Maraknya pernikahan dini berdampak pada gizi buruk anak di Desa Grugu Cilacap
Merdeka.com - Maraknya pernikahan dini jadi persoalan berantai di Desa Grugu, Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap. Pernikahan pasangan muda-mudi di bawah usia 20 tahun yang belum siap merawat anak berdampak pola asuh serta kesehatan anak.
Usia yang terlalu belia, belum jelasnya pendapatan ekonomi dan kompleksnya kehidupan rumah tangga jadi muasal terbengkalainya kehidupan anak.
Di desa Grugu, yang berpenduduk 4.000 jiwa serta merupakan daerah-daerah rawa, 6 balita ditengarai mengalami gizi buruk dan sejumlah lainnya gizi kurang. Persoalan ekonomi orangtua dan rendahnya pengetahuan orangtua dalam mengasuh anak ditengarai jadi penyebab.
-
Kenapa pernikahan di usia muda jadi masalah? Banyak yang beranggapan bahwa risiko hanya menimpa perempuan karena mereka yang seringkali menjadi korban dari pernikahan anak. Namun, laki-laki yang menikah di usia belia juga menghadapi konsekuensi serius yang sering kali diabaikan.
-
Kenapa Kabupaten Trenggalek cegah pernikahan anak? Tujuannya adalah memberikan perlindungan kepada anak.
-
Gimana pengaruh pernikahan usia belia buat perempuan? Perempuan yang menikah di usia muda menghadapi berbagai risiko, terutama dalam hal kesehatan fisik dan mental. Banyak studi yang menunjukkan bahwa anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih rentan mengalami komplikasi saat kehamilan dan persalinan.
-
Siapa yang berisiko mengalami perceraian karena pernikahan dini? Pasangan yang melakukan pernikahan dini juga sangat berisiko mengalami perceraian karena di usia remaja secara mental mereka juga belum siap,“ kata Jauhar dikutip dari ANTARA.
-
Dimana Kabupaten Trenggalek jadi rujukan cegah pernikahan anak? Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Timur, memilih Trenggalek sebagai rumah rujukan belajar praktik baik yang di selenggarakan pada tanggal 1 Agustus 2023 di Kabupaten Trenggalek.
-
Dimana pernikahan anak masih sering terjadi? Namun, meski aturan telah ditegakkan, di beberapa wilayah, pernikahan anak masih sering kali terjadi, baik secara sah maupun melalui pernikahan adat.
Kepala Desa Grugu, Nasem bercerita pernikahan dini banyak dilakukan oleh remaja-remaja asal desanya sejak dua tahun terakhir. Sebab tak memiliki pekerjaan, umumnya si ibu lantas menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dan si bapak merantau ke Jakarta menjadi kuli bangunan. Anak mereka yang baru lahir lantas ditinggalkan tanpa asupan Air Susu Ibu (ASI). Sedang susu formula sebagai pengganti tak mampu terbeli.
"Di sini ada juga yang enam belas tahun sudah menikah. Pasangan ini lalu sama merantau cari pekerjaan di luar negeri atau Jakarta. Anak diasuh kakek-neneknya," ujarnya saat ditemui merdeka.com di kantor desa Grugu, Minggu (21/1).
Diasuh kakek neneknya, para balita tak mendapat pengasuhan secara optimal. Sebabnya pengasuhan terbagi dengan pekerjaan sebagai buruh tani di sawah. Persoalan gizi buruk atau gizi kurang yang dialami balita pun tak terhindarkan.
"Kalau pihak kesehatan sudah seringkali lakukan edukasi soal pengasuhan anak," lanjutnya.
Persoalan gizi buruk dan gizi kurang ini terungkap ketika komunitas Keluarga Mahasiswa Gadjah Mada (Kagama) melakukan program screening bayi pada Sabtu (20/1) di wilayah desa Grugu. Dari hasil pemeriksaan berat badan, tinggi badan dan ukuran kepala balita, terindikasi 6 balita mengalami gizi buruk.
Januari ini, Kagama sendiri tengah menyambut hari gizi serta mengkampanyekan pola asuh dan kemandirian keluarga.
Ketua panitia program Serunya Mengenal dan Berbagai (Serambi) 2018 dari Kagama, Akbar Insan Kamil (19) mengatakan Desa Grugu merupakan wilayah yang tak mudah dijangkau dan jauh dari akses kesehatan. Di desa Grugu ini, awalnya pihaknya hanya ingin sosialisasi pola asuh ideal orangtua pada anak. Sebabnya, informasi yang dia dapat sosialisasi kesehatan di desa Grugu sangat minim.
"Kemarin kurang lebih 60 anak kami screening. 6 di antaranya terindikasi gizi buruk dan dua lain gizi kurang," ujarnya.
Mendalami persoalan ini, analisis dari Kagama faktor pernikahan dini dianggap menjadi sebab. Usia orangtua yang tergolong belia, 16-20 tahun, pengetahuan dalam mengasuh anak tergolong rendah. Orangtua belia ini juga belum punya mental untuk merawat anak.
"Jadi anak asupan gizinya kurang diperhatikan. ini persoalan yang kami temukan," ungkapnya.
Untuk mendorong peningkatan pengetahuan itu, anak dan orangtua dilibatkan dalam satu kegiatan. Edukasi tentang pola asuh dirancang lewat kegiatan menarik mulai nonton film bersama dan ajang kreatifitas mewarnai. Orangtua diminta berkomitmen untuk memperhatikan pola asuh, lewat pengabadian aksi cap tangan anak pada lembar kain yang dibentangkan dan nantinya dipasang di balai desa.
"Lewat kain bercap tangan anak itu, semoga para orangtua terus teringatkan untuk memperhatikan asupan gizi anak," ujarnya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mereka menikah karena hamil duluan, lalu cerai setelah melahirkan
Baca SelengkapnyaIbu yang hamil di usia terlalu muda belum siap secara fisik dan mental sehingga bayi berisiko stunting.
Baca SelengkapnyaPernikahan usia belia bisa menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang perlu dikenali dan dihindari.
Baca SelengkapnyaSebagian besar penyebab pernikahan dini adalah kasus hamil di luar nikah
Baca SelengkapnyaPemkab Banyuwangi menunjukkan keseriusan dalam mencegah dan menanggulangi pernikahan dini yang marak terjadi.
Baca SelengkapnyaSalah satu faktor penyebab stunting adalah menikah di usia muda atau menikah dini
Baca SelengkapnyaMasih marak terjadinya pernikahan dini di Indonesia bisa diatasi dengan peranan yang tepat bagi keluarga.
Baca SelengkapnyaKetika dewasa anak stunting akan mengalami central obes
Baca SelengkapnyaDitegaskan Menkes Budi, penyediaan alat kontrasepsi ini bukan untuk pelajar, namun untuk orang menikah di usia sekolah
Baca Selengkapnya"Jangan menikah dini! siapkan mental dan fisiknya,” kata Ganjar
Baca SelengkapnyaBerdasarkan laporan BPS angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan yang drastis
Baca SelengkapnyaTerdapat berbagai risiko jika melakukan pernikahan dini.
Baca Selengkapnya