Masyarakat Diminta Tak Terprovokasi Hoaks Meninggalnya Ustaz Maaher
Merdeka.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan, sejumlah kabar miring yang beredar di media sosial mengenai penyebab kematian Soni Eranata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi, tidak benar.
"Mengenai meninggal-nya yang bersangkutan sudah dijelaskan pihak Kepolisian bahwa yang bersangkutan meninggal karena sakit," kata Brigjen Rusdi dikutip dari Antara, Rabu (10/2).
Pihaknya pun meminta masyarakat agar tidak mudah mempercayai informasi atau berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. "Masyarakat agar tidak mudah mempercayai berita-berita yang tidak bertanggung jawab," pesannya.
Rusdi juga meminta masyarakat yang menerima informasi hoaks agar jangan meneruskan informasi tersebut ke pihak lain. "Dan jangan menyebarkan berita bohong, karena merupakan tindak pidana," katanya.
Masyarakat jangan terprovokasi dan berhenti menyebarkan hoaks terkait kematian ustad Maheer At-Thuwailibi atau Soni Eranata. Polisi bekerja profesional. Ustad Maheer diperlakukan baik dan mendapatkan hak-haknya selama di tahanan.
Hak Sudah Diberikan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai, Polri memberikan perhatian khusus terhadap kesehatan Maheer. Bahkan, polisi sempat membawa Maaher berobat ke Rumah Sakit Polri Kramatjati. Namun, takdir Tuhan berkehendak lain.
"Ini kematian, kita tidak pernah tahu kapan, ini adalah jalan Tuhan. Saya kira Polri sudah berusaha keras untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada Maaher dan juga keluarga agar dilakukan pengobatan kepada yang bersangkutan," kata Edi.
Menurut Edi, penyidik Bareskrim Polri sudah memberikan hak-hak Maaher sebagai tersangka ataupun tahanan, seperti didampingi penasihat hukum dan bisa dibesuk keluarga. Terkait penangguhan penahanan, Edi menilai penyidik memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan apakah menyetujui atau tidak.
"Ada beberapa pertimbangan dalam memberikan penangguhan penahanan kepada tersangka atau tahanan, yakni tidak mempersulit penyidikan, tidak menghilangkan barang bukti, kemudian tidak mengulangi perbuatannya," kata Edi.
Sedangkan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, Kompolnas melihat penyidik menahan ustaz Maaher berdasarkan alasan obyektif dan subyektif yang diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (4) KUHAP.
"Pada saat dilakukan penahanan, saudara Soni dalam kondisi sehat sehingga bisa dilakukan penahanan dan penyidikan perkaranya," ujar Poengky.
Tanggung Jawab Jaksa
Poengky mengatakan, perkara Soni sudah dinaikan ke Kejaksaan dan sudah tahap dua. Artinya, kewenangan menahan ada pada Kejaksaan.
"Ketika penyerahan berkas perkara dan terdakwa dari penyidik Polri ke Kejaksaan, berarti tanggung jawab ada pada jaksa penuntut umum," terang Poengky.
Menurut Poengky, penyidik pasti memerhatikan kondisi terdakwa saat penyerahan ke jaksa. Jika terdakwa sehat, maka proses dilanjutkan dan jaksa penuntut umum berwenang memperpanjang penahanan.
"Kami melihat penyidik sudah melakukan tindakan yang sesuai hukum dengan membantarkan ke rumah sakit ketika saudara Soni sakit. Oleh karena itu kami berharap kepada pihak-pihak yang tidak mengetahui kejadiannya, tetapi memperkeruh suasana melalui opini-opini yang menyesatkan di media sosial, agar menahan diri dan menghentikan tindakannya," ujar Poengky.
Poengky menegaskan, tidak benar penyidik menyiksa Maaher. Dia menambahkan, penyidik memiliki bukti-bukti, termasuk rekam medis dan hasil laboratorium lengkap.
"Bahkan keluarga saudara Soni Eranata telah membantah isu-isu tidak bertanggungjawab yang menyatakan saudara Soni disiksa polisi. Keluarga menyatakan bahwa saudara Soni diperlakukan dengan baik oleh penyidik," ungkap Poengky.
Kompolnas melihat penyidik sudah profesional dalam melaksanakan tugas. Menurut dia, masyarakat harus mewaspadi hoaks yang mungkin digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperkeruh suasana.
"Kompolnas berharap Polri tetap profesional dan berbasiskan scientific crime investigation sebagai penguat penyidikannya," pungkasnya.
Soni Eranata sebelumnya telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri sejak 4 Desember 2020 pascaditetapkan sebagai tersangka terkait kasus unggahan penghinaan terhadap Habib Luthfi melalui akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_.
Ustaz Maaher Menolak Dibawa ke RS
Dalam penahanan, Soni sempat mengeluh sakit. Kemudian petugas rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur untuk mendapatkan perawatan medis. Setelah dirawat di RS Polri dan dinyatakan sembuh, Soni dibawa lagi ke Rutan Bareskrim.
Pascapenyerahan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan), Soni yang berstatus tahanan Kejaksaan dititipkan untuk kembali ditahan di Rutan Bareskrim selama 20 hari terhitung sejak 4 Februari hingga 23 Februari 2021.
Soni kembali mengeluhkan sakit. Petugas rutan dan tim dokter pun menyarankan Soni agar dibawa ke RS Polri Said Soekanto untuk mendapatkan perawatan. Tapi, Soni tidak mau hingga akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya di Rutan Bareskrim pada Senin (8/2) pukul 19.45 WIB.
"Sudah ditawarkan (untuk dibawa ke RS Polri), tapi almarhum tidak menginginkan, dia tetap ingin ada di Rutan Bareskrim," tutur Rusdi.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kadispenad, Brigjen TNI Hamim Tohari juga mengimbau kepada masyarakat agar hati-hati dalam menerima segala informasi.
Baca SelengkapnyaMenkes Budi Gunadi Sadikin buka suara usai dilaporkan ke polisi terkait kematian dr Aulia Risma.
Baca Selengkapnya"Trail by the press dari orangnya bukan medianya. Orang ini ngomong, inisialnya G,” ujar Suharyono
Baca SelengkapnyaBeredar foto Amien Rais dengan ucapan duka di media sosial
Baca SelengkapnyaBeredar kabar Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Akhmad Wiyagus meninggal dunia
Baca SelengkapnyaPasien tersebut sebelumnya mengalami kecelakaan sehingga terluka di bagian perut belakang, karena terkena golok milik korban.
Baca SelengkapnyaSambil Pegang Foto Afif Maulana, Kapolda Sumbar Bersumpah: Demi Allah Saya Hanya Bicara Fakta
Baca SelengkapnyaPenganiayaan yang menyebabkan santri meninggal dunia kembali berulang. Kali ini dipicu uang Rp10.000 dan pihak pesantren terkesan menutupinya.
Baca SelengkapnyaSiswa SMP korban bullying di Cilacap, Jawa Tengah, dikabarkan meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaBudi menyatakan, praktik perundungan tidak hanya diakui Undip. Tapi juga dilaporkan peserta PPDS.
Baca SelengkapnyaAulia Risma ditemukan tewas di kamar kosnya pada Agustus lalu.
Baca SelengkapnyaPengunggah menceritakan, setelah anastesi (bius), pasien mengalami henti jantung.
Baca Selengkapnya