Masyarakat harus waspadai penyebaran fitnah di media sosial
Merdeka.com - Jelang pilkada masyarakat harus cemat membaca sumber berita. Selain itu, harus dikaji pula dampak dari menyebarkan berita tersebut apakah benar atau fitnah bahkan hoax.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengimbau masyarakat tidak mudah terhasut oleh pelbagai isu provokatif di media sosial pasca ditetapkannya Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Pasalnya, polisi sudah mencium adanya cyber troops atau pengerahan pasukan di dunia maya.
"Cuma saya minta hati-hati sosial media. Kita sudah mengindikasi bahwa sosial media ada kelompok yang memiliki cyber troops atau cyber army. Kelompok yang memang sengaja mereka merencanakan dan menyetting agar masyarakat terprovokasi sedemikian rupa," ujar Tito.
-
Mengapa masyarakat diminta waspada? BPPTKG masih mempertahankan status Gunung Merapi pada Level III atau Siaga yang ditetapkan sejak November 2020.
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
-
Kenapa informasi yang salah berbahaya? 'Sering kali orang terdekat justru memberikan informasi yang tidak terbukti kebenarannya sehingga menghalangi para pejuang kanker payudara mendapatkan pengobatan lanjutan,' jelasnya.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Informasi apa yang disebarluaskan? Diseminasi adalah proses penyebaran informasi, temuan, atau inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola agar dapat dimanfaatkan oleh kelompok target atau individu.
Isu-isu tak jelas tersebut, lanjut Tito, membuat peluang untuk menghancurkan negara dan membuat masyarakat bingung.
"Jangan mau diadu domba dan terprovokasi. Kita semua sudah memilih iklim demokrasi seperti ini. Kita sudah bagus bergerak berjalan, pembangunan jalan dan ekonomi baik. Jangan sampai mundur. Mari kita bersikap lebih kritis," harapannya.
"Jangan mudah sekali lagi terpengaruh medsos. Yang mungkin di setting pihak tertentu. Kalau enggak akurat enggak usah dishare. Dan gunakan akal yang jernih melihat permasalahan ini," pungkasnya.
Sementara itu, jelang aksi unjuk rasa 25 November dan 2 Desember, Tim cyber crime Mabes Polri semakin intensif memantau pergerakan media sosial. Hasilnya, provokator mulai menunjukkan pergerakan yang masif di lini massa.
"Kita juga terus mengidentifikasi, khususnya provokator ya yang memprovokasi dengan gambar maupun tulisan. Kita sih melihatnya cukup masif sekarang," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya.
Untuk memantau pergerakan di media sosial, tim cyber terus berkoordinasi dengan pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Jenderal bintang satu ini menegaskan pemantauan difokuskan pada akun-akun yang digunakan buzzer. Mengingat tidak semua akun di media sosial asli, banyak yang bersifat fiktif.
Pihaknya meminta pengguna media sosial lebih berhati-hati mencerna informasi yang ada di lini massa. Jangan terpengaruh menyebarkan informasi tak jelas karena bisa terjerat pidana.
"Konten yang kita buat di media sosial itu kiranya bisa dipikirkan kembali. Walaupun kita iseng misalnya me-retweet, copy paste, meneruskan, itu sudah masuk dalam pelanggaran UU ITE," ujarnya.
Agung mengingatkan pengguna media sosial untuk tidak memposting dan membagikan kabar yang berbau provokasi maupun SARA.
"Jadi siapa yang membuat konten yang sifatnya provokasi, SARA, hatespeach, itu UU ITE melarang. Enggak cuma itu, walaupun kita hanya menyebarkan itu juga dilarang," pungkas Agung.
Senada dengan Polri, Wakil Ketua Umum MUI Pusat Yuhanar Ilyas mengimbau semua pihak cerdas menggunakan media sosial (medsos). Dia berharap, masyarakat tidak menghujat atau memaki satu sama lain.
"MUI mengimbau pengguna medsos tetap memakai bahasa yang santun jangan sampai memaki," kata Yuhanar Ilyas.
Menurut dia, jika semua pengguna medsos saling menghujat maka semua orang akan saling melapor ke pihak kepolisian. Oleh karena itu, dia kembali meminta masyarakat agar lebih cerdas dalam menggunakan medsos.
"Kalau maki-makian, penghinaan di media sosial semuanya dilaporkan ke polisi, bisa pingsan penyidik dibuatnya bisa banyak yang diurusi. Medsos sangat besar manfaatnya tapi kalau disalahgunakan juga besar mudaratnya," ucap Yuhanar.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaHoaks dapat memecah belah persatuan bangsa, mengganggu stabilitas politik.
Baca SelengkapnyaPolisi memantau dan mendeteksi konten-konten hoaks yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Baca SelengkapnyaDengan mengikuti tips ini, diharapkan masyarakat akan semakin waspada terhadap konten hoaks di media sosial yang berpotensi menyesatkan jelang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaDia ingatkan, agar menghindari fitnah demi mendukung capres tertentu
Baca SelengkapnyaFenomena ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kualitas proses demokrasi hingga berpotensi menimbulkan konflik antar pendukung calon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaAgar semua pihak menghindari penyebaran isu SARA yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, dia mengakui bahwa temuan hoaks Mafindo jumlahnya lebih sedikit dari banyaknya hoaks yang tersebar.
Baca SelengkapnyaPegiat Mafindo Niken Setyawati berharap berita palsu dapat diminimalisasi mengingat calon-calon peserta pilkada kali ini jauh dari kontroversi.
Baca SelengkapnyaTanpa hoaks politik, tanpa isu sara dan politik identitas merupakan salah kunci suksesnya Pilkada yang aman, damai dan sejuk.
Baca SelengkapnyaHoaks masih menjadi ancaman nyata jelang pemilu. Masyarakat pun masih banyak yang "terjangkit" hoaks.
Baca Selengkapnya