Menagih Langkah Konkret Pemerintah Mengatasi Kebakaran Hutan dan Lahan
Merdeka.com - Menko Polhukam Wiranto bersama Menteri Koordinator Pembangunan Manusia, Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Menko Perekonomian Darmin Nasution, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya serta lembaga lain menggelar rapat koordinasi khusus (Rakorsus) terkait kebakaran hutan di Indonesia, Rabu (22/8) kemarin.
Kurang lebih dua jam mereka menggelar rapat. Dalam laporan, Wiranto menjelaskan bahwa titik api tahun ini lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu dan bulan lalu. Seiring dengan keadaan musim kemarau pada bulan ini.
"Saat ini, pada tahun yang sama ternyata titik api itu lebih besar dari tahun lalu pada bulan yang sama," kata Wiranto usai rapat.
-
Dimana lokasi kebakaran? Pabrik Mainan Kader adalah pabrik mainan Thailand yang memproduksi boneka mainan dan boneka plastik berlisensi. Mainan-mainan yang diproduksinya ini terutama ditujukan untuk ekspor ke Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
-
Dimana kebakaran terjadi? Sebuah bangunan rumah dua tingkat yang berada di Jalan Kebagusan Raya, RT. 004, RW.04, Nomor 5, Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
-
Dimana peristiwa kebakaran terjadi? Peristiwa tersebut terjadi di ibu kota Kerajaan K'anwitznal dekat lokasi pemakaman.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan akibat kebakaran hutan? Penyelidikan mengenai satu di antara faktor kebakaran hutan adalah membakar lahan secara langsung oleh pemilik perusahaan sawit dengan tujuan pembukaan lahan baru.
-
Di mana kebakaran terjadi? Tragedi kebakaran ini pertama kali ditemukan oleh keponakannya, Nurul Mufid (40). Ia melihat api berkobar di belakang rumah dan langsung mengecek sumbernya, menemukan tumpukan daun dan ranting bambu kering di pekarangan.
-
Kapan kebakaran terjadi? Namun, pada Rabu (30/10/2024), kejadian tragis dialami Supriadi. Pada hari itu, Supardi terjebak dalam kobaran api yang ia nyalakan sendiri.
Terdapat enam provinsi sebagian besar presentasi besar karena ulah manusia. Yaitu 99 persen ulah manusia dan 1 persen alam.
Dia mencontohkan seperti ladang berpindah, membuka lahan dengan membakar hutan untuk bercocok tanam. Perusahaan juga kata dia terlibat. Terdapat 37 perusahaan dalam status diperingati dan 5 sudah masuk dalam pengadilan.
"Korporasi sudah 37 yang diperingati, sudah masuk pengadilan 5 tapi kalau dari perorangan lebih banyak lagi, tapi perorangan ini ringan, jadi efek jera tidak efektif," kata Wiranto.
Menurut dia, penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan atau lahan masih dianggap kurang keras dan tegas. Pemerintah kata dia, akan mengajak elemen masyarakat untuk membantu melakukan pengawasan dan penanggulangan kebakaran hutan.
Dengan mengajak masyarakat sekitar dan perusahaan untuk lebih awas untuk penanggulangan. Tidak tanggung-tanggung, dia juga akan mengaktifkan pasukan kebakaran hutan dari Pemda, TNI dan Polri.
Kemudian pemerintah juga telah menyiapkan strategi baik dari kesiapan prosedur, pasukan pemadam, dan prasarana. Menurut Wiranto, persoalan cuaca yang kini dibutuhkan. Maka upaya pemadam api yang diusulkan pemerintah melalui water bombing. Saat ini sudah ada 37 armada helikopter untuk melakukan water bombing.
Tidak hanya itu, pemerintah pusat pun mengimbau pemerintah daerah untuk lebih aktif dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan. Presiden Joko Widodo sebelumnya sudah menyampaikan pemerintah daerah juga harus berperan aktif.
Beberapa kementerian seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan pun sudah membangun posko-posko untuk membantu proses penanganan dampak kebakaran kepada masyarakat.
Wiranto mengklaim hingga saat ini belum ada protes dari negara tetangga terkait dampak kebakaran hutan. Dia berharap, agar tidak ada protes dari negara lain. Sebab jika sudah menjadi perbincangan internasional, Indonesia dianggap tidak bisa menangani kebakaran hutan.
"Kalau ada kebakaran menjadi perhatian dunia. Kita menjadi bahan pembicaraan internasional, bahwa seakan tak bisa menjaga paru-paru dunia itu. Oleh karena itu, ini tugas yang cukup berat. Tetapi mulia yang harus dilaksanakan," ungkap Wiranto.
Sementara berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepanjang Januari 2019 hingga Juli 2019, ada 135.747 hektar hutan dan lahan yang terbakar. Hasil tersebut berdasarkan pengamatan citra Landsat 8 Operational Land Imager dan pemantauan lapangan.
Menurut Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles B Panjaitan sampai dengan 31 Juli 2019 itu ada 135.747 luas hektar yang lahannya terbakar. Hampir 30.000 lebih di Riau.
Kemudian, lahan gambut yaitu 31.002 hektar dan mineral 104.746 hektar. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi lokasi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan terluas, yakni 71.712 hektar. Berikutnya, tiga provinsi lain, yaitu Riau, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Riau seluas 30.065, Kalimantan Selatan 4.670, dan Kalimantan Timur 4.430 hektar.
Pemerintah Sebenarnya Sudah Tahu Tapi Abai
Beberapa kasus kebakaran hutan dan lahan sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan, Muhammad Teguh Surya.
Dia merasa heran mengapa pemerintah sudah mengetahui bagaimana pencegahannya tetapi tidak dilakukan. Dia menilai komitmen dari pemerintah untuk menanggulangi kebakaran hutan sangat lambat.
Dari hasil audit kepatuhan perusahaan dan pemerintah daerah terhadap pencegahan kebakaran hutan dan lahan provinsi Riau, terdapat 12.541 titik panas dalam periode 2 Januari–13 Maret 2014 di lahan gambut. Di mana 93,6 persen dari keseluruhan titik panas tersebut berada di Provinsi Riau.
Kemudian 2019, pihaknya bersama kelompok advokasi Riau (KAR) pada kurun waktu Januari-Maret mendapatkan bahwa ada 737 hotspot di Provinsi Riau dan 96 persen di antaranya berada di wilayah prioritas restorasi gambut. Dan diperkirakan area terbakar seluas 5.400 hektare di wilayah konsesi. Kebakaran hutan dan lahan gambut menyumbang 34 hingga 80 persen dari total emisi Indonesia tahun 2015.
"Ini kan menandakan komitmen yang enggak ada komitmen yang untuk benar-benar mencegah pemadaman," kata Teguh ketika dihubungi merdeka.com, Kamis (21/8).
Dia menilai yang dikatakan Wiranto terkait penanggulangan kebakaran hutan dan lahan memang sudah seharusnya dilakukan. Namun dia tidak setuju dengan sikap Pemerintah memberhentikan beberapa pihak lantaran salah dalam menjalankan tugas. Dia menilai sikap pemerintah tidak menuntaskan masalah.
"Itu indikator besar bahwasannya pemerintah abai. Masalah dan hambatan sudah diketahui, teknologi ada, aturan perundang-undangan cukup dan kuat, komitmen ada, realita karhutla masih terjadi," ungkap Teguh.
Tidak hanya itu, pemerintah juga seakan tutup mata terhadap perusahaan yang gunakan lahan dan tidak bertanggung jawab. Pihaknya telah melakukan analisis hotspot dan investigasi lapangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.
Pada periode Januari-Maret 2019 analisis data hotspot ini menggunakan data citra satelit Terra-Aqua modis. Sedangkan untuk identifikasi area bekas terbakar dengan menggunakan data citra satelit Landsat OLI 8 berdasarkan waktu perekaman yang dicocokkan dengan data hotspot.
Hasil studi ditemukan bahwa terdapat 737 hotspot teridentifikasi di Provinsi Riau (dengan tingkat kepercayaan >80%), dan 709 hotspot di antaranya berada di wilayah Prioritas Restorasi Gambut. Hasil overlay dengan Peta Konsesi IUPHHK-HT dari KLHK, ditemukan jumlah kemunculan hotspot pada area Konsesi IUPHHK-HT adalah 197 titik dengan jumlah titik terbanyak terdapat pada konsesi milik perusahaan PT. Sumatera Riang Lestari yaitu 100 titik.
Dari 197 titik tersebut, 195 berada di area Prioritas Restorasi Gambut. Dan juga, hasil overlay dengan peta HGU dari Greenpeace Indonesia ditemukan kemunculan hotspot pada area konsesi HGU berjumlah 119 titik dan semua titik berada di area Prioritas Restorasi Gambut dengan jumlah titik terbanyak terdapat pada konsesi milik perusahaan
PT. Sumber Sawit Sejahtera yaitu 38 titik dan PT. Surya Dumai Agrindo 24 titik. Hasil analisis citra satelit Landsat OLI 8, diperkirakan luas area bekas terbakar dari 8 (delapan) wilayah konsesi HTI dan HGU adalah 5.406 hektare. Dan hasil telisik di lapangan, terbukti bahwa terdapat area bekas terbakar pada konsesi-konsesi tersebut dalam kurun waktu Januari-Maret 2019 dan belum ada upaya restorasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pemilik konsesi.
Teguh menjelaskan pihaknya setuju dengan visi Jokowi yaitu investasi pembangunan pertumbuhan ekonomi. Tetapi menurut dia, pemerintah harus sigap untuk memilih investasi seperti apa yang sesuai dengan konstitusi. Seharusnya kata dia, harus ada terjemahan aturan ramah lingkungan hidup bukan sembarang investasi dan buat lahan terbakar.
"Karena investasi yang tidak terkontrol, jadi orang menebang sembarangan. Bakar hutan sembarangan, mengeringkan gambut sembarangan dan enggak ada penegakan hukum," kata Teguh.
Teguh juga menyesalkan mengapa baru kali ini pemerintah membahas hal itu kembali. Padahal sejak 2014 atau sebelumnya masalah kebakaran hutan belum bisa teratasi. Terkait strategi pemerintah yang dijabarkan Wiranto menurutnya seharusnya sudah lama diterapkan. Namun kali ini pemerintah tidak ada pengawasan sama sekali.
"Jadi intinya memang selama ini tidak ada pengawasan, tidak ada proses. Bahkan sudah diatur izin perkebunan sawit, dia baru diberikan izin kalau ada pernyataan dan bisa diverifikasi bisa menyediakan alat sistem peringatan dini. Baru bisa dapat izin," lanjut Teguh.
Sebab itu, Pemerintah kali ini harus segera mengembalikan kondisi alam. Lahan dan hutan yang awalnya kering harus jadi basah kembali agar tidak terbakar. Kemudian pemerintah harus menguatkan pengawasan dan penegakan hukum.
"Caranya, sudah saatnya terobosan pada pemerintah 2014 itu dilanjutkan jadi seluruh kabupaten, kota dan provinsi yang terbakar harus dilakukan audit kepatuhan. Baik terhadap pemerintah daerah, pusat dan juga perusahaan yang memiliki catatan terbakar," kata Teguh.
Dari hasil audit tersebut, terlihat kata Teguh mana yang jadi persoalan. Dan pemerintah juga harus tegas untuk menindak. Lalu, restorasi gambut menurut dia dipastikan berjalan maksimal. Karena terlihat selama ini mandek.
"Karena ini kan berjalan terseok-seok, tiga tahun hanya mendapat 6.000 hektar. Dan dilanjutkan pasca 2020. Ini persis enggak ada pembicaraan tentang itu, nah ni, juga tadi masuk kita di awal. Katanya sudah tahu, tapi restorasi yang akan berakhir 2020 enggak ada kelanjutan," ungkap Teguh.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Luas lahan terbakar di Provinsi Riau sepanjang 2023 ini sudah mencapai 1.906 hektare (ha) yang terbakar.
Baca SelengkapnyaLahan seluas 312 Hektare di Inhu Riau terbakar. Proses pendinginan masih berlangsung.
Baca SelengkapnyaCuaca panas ekstrem melanda Kota Pekanbaru, Riau. Suhu rata-rata di kota tersebut mencapai 38 derajat Celcius.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diimbau tidak melakukan pembakaran, baik saat membuka lahan atau membuang puntung rokok sembarangan.
Baca Selengkapnya"Jangan kasih kendor bagi pelaku-pelaku kebakaran lahan baik perorangan maupun perusahaan," kata Kapolda Riau.
Baca SelengkapnyaSelama periode 1 Juli sampai 24 Juli 2024, terdapat 28 titik panas
Baca SelengkapnyaKebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan semakin meluas. Selain Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Ilir, api mulai bermunculan di Banyuasin.
Baca SelengkapnyaKebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai marak terjadi di Sumatera Selatan bersamaan dengan datangnya puncak musim kemarau.
Baca SelengkapnyaBMKG mencatat 547 titik panas (hotspot) di Jambi. Provinsi ini pun sudah ditetapkan berstatus siaga darurat bencana karhutla.
Baca SelengkapnyaKarhutla terparah terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Rawas Utara, Ogan Komering Ulu Timur, Banyuasin, dan Musi Banyuasin.
Baca SelengkapnyaSejumlah kabupaten/kota di Provinsi Jambi diselimuti kabut asap, termasuk di Wilayah Kota Jambi, akibat dari karhutla pada Senin (4/9).
Baca SelengkapnyaRatusan hektare lahan di Sumatera Selatan terbakar sepanjang musim kemarau tahun ini. Kebakaran terparah terjadi di Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir (OKI).
Baca Selengkapnya