinasti serta menolak Pelanggaran HAM.
Baca SelengkapnyaKoalisi Mahasiswa Nasional Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di Kawasan Patung Kuda.
Baca SelengkapnyaDalam aksinya mereka menuntut stop praktik-praktik KKN dan Pemilu Curang pada Pemilu 2024 mendatang.
Baca SelengkapnyaAliansi Mahasiswa Provinsi Banten (AMPB) menggelar mimbar rakyat di kampus Universitas Yuppentek Indonesia, Tangerang, Banten, Kamis (21/12/2023).
Baca SelengkapnyaMahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Jaga Demokrasi menolak Politik Dinasti dan Pelanggaran HAM di halaman Kampus Institut Senin Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Baca SelengkapnyaDalam orasinya, mereka juga menolak pelanggaran HAM yang hingga saat ini masih banyak kasus yang belum terselesaikan.
Baca SelengkapnyaPolisi menyita tiga bendera Bintang Kejora yang memantik terjadinya pengepungan Asrama Mahasiswa Papua Cendrawasih IV Kota Makassar.
Baca SelengkapnyaAksi menentang praktik politik dinasti dan menolak pelanggaran HAM ini juga diikuti dosen, budayawan, seniman dan tokoh masyarakat.
Baca SelengkapnyaDalam aksinya mereka menuntut untuk menyikapi konflik lahan di Rempang.
Baca SelengkapnyaKapolda NTT menyayangkan perbuatan oknum ormas tersebut terhadap mahasiswa.
Baca Selengkapnya