'Masyarakat jangan terkecoh berita bohong dan radikalisme'
Merdeka.com - Keberadaan media penyebar hoax dan radikalisme akhir-akhir ini sudah sangat mengkhawatirkan. Media-media tersebut kerap membuat berita bohong untuk menciptakan suasana tidak kondusif, bahkan bisa mengancam keutuhan bangsa.
Masyarakat disarankan berpegang pada media mainstream sebagai acuan dalam memilih informasi ditengah makin maraknya situs abal-abal. Sekarang ini kerap kali berita atau foto hoax yang disebar menjadi viral.
Pengamat intelijen, Wawan Hari Purwanto menilai keberadaan media penyebar hoax dan propaganda radikalisme sangat membahayakan. Apalagi kalau berita itu bersifat menghasut.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Siapa yang membuat berita hoaks? Menurut NewsGuard, situs-situs ini mengklaim diri mereka sebagai sumber berita lokal yang independen, namun tidak mengungkapkan afiliasi partisan atau asing mereka.
-
Kenapa informasi yang salah berbahaya? 'Sering kali orang terdekat justru memberikan informasi yang tidak terbukti kebenarannya sehingga menghalangi para pejuang kanker payudara mendapatkan pengobatan lanjutan,' jelasnya.
-
Kenapa banyak berita hoaks di AS? Jumlah tersebut berbanding 1.213 surat kabar harian yang beroperasi di seluruh AS, demikian menurut laporan tahun 2023 dari Universitas Northwestern.
-
Bagaimana berita hoaks dibuat? Beberapa bahkan menggunakan konten yang dibuat oleh AI atau kecerdasan buatan.
"Intinya masyarakat harus pintar agar tidak terkecoh berita bohong dari media penyebar hoax dan radikalisme. Masih banyak masyarakat yang belum paham memilah mana media penyebar informasi yang benar atau tidak," ujarnya, Kamis (12/1).
Untuk mengatasi masalah media penyebar hoax dan propaganda radikalisme, pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sudah memblokir situs-situs bermuatan negatif dan SARA.
Menurut dosen Lemhanas ini, apa yang dilakukan Kemenkominfo itu sudah tepat dan sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Selain itu, ia juga yakin penegak hukum (polisi) bisa menembus dan mencari penyebar berita hoax tersebut.
"Tinggal bagaimana penerapan di lapangan. Karena yang penting adalah efek jera. Kalau kita setiap hari dicekokin berita-berita hoax bisa kacau nanti. Itu juga berakibat masyarakat semakin tidak dicerdaskan dan dibodoh-bodohi," katanya.
Direktur Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional ini berpandangan bahwa yang bisa tameng dalam menyelamatkan masyarakat dari bahaya berita hoax dan radikalisme adalah diri mereka sendiri.
"Apa yang kita baca, kita dengar dan apa yang kita lihat, semuanya itu akan mempengaruhi otak kita, karakter kita, dan juga pikiran kita. Nah, filternya harus pandai-pandai menyikapi informasi dan tidak menelan mentah-mentah," tuturnya.
Untuk memverifikasi berita itu, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Diawali dengan langkah mencari kebenaran berita itu, kemudian dicari dasar dan sumber-sumber beritanya. Setelah itu, harus juga diketahui penulisnya, serta tendensi dibalik berita itu.
Dampak dari berita hoax dan propaganda radikalisme itu sangat besar. Wawan menambahkan kalau masyarakat mudah terpengaruh informasi yang sumbernya tidak jelas, mereka sama saja seperti robot. Jika demikian, mereka bergerak seperti mesin tanpa berpikir.
"Kita memang tidak bisa menutup diri dengar berbagai pendapat di sekitar kita apalagi itu dimuat dalam sebuah bingkai berita atau tulisan. Tapi itu tadi jangan kita menelan mentah-mentah informasi atau berita yang belum jelas asal-usulnya," tandasnya. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaKonten negatif berupa berita bohong dan intoleransi dapat merusak keutuhan bangsa.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaHoaks dapat memecah belah persatuan bangsa, mengganggu stabilitas politik.
Baca SelengkapnyaMasyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.
Baca SelengkapnyaPolisi memantau dan mendeteksi konten-konten hoaks yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyebut masih banyak media online yang tidak memiliki dewan redaksi.
Baca SelengkapnyaJangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.
Baca SelengkapnyaDengan mengikuti tips ini, diharapkan masyarakat akan semakin waspada terhadap konten hoaks di media sosial yang berpotensi menyesatkan jelang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaMenyiapkan diri, bangsa, dan negara memanfaatkan AI dan menanggulangi dampak buruknya bukan lagi suatu pilihan, namun menjadi keharusan.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaDia ingatkan, agar menghindari fitnah demi mendukung capres tertentu
Baca Selengkapnya