Makan di Kantin Gas Methan di Semarang bisa dibayar pakai sampah
Merdeka.com - Sebuah warung menjual makanan di Semarang ini punya terobosan unik. Pemiliknya, Suyatmi (42) dan Sarimin (54), membolehkan pelanggannya membayar makanan dengan sampah plastik.
Warga Kota Semarang, Jawa Tengah itu membuka warung di Kawasan Tempat Pembuangan Ankhir (TPA) Jatibarang. Dibantu oleh pihak pengelola TPA Jatibarang, Suyatmi dan suaminya memanfaatkan warungnya bagi para pengepul atau pemulung memburu plastik di area Kota Semarang. Padahal, saat ini pemerintah getol mengurangi sampah plastik.
Cara berjualan dilakukan oleh pasutri itu tergolong unik. Setiap pembeli makanan atau minuman di kantinnya diwajibkan membawa sampah plastik.
-
Siapa pengusaha sukses asal Sumut itu? Marihad Simon Simbolon adalah sosok penting di balik suksesnya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang logistik, perminyakan, dan industri kelapa sawit.
-
Siapa yang mendapatkan hasil penjualan barang? Hasil penjualan barang-barang karya warga binaan selanjutnya diserahkan kepada anak istri saat mereka membesuk.
-
Kenapa pedagang Solo merasakan keuntungan? Selain itu, kemenangan Timnas atas Turkmenistan ini juga menjadi berkah bagi para pedagang yang berjualan di Stadion Manahan Solo dan sekitarnya.
-
Bagaimana wirausahawan mencapai hasil? Wirausahawan yang berhasil tidak hanya terpaku pada proses, tetapi juga sangat memperhatikan hasil akhir dari setiap usaha yang dilakukan.
-
Kenapa Rahmat sukses menjual seladanya? Rahmat juga menjual sayur seladanya tidak ke tengkulak atau produsen, melainkan langsung ke konsumen. Dari sana, produknya bisa stabil dengan harga jual di pasaran tanpa terpengaruh inflasi Kemudian Rahmat juga melayani pembelian dadakan, walau harga beberapa ikat sayur slada.
-
Bagaimana Susi dan Pasi mengembangkan UMKM Bojonegoro? Susi yang saat itu mengaku kuper (kurang pergaulan) tidak paham pentingnya legalitas usaha seperti Sertifikat P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga), NIB (Nomor Izin Berusaha), dan label Halal untuk mengembangkan bisnis rempeyeknya.
"Setiap kilonya plastik tersebut ditimbang, dan dihargai di sini perkilonya Rp 400. Jika mereka sekali makan minimal harus membawa 20 kilogram sampah plastik, karena sekali makan mereka menghabiskan uang antara Rp 6000 sampai Rp 8000," kata Suyatmi saat ditemui di warungnya, Senin (14/3).
Suyatmi mengatakan, sampah plastik bisa ditukarkan di warung miliknya hanya jenis sampah plastik bisa didaur ulang. Beberapa sampah plastik itu adalah gelas plastik dan botol bekas air mineral, tas plastik bekas, dan sejenisnya.
"Jika ada selisih antara hasil timbangan plastik yang mereka bawa ke sini dan harga pembelian makanan, maka sisa atau selisih nilai uangnya secara otomatis dianggap sebagai tabungan mereka (pembeli) di sini," ujar Suyatmi.
Suami Suyatmi, Sarimin, menyatakan inisiatif mendirikan warung bernama 'Kantin Gas Metana' sejak dua bulan lalu, atau tepat pada 1 Januari 2016. Mereka juga tinggal di warung itu.
"Awalnya, saya jualan makanan di sini sudah selama satu tahun. Makanannya khusus bagi para teman-teman pemulung dan pekerja di Kawasan TPA Jatibarang. Namun, karena para pemulung yang tidak pasti memiliki uang kerap berutang di warung. Dari situ saya mikir, mereka sering utang makan karena sampah yang dikumpulkan belum menghasilkan uang. Akhirnya saya minta mereka bayar pakai plastik saja," kata Sarimin yang asli Rembang, Jawa Tengah.
Sistem pembayaran dengan menggunakan sampah plastik ini, menurut Sarimin, ternyata membawa keuntungan tersendiri.
"Setiap satu kilogram plastik yang dibeli seharga Rp 400 biasanya saya jual kepada pengepul sampah seharga Rp 500. Sehari kami bisa dapat 2 kwintal plastik yang dikumpulkan 20 pemulung. Biasanya kalau sudah saya dapat satu sampai dua ton lalu diangkut. Saya untung dari plastik dan dagangan nasi," ujar bapak dua anak ini.
Ada keuntungan lain didapat Sarimin dan Suyatmi. Mereka juga memanfaatkan gas metana (CH4) atau biogas diproduksi dari sampah-sampah di TPA Jatibarang secara gratis.
"Bahan bakar gas dari sampah kami jadikan sebagai pengganti gas elpiji. Bisa kami gunakan secara gratis untuk memasak bahan makanan yang kami jual di warung. Seperti memasak nasi, lauk pauk, gorengan hingga merebus air," ucap Sarimin.
Selama dua bulan berdagang makanan, keduanya mengaku tidak pernah merugi. Bahkan dalam sebulan, pasutri ini bisa mengantongi keuntungan rata-rata antara Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta rupiah.
"Lumayan lah. Bisa untuk biaya sekolah untuk kedua anak-anak kami," tutup Sarimin. (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam sehari, mereka bisa mengolah sekitar 15 ton sampah.
Baca SelengkapnyaBergabung sebagai nasabah PNM Mekaar sejak tahun 2019, Ia melihat potensi usaha kerajinan dengan omset yang menjanjikan.
Baca SelengkapnyaSasaran mereka mengumpulkan barang bekas seperti botol plastik, kertas dan kabel lalu dijual kembali ke pengepul.
Baca SelengkapnyaHarga biogas kaleng hasil inovasi Sugiyono lebih murah dibandingkan dengan gas pada umumnya.
Baca SelengkapnyaTerpilihnya Banyumas menjadi tuan rumah acara tersebut karena reputasinya sebagai salah satu daerah yang memiliki inovasi dalam pengelolaan sampah.
Baca SelengkapnyaSampah yang menumpuk di sungai masih menjadi salah satu isu lingkungan yang mendapatkan perhatian serius.
Baca SelengkapnyaWarung yang mengikuti kemana pemulung bekerja. Warung ini bisa menghasilkan cuan hingga Ro900 ribu sehari.
Baca SelengkapnyaKonsep ekonomi sirkular ini bisa menjadi salah satu cara untuk mewujudkan lingkungan yang baik dan kemakmuran ekonomi.
Baca SelengkapnyaPenanganan terhadap sampah perlu serius dilakukan agar tidak berdampak buruk pada lingkungan.
Baca SelengkapnyaKeberadaan TPS ini menjadi sumber rezeki bagi warga setempat.
Baca SelengkapnyaSampah galon air mineral kini menambah rentetan masalah limbah plastik. Jika tak dikelola dengan benar atau didaur ulang, galon air mineral akan menjadi limbah sampah plastik yang mencemari bumi.
Baca SelengkapnyaNikho juga sangat mengapresiasi antusiasme warga dan partisipasi UMKM yang begitu besar dalam acara ini.
Baca Selengkapnya