Maraknya ujaran kebencian dinilai jadi faktor perpecahan Indonesia
Merdeka.com - Advokat senior Todung Muya Lubis mengatakan fenomena makin maraknya ujaran kebencian (hate speech) tengah terjadi di berbagai belahan dunia. Misalnya pada Pilpres Amerika tahun lalu, dengan banyaknya berita tidak benar yang di Indonesia disebut hoax.
Kehadiran media sosial juga memengaruhi fenomena ujaran kebencian. Ibarat mata pisau media sosial satu sisi memberikan manfaat mempermudah komunikasi. Sebaliknya media sosial juga tempat yang mudah untuk penyebaran fitnah.
"Inilah sisi yang tak bisa dihindarkan dari media sosial. Satu sisi akses komunikasi lebih luas tapi di saat yang sama tempat melakukan banyak hal fitnah dan lain-lain," kata Todung di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).
-
Apa berita hoaks yang menyebar di Amerika Serikat? Situs-situs berita hoaks atau 'berita palsu' lebih banyak daripada surat kabar harian di seluruh Amerika Serikat.
-
Kenapa banyak berita hoaks di AS? Jumlah tersebut berbanding 1.213 surat kabar harian yang beroperasi di seluruh AS, demikian menurut laporan tahun 2023 dari Universitas Northwestern.
-
Dimana berita hoaks tersebar di AS? Pada Juni 1.265 situs berita lokal mengaku situs mereka objektif namun pada kenyataannya melaporkan dengan bias yang mendukung kelompok partisan atau pemerintah asing, kata NewsGuard, seperti dilansir the Washington Times, Rabu (12/6).
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Apa isi hoaks yang beredar? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
Pemerintah pun telah melakukan sensor pada media sosial untuk menekan banyaknya penyebaran ujaran kebencian. Namun nyatanya upaya tersebut tak lantas meredam penyebaran konten tersebut, bahkan sebaliknya justru timbul akun-akun baru yang juga menyebar ujaran kebencian.
Data statistik yang dimiliki Kementerian Kominfo, kata Todung, tak bisa mendeteksi banyaknya ujaran kebencian yang ada di media sosial. Kominfo hanya bisa menghitung jumlah tersebut berdasarkan kasusnya saja.
"Kalau lihat statistik dari kemeninfo enggak ada statistik yang punya jumlah fitnah atau hoax yang ada. Kalau jumlah kasusnya kita bisa tahu," ujarnya.
Menurutnya, tindakan represif yang dilakukan Pemerintah untuk belum tentu bisa mengatasi masalah ujaran kebencian. Sebab ujaran kebencian hanya bisa diatasi oleh setiap individu itu sendiri.
"Tindakan represif belum tentu busa mengatasi itu. Regulasi terhadap dunia maya cuma bisa dilakukan oleh mereka sendiri yaitu self governance," ujarnya.
Akibat berbagai fitnah yang beredar di media sosial itu pun dia melihat saat ini Indonesia menjadi terpecah belah. Banyak Itang yang mengklaim Indonesia beragam namun bersikap sebaliknya.
"Saya melihat bahwa Indonesia yang sama sekali tidak merangkul satu sama lain. Klaim Indonesia yang tidak beragam yang semakin lama mendapatkan satu pilihan. dia lawan atau kawan. Kita seolah-olah dibagi dua, saudara kawan atau musuh," ungkap Todung.
Padahal tidak ada salahnya bila memiliki perbedaan pendapat. Sebuah perdebatan haruslah berawal dari perbedaan pendapat. Namun perbedaan pendapat bukan berarti harus saling bermusuhan.
"Kita enggak mau Indonesia terpecah dan terbelah tapi kalau pola ini terus berjalan kita bakal menghadapi keadaan yang tak terkendalikan," ujarnya.
Untuk itu Todung mendorong para pelaku fitnah dan provokasi harus segera diproses secara hukum. Meskipun upaya yang paling efektif adalah membangun kesadaran kebangsaan yang didasarkan pada kesadaran kebangsaan.
"Paling efektif membangun suatu kesadaran kebangsaan yang didasarkan atas keberagaman dan kemajemukan yang merupakan aspek dan menjadi basis kelahiran kita sebagai bangsa Indonesia," pungkasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaKonten negatif berupa berita bohong dan intoleransi dapat merusak keutuhan bangsa.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaWapres Ma'ruf Amin meminta masyarakat berhati-hati, dan selalu menyaring setiap informasi yang diterima saat Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan mengungkap masih ada masalah kebebasan berekspresi di Indonesia hari ini.
Baca SelengkapnyaHoaks masih menjadi ancaman nyata jelang pemilu. Masyarakat pun masih banyak yang "terjangkit" hoaks.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaMengajak masyarakat khususnya para pemilih pemula untuk tidak mudah percaya dengan informasi hoaks
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyebut masih banyak media online yang tidak memiliki dewan redaksi.
Baca SelengkapnyaSeptiaji mengatakan acara ini mengumpulkan lembaga penyelenggara pemilu, pemerintah, pakar, rekan media, hingga masyarakat sipil guna mencari solusi
Baca Selengkapnya