Mahasiswa STT Ekumene Polisikan Balik Dosen ke Polda Metro
Merdeka.com - Seorang mahasiswa pascasarjana Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara melaporkan balik seorang dosen ke Polda Metro Jaya. Awalnya, ia disomasi dan dituduh memalsukan surat keterangan kelulusannya.
Mahasiswa tersebut adalah Adhitya RH Simanjuntak. Ia datang ke Polda Metro Jaya ditemani kuasa hukumnya Farida Felix, Senin sore (7/3).
Laporan diterima penyidik Direktorat Reserse Umum Polda Metro Jaya dengan Nomor: LP/B/1156/III/2022/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 7 Maret 2022.
-
Siapa yang diadukan ke DKPP? Dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 19-PKE-DKPP/I/2024, Nus Wakerkwa mengadukan Ketua KPU Hasyim Asy’ari berserta anggota KPU Mochammad Afifuddin dan Parsadaan Harahap.
-
Siapa yang dilaporkan ke polisi? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Siapa yang dilaporkan karena diduga menghina Presiden? Butet dilaporkan karena diduga hina Presiden Joko Widodo.
-
Siapa yang diduga melanggar prosedur? Polres Metro Jakarta Barat telah menugaskan Propam untuk menyelidiki oknum anggota Unit Narkoba Polsek Tambora yang menangkap penyanyi dangdut Saipul Jamil.
-
Apa pasal yang dikenakan pada pelaku? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
-
Siapa yang melaporkan dugaan korupsi? Aktivis koalisi masyarakat sipil dari Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan adanya korupsi pada institusi Polri.
Dosen, Dr Yohanes Parapat, SE dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik dan atau fitnah dengan pelanggaran pasal 335 dan 310 KUHP.
Farida Felix selaku kuasa hukum Adhitya RH Simanjuntak menegaskan sang dosen Yohanes Parapat telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap kliennya. “Klien saya telah di wisuda secara resmi dan telah melewati seluruh syarat untuk wisuda oleh STT Ekumene,” kata Farida Felix.
Wisuda sendiri digelar secara resmi pada 17 November 2021 oleh Ketua STT Ekumene Dr Eratus Sabdono. “Seharusnya jika ada masalah kelulusan, Yohanes melaporkan pihak kampus STT Ekumene, bukan mahasiswa,” tegas Farida Felix.
Farida menilai Yohanes selaku dosen telah melampui kewenangannya. Pihak yang berwenang terkait kelulusan adalah institusi STT Ekumene dan Dirjen Dikti.
“Tuduhan terhadap klien saya jelas salah alamat. Saya justru heran, kenapa seorang dosen bisa berbuat seperti itu. Kita tidak tahu apa motifnya,” kata Farida.
Menurut Farida Felix, berdasarkan keterangan Kepala Prodi STT Ekumene Andri Pasaribu yang mengacu Permendikbud No 3 tahun 2020, seorang mahasiswa pascasarjana dinyatakan lulus apabila telah mencapai minimal 36 SKS (Satuan Kredit Semester), IPK 3.0, dan telah menyelesaikan tesis.
“Semua itu sudah dilakukan klien saya, bahkan klien saya sudah mencapai 50 SKS, jauh diatas syarat minimal. IPK Ibu Adhitya klien saya itu 3,63 lebih tinggi dari syarat minimal IPK,” ujar Farida.
Farida mengungkapkan mata kuliah Kepemimpinan Kristen yang dipermasalahkan Yohanes Parapat juga bukan mata kuliah wajib. Jumlahnya SKS-nya hanya 2 SKS.
“Kalaupun mata kuliah Kepemimpinan Kristen tidak dimasukkan juga tidak masalah karena bukan mata kuliah wajib,” jelas Farida.
Hal lain yang membuat kliennya akhirnya melaporkan balik sang dosen adalah pencemaran nama baik.
Farida justru mempertanyakan kapabilitas keilmuan sang dosen. Seorang dosen apalagi di Sekolah Tinggi Teologi seharusnya mencontohkan hal-hal baik, bukan justru menyebarkan berita tidak benar.
"Apakah layak seorang dosen melakukan hal-hal seperti itu dan menjelek-jelekan mahasiswanya sendiri. Kita justru bertanya kapabilitas keilmuannya,” tandas Farida.
Sebelumnya, Seorang dosen kampus Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Yohanes Parapat membuat laporan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pemalsuan surat.
Pelaporan tersebut merupakan buntut adanya lima mahasiswa yang ikut wisuda virtual, sementara belum mendapat nilai mata kuliah.
Reporter: Ady AnugrahadiSumber : Liputan6.com
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tiga mahasiswa PPDS dikeluarkan akibat pelanggaran berat sejak 2021. Dua di antaranya bahkan dipidanakan.
Baca SelengkapnyaKendati sudah dinonaktifkan sebagai rektor, namun mahasiswa menolak ETH untuk tetap mengajar.
Baca SelengkapnyaKorban pelecehan seksual yang diduga dilakukan rektor Universitas Pancasila ternyata bukan cuma satu.
Baca SelengkapnyaBegini duduk perkara kejadian versi korban. pelaku memanggil korban ke ruangannya
Baca SelengkapnyaSelain itu, UMS juga memberikan sanksi yang sama pada kasus dosen lainnya yang diduga mengajak melakukan tindak asusila mahasiswanya.
Baca SelengkapnyaPihak kampus saat ini tengah melakukan investigasi terkait kebenaran kasus pelecehan seksual itu.
Baca SelengkapnyaRektor Universitas Pancasila (UP) inisial ETH dicopot dari jabatannya menyusul dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepadanya.
Baca SelengkapnyaMahasiswa mengaku tak puas dengan putusan tersebut, yang hanya menonaktifkan ETH. Mereka menginginkan ETH dipecat tak hormat.
Baca SelengkapnyaETH tak bicara banyak. Dia buru-buru masuk ke ruang pemeriksaan didampingi kuasa hukumnya.
Baca SelengkapnyaIntimidasi pihak kampus itu diungkapkan kuasa hukum korban berinisial RZ, Amanda Manthovani.
Baca SelengkapnyaTotal ada dua laporan dugaan pelecehan seksual dilakukan Rektor Universitas Pancasila ditangani Polda Metro Jaya.
Baca SelengkapnyaIa dipercaya jadi dosen UI tak lama setelah lulus program sarjana
Baca Selengkapnya