MAKI Dapat Laporan Tak Hanya Walkot Cimahi Diperas Rp1 M Agar Kasus Tak Dibongkar
Merdeka.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengaku tidak kaget apabila ada pihak-pihak yang mengatasnamakan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemui sejumlah kepala daerah dengan modus agar kasusnya tidak dibongkar.
Kasus teranyar itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pembangunan RSU Kasih Bunda dengan terdakwan Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (19/4). Ajay sempat didatangi orang yang mengaku dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan meminta uang ratusan juta.
"Ini bukan di Cimahi saja, di beberapa daerah ada laporan masuk banyak orang mengaku KPK di Gorontalo, Jawa Barat, di Banten. Sehingga sebenarnya saya tidak kaget ini ada istilahnya ada orang KPK yang mendatangi kepala daerah dan menjamin tidak melakukan OTT," kata Boyamin saat dihubungi merdeka.com, Selasa (20/4).
-
Apa yang diminta Boyamin kepada MK terkait capim KPK? Salah satunya adalah Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait keabsahan panitia seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk oleh Presiden Ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Siapa tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
-
Mengapa KPK memeriksa Bupati Sidoarjo? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
Kasus dugaan pemerasaan dialami Ajay Priatna merupakan praktek lama. Menurut Boyamin, modus para pelaku nantinya akan meminta sejumlah uang yang cukup besar untuk iming-iming penutupan sebuah perkara.
"Bahkan ketika zaman Simulator SIM itu, ada orang yang bahkan sampai meminta Rp 9 miliar dengan alasan menutup perkara jadi ada dua tahap, kalau dulu-dulu itu istilahnya ada yang ngaku bisa hubungkan KPK sehingga di tutup perkaranya," ujarnya
"Kalau sekarang mengaku orang KPK, dan menutup peraka dengan segala artibutnya, seperti di Gorontalo, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah bahkan Jawa Timur saya pernah dengar saya pernah melihat itu," tambahnya.
Boyamin melihat modus para oknum tersebut berangkat dari sejumlah kontroversi yang terjadi di lembaga antirasuah.
"Kalau serakang? Karena tadi kenapa orang berani mengaku KPK karena kontroversi yang ada di KPK, kontrovensi sehingga jadi banyak masalah terkait dengan bocornya penggeledahan di Kalimantan, tidak segera digeledahnya kasus Bansos," kata dia.
Oleh karena itu, Boyamin menilai kalau KPK yang sekarang ini dirasa tidak ada keseriusan dan dinilai main-main dalam dalam penanganan kasus. Sehingga banyak oknum yang berani mencatut nama tersebut.
"Karena kenyataannya ada beberapa pimpinan yang kemudian bertemu dengan sejumlah orang yang padahal pada periode sebelumnnya itu tabu, tapi sekarang jadi hal biasa. Sehingga bisa jadi ada oknum yang disebut dan membuka warung sendiri. Menertibakan orang-orang yang nakal kalau ada," ujarnya.
"Saya belum bisa menuduh, tapi obsesi itu kan selalu ada. Kalau bisa dilanjutkan penyadapan pimpinan dan pegawai KPK paling tidak dengan GPS handphonenya dipantau dan tidak boleh ada handphone tersembunyi untuk mengelabui dewan pengawas," sambungnya.
Sebelumnya, dalam sidang kedua tersebut dihadirkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cimahi, Dikdik Suratno Nugrahawan sebagai saksi. Dia mengatakan bahwa Ajay sempat didatangi orang yang mengaku dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan meminta uang ratusan juta.
"Pak Wali Kota diminta sejumlah uang oleh orang KPK, beliau mengatakan Rp 1 iliar. Saya bilang, aduh mahal banget, kita uang dari mana," ujar Dikdik, saat menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Bandung, Senin (19/4).
Dalam persidangan, Jaksa KPK sempat membacakan dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Dikdik, disebutkan bahwa uang itu dibutuhkan untuk meredam orang KPK agar tidak melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
"Akhirnya Pak Ajay meminta bantuan kepada saya, supaya disampaikan kepada kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk iuran sukarela," katanya.
Uang iuran dari sejumlah SKPD itu, kata dia, dikumpulkan di Asisten Ekonomi Pembangunan Kantor Wali Kota Cimahi, Ahmad Nuryana, kemudian diserahkan kepada salah seorang karyawan yang bekerja di perusahaan milik Ajay, bernama Yanti.
"Dikumpulkan kepada Ahmad Nuryana. Menurut pak Ahmad Nuryana uang itu disampaikan kepada Ibu Yanti," ucapnya.
Dalam persidangan, Ajay pun sempat mengatakan bahwa orang KPK yang mendatanginya dan meminta sejumlah uang bernama Roni.
"Datang ke tempat saya mengaku orang KPK dengan segala identitasnya," ujar Ajay.Menurut pengakuan Ajay, sempat terjadi negosiasi. Orang itu, kata Ajay, meminta Rp500 juta.
Seusai sidang, Jaksa KPK Budi Nugraha mengaku bakal menggali kebenaran pernyataan tersebut dalam sidang pemeriksaan terdakwa untuk membuktikan pengakuan Ajay, apakah benar atau hanya akal-akalan.
Jika benar, kata Budi, kenapa Ajay tidak melaporkan hal itu kepada pihak kepolisian atau KPK dan malah meminta Sekda Kota Cimahi untuk mengumpulkan sejumlah uang.
"Makanya di persidangan kita kejar. Apakah permintaan uang itu akal-akalan terdakwa saja? Toh, yang bersangkutan tertangkap juga kan," katanya
Budi pun menyatakan bahwa tidak ada pihak KPK bernama Roni yang menangani kasus suap tersebut.
"Tidak ada (yang namanya Roni)," ucapnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Boyamin memandang proses penegakan hukum di KPK dan Polda Metro Jaya harus berjalan secara beriringan.
Baca SelengkapnyaNamun dia mengingatkan jangan sampai adalagi penegakan kasus korupsi berbau kriminalisasi.
Baca SelengkapnyaBahkan keputusan Ali yang dipulangkannya ke Kejagung itu pun bukan kehendaknya.
Baca SelengkapnyaFirli Bahuri mangkir pemeriksaan kedua karena menghadiri acara di Aceh.
Baca SelengkapnyaJelang pemilu tidak perlu ada pemanggilan untuk proses hukum.
Baca SelengkapnyaBoyamin mengaku dipanggil Dewas KPK terkait dugaan Firli memeras mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Baca SelengkapnyaHevearita menegaskan jalannya pemerintahan dan pelayanan publik di Pemkot Semarang tetap berjalan dengan baik meski sedang diterpa isu dugaan korupsi.
Baca SelengkapnyaCak Imin besok Kamis berencana akan memenuhi panggilan KPK
Baca SelengkapnyaBeredar catatan yang menjelaskan soal kronologi pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri.
Baca SelengkapnyaWapres Ma'ruf Amin ikut mengomentari soal pemanggilan Cak Imin oleh KPK
Baca SelengkapnyaIa menyebut pada pengusutan kasus Harun berjalan semasa kepemimpinan mantan Ketua KPK.
Baca SelengkapnyaPenggeledahan itu setelah tim penyidik menemukan adanya kasus korupsi pengadaan hingga pemerasan di lingkungan Pemkot Semarang.
Baca Selengkapnya